KOMPAS.com - Pengamat sepak bola Tanah Air, Anton Sanjoyo, menyebut kericuhan di Stadion Kanjuruhan yang merenggut 125 korban meninggal dunia bukan hanya sekadar tragedi sepak bola, tetapi sudah menjadi tragedi bangsa.
Sabtu (1/10/2022) malam WIB menjadi hari memilukan bagi sepak bola Indonesia. Ratusan nyawa melayang akibat tragedi Kanjuruhan selepas laga Arema FC vs Persebaya Surabaya.
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, kericuhan meledak di Stadion Kanjuruhan setelah laga tuan rumah Arema FC melawan Persebaya pada lanjutan pekan ke-11 Liga 1 2022-2023.
Beberapa saat setelah pertandingan yang dimenangi Persebaya dengan skor 3-2 itu rampung, suporter berbondong-bondong masuk ke lapangan.
Pihak keamanan mencoba mengamankan situasi dengan menembakkan gas air mata ke bagian bawah pagar pembatas.
Padahal, penggunaan gas air mata dilarang oleh FIFA. Hal ini tertuang dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations pada Pasal 19 poin b tentang pengawasan penonton yang menyatakan bahwa tidak diperbolehkan mamakai gas air mata dan cerawat.
Nahasnya, asap gas air mata yang mereka lontarkan mengarah ke tribune dan mengepul di sisi selatan.
Baca juga: Kronologi Kerusuhan Kanjuruhan, Bukan Bentrok Aremania-Bonek
Asap tersebut disinyalir menjadi penyebab suporter sesak napas dan pingsan, hingga memakan korban jiwa.
Informasi yang didapatkan Kompas.com hingga Minggu (2/10/2022) pukul 17.44 WIB, korban meninggal dunia akibat kerusuhan Kanjuruhan mencapai 125 jiwa.
Jika melihat jumlah korban jiwa, insiden Kanjuruhan menjadi tragedi terbesar kedua dalam sejarah sepak bola dunia setelah kisah pilu di Stadion Nasional Lima, Peru, pada 1964.
Tragedi Stadion Nasional di Peru hingga kini menjadi tragedi paling besar di dunia sepak bola dengan total korban meninggal dunia mencapai 328 orang.
Pengamat sepak bola Tanah Air, Anton Sanjoyo, mengatakan bahwa apa yang terjadi di Kanjuruhan merupakan tragedi bangsa, bukan hanya tragedi sepak bola.
"Secara garis besar, ini tragedi sepak bola Indonesia, yang mungkin bukan cuma buat sepak bola, tetapi tragedi bangsa. Karena, ini kan sekarang nomor dua dari sisi jumlah korban dalam sejarah sepak bola," kata Anton Sanjoyo kepada Kompas.com, Minggu (2/10/2022) sore.
"Pertama itu di Peru, ada 328 (korban meninggal dunia), sekarang kita nomor dua dalam jumlah korban, 129 (ralat 125 berdasarkan rilis resmi Dinas Kesehatan Malang). Bahkan, tadi terakhir update 130, 200 lebih luka, 38 di antaranya luka berat. Jadi, mungkin korban tewas masih akan bertambah," imbuh pria yang akrab disapa Joy tersebut.
Terkait solusi agar tidak ada korban jiwa lagi dari sepak bola dan tragedi Kanjuruhan tak terulang lagi pada masa mendatang, Joy mengatakan bahwa harus ada tindakan tegas dari pemerintah.