KOMPAS.com - Ketakutan yang menimpa warga Afghanistan seiring kembali berkuasanya Taliban juga dirasakan oleh para pemain sepak bola wanita mereka.
Mantan kapten timnas wanita Afghanistan Khalida Popal bahkan meminta para pemain wanita yang masih di Afghanistan menghapus media sosial, identitas publik, dan membakar jersey mereka demi keselamatan di bawah pemerintahan Taliban.
Hal tersebut disampaikan Popal dalam sebuah wawancara video dengan Reuters dari Kopenhagen, Denmark.
Ia juga menceritakan soal perlakuan beringas Taliban yang membunuh, merajam, dan memerkosa para wanita di masa lampau saat mereka berkuasa 20 tahun lalu.
Dirinya pun mengkhawatirkan apa yang rezim Taliban akan lakukan kepada para wanita kini.
"Hari ini saya memanggil dan berkata kepada mereka, hilangkan nama kalian, hilangkan identitas, turunkan foto-foto dari medsos untuk keselamatan kalian," ujar co-founder liga sepak bola wanita Afghanistan tersebut.
"Saya juga sampai bilang ke mereka, bakar atau buang seragam timnas kalian."
Baca juga: Soal Evakuasi WNI dari Afghanistan, Jubir Kemenlu: Tidak Sederhana
"Tentu saja, hal ini menyakitkan bagi saya sebagai seorang aktivis yang berani berbicara dan melakukan segalanya untuk mencapai dan merengkuh identitas sebagai pemain timnas wanita."
"Kami bangga sekali memakai lencana itu di dada, punya hak bermain dan mewakili negara kami."
Para Taliban punya peraturan keras terhadap wanita saat memerintah Afghanistan dari 1996-2001.
Anak-anak perempuan berusia 10 tahun ke atas tak boleh bersekolah dan para wanita harus memakai burka untuk keluar rumah dan hanya bila ditemani oleh suami atau saudara lelaki mereka.
Para pelanggar kerap dipermalukan dan bahkan dipukuli di depan umum.
Rezim anyar Taliban sekarang mengaku bakal menerapkan pendekatan lebih liberal terhadap para wanita di bawah hukum Syariah Islam.
"Kami akan mengizinkan perempuan untuk bekerja dan belajar dalam kerangka hukum Syariah," kata Zabihullah Mujahid, juru bicara Taliban, pada konferensi pertama mereka.
"Perempuan akan sangat aktif dalam masyarakat kami…Kami ingin meyakinkan komunitas internasional bahwa tidak akan ada diskriminasi."
Baca juga: Bukan Pemain Muda Coba-coba untuk Skuad Indonesia di Thomas-Uber 2020