JAKARTA, KOMPAS.com - Pegiat olahraga basket seni, Richard "Insane" Latunusa
menyebut bahwa basket seni, sekarang, juga terdampak pandemi Covid-19.
Makanya, sejak 2019, basket seni minim kegiatan kompetisi.
Padahal, kompetisi menjadi cara penting bagi atlet basket seni meningkatkan kemampuan dan prestasinya.
Richard mengungkapkan, pada 2022, pihaknya melalui Asosiasi Bolabasket Seni Indonesia (ABSI) akan menggelar sedikitnya dua kegiatan.
Richard menyebut ada persiapan untuk menuju International Open Extreme Championship 2022.
Kejuaraan itu berlangsung di Bali pada sekitar November 2022.
Berikutnya, pada akhir 2022, akan ada kegiatan laga di Taiwan dan China.
Baca juga: Terbilang Langka, Atlet Basket Seni Perempuan
Salah satunya adalah Bolaholic.
"Kami akan kirim atlet untuk berlaga di sana," tutur Richard.
Menurut Richard, kegiatan-kegiatan tersebut bisa memercikkan kembali semangat para atlet.
Richard menambahkan, dirinya dan asosiasi berharap lebih banyak lagi orang yang menggeluti olahraga basket seni.
Langka
Sementara itu, dalam kesempatan tersebut, pebasket seni Meiyi Zipora Karamoy juga ikut memberikan pandangannya saat ditanya Kompas.com.
Apalagi, sudah dua tahun lamanya, lantaran pandemi Covid-19,
Menurut perempuan yang menyukai olahraga bola basket sejak usia empat tahun ini, pelaku basket seni di Indonesia memerlukan kompetisi.
"Ya, sebulan minimal ada tiga kali," kata mahasiswi Universitas Pelita Harapan (UPH), Karawaci, Kota Tangerang ini.
Harapan adanya kompetisi itu, ujar Meiyi, berasal dari Asosiasi Bolabasket Seni Indonesia (ABSI).
Meiyi yang kini duduk di semester tiga Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntasi UPH itu juga menyebut bahwa perempuan atlet basket seni masih terbilang cukup langka.
"Di Indonesia ada tujuh atau delapan orang, tapi yang aktif cuma tiga orang," tutur Meiyi yang menggeluti basket seni sejak 2015-2016 itu.
Loyalitas
Pada kesempatan tersebut, melalui kerja sama dengan perusahaan perlengkapan olahraga League, Richard merilis sepatu khas (signature shoes) League Shift Insane.
Sepatu khusus untuk bermain olahraga basket itu berdesain high untuk melindungi mata kaki pemakainya.
Desainer League Shift Insane, Hilman Badar, pada kesempatan peluncuran tersebut, menerangkan ada alasan mengapa sepatu kolaborasi dengan League Lab berwarna biru.
"Warna biru melambangkan loyalitas dan kepercayaan diri," tutur Hilman Badar.
"Bang Richard juga menyukai warna biru," imbuh Hilman Badar.
Hilman Badar, menyebut pula bahwa persiapan dari desain hingga produksi sepatu League Shift Insane memerlukan waktu tiga bulan.
Hilman Badar menambahkan bahwa tulisan "Main Basket Itu Belajar" ada di bagian bawah sepatu.
Sementara itu, kutipan "Main Basket Itu Belajar" kata Richard, justru dirinya dapatkan saat bermain basket.
Menurut keyakinannya, tatkala bermain basket atau saat menjadi atlet basket seni, bagi Richard, adalah kesempatan untuk belajar menjadi rendah hati.
Sejatinya, League Shift Insane meluncur ke publik pada Juli 2020.
Pilihan pada bulan itu bertepatan dengan Hari Anak Nasional sekaligus bulan kelahiran Richard.
Kendati demikian, pandemi Covid-19 menghalangi kesempatan baik tersebut terealisasi.
"Peluncuran hari ini adalah seperti janji yang harus ditepati League sekaligus hasil kerja keras dan pencapaian saya," kata Richard "Insane" Latunusa.
Richard menginformasikan bahwa League memproduksi League Shift Insane yang berbanderol sepasang di kisaran Rp 900.000 itu sebanyak 600 pasang.
Sasaran utamanya adalah komunitas freestyler.
Bagi Richard, sepatu League Shift Insane dapat menginspirasi anak muda bermain basket.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.