KOMPAS.com - Kejadian yang diperlihatkan pemain AHHA PS Pati, Syaiful Indra Cahya, kepada pemain Persiraja Banda Aceh, Muhammad Nadhiif, pada waktu kedua tim uji coba telah mencoreng sepak bola Tanah Air.
Sapuan bola Syaiful Indra Cahya diikuti dengan gerakan tendangan ke kepala Muhammad Nadhiif.
Media sosial ramai membicarakan hal tersebut. Media besar Spanyol, Marca, bahkan sampai menuliskan "Tendangan Mematikan Tahun Ini" di artikel mereka.
Perilaku tak patut ditiru tersebut sudah banyak terjadi di sepak bola Indonesia. Terulang dan kembali terulang.
Pengamat Tommy Welly menegaskan bahwa publik sepak bola Indonesia adalah pelupa. Hal tersebut menjadi salah satu faktor aksi brutal bisa terulang.
"Ketika ada kejadian (aksi brutal), di seluruh penjuru negeri mengecam, berduka cita, berbela sungkawa, tapi tetap terulang lagi, nggak kapok," kata Tommy Welly di akun YouTube pribadinya.
"Ini yang memalukan, menjijikkan," jelasnya.
Lantas, apa yang membuat pemain tega melakukan aksi brutal tersebut?
Konselor olahraga, Dianita Iuschinta, memberikan pemaparan alasan pemain melakukan aksi brutal ketika bertanding dari segi psikologi, lebih tepatnya agresi seorang pemain.
"Agresi dapat dikatakan sebagai tindakan terang-terangan yang melanggar aturan formal sekaligus dengan sengaja menyakiti," terang Dianita.
Video viral Syaiful Indra Cahya sudah pasti melanggar law of the game. Untuk unsur kesengajaan, memang tergantung perspektif masing-masing.
Akan tetapi, dari raut wajah dan tindakan Syaiful setelah melakukan tendangan fatal tersebut, tampak dilakukan secara sengaja.
"Agresi terbagi menjadi dua jenis, instrumental dan permusuhan. Agresi instrumental adalah tindakan yang sengaja dilakukan agar bisa mencapai tujuan, yakni kemenangan," kata dia kepada Kompas.com.
Sementara agresi permusuhan, lanjutnya, dilakukan semata-mata untuk tujuan merugikan. Dalam konteks sepak bola adalah mencederai lawan.
"Dari hal tersebut kemudian ditarik ke teori yang memungkinkan menjadi alasan atau penyebab terjadinya agresi," ujarnya.
"Ada empat teori, insting, frustrasi-agresi, belajar sosial, dan model agresi umum."
"Setiap orang memiliki naluri bawaan untuk menjadi agresif. Naluri ini yang diekspresikan melalui serangan terhadap orang lain atau dialihkan dengan katarsis," ujar wanita yang tergabung dalam komunitas Bonek Writer Forum.
Sesuai namanya, psikis pemain akan terpojok ketika sedang dalam tekanan, contohnya seperti tertinggal pada menit-menit akhir.
Teori ini mirip dengan yang dipaparkan dalam buku falsafah peran Sun Tzu: Art of War. Dalam buku tersebut seseorang akan melakukan apa saja ketika tertekan dan takut.
Seseorang tidak lagi berpikir jernih bahkan melakukan sesuatu yang dilarang dalam strategi maupun aturan.
"Teori ini sudah direvisi. Frustrasi tidak selalu mengarah ke agresi, tetapi meningkatkan kemungkinan agresi dengan meningkatkan gairah, kemarahan, pikiran, dan emosi lainnya," kata Dianita.
"Agresi dipandang sebagai perilaku yang dipelajari melalui mengamati orang lain," ujar dia menerangkan.
Setelah itu, hadirnya penguatan dari perilaku serupa akan semakin membuat kemungkinan hal yang sebelumnya dia lakukan kembali terulang.
Sederhananya, kata Dianita, kondisi personal seseorang, situasi, sama interaksinya menentukan kecenderungan orang tersebut untuk berperilaku agresif.
"Kemudian, timbul pertanyaan apakah agresi membantu performa pemain sekaligus meningkatkan moral tim?"
"Banyak orang merasa bermain agresif adalah hal biasa dalam olahraga. Padahal, aksi tersebut memiliki risiko tinggi, tepatnya mencederai lawan," terangnya.
"Faktanya, kita sering menemukan kejadian yang mendukung agresi di sepak bola. Bahkan pada pertandingan usia dini," jelasnya.
Agresif memang membuat penampilan semakin menarik. Selain itu, sebagian pelatih dan pemain percaya bahwa agresivitas meningkatkan performa atletik, baik tim maupun individu.
"Sebagai contoh, strategi agar pemain yang kurang terampil melakukan tindakan agresif ke lawan yang tingkat keterampilannya lebih tinggi."
Hal tersebut diakukan untuk mengalihkan perhatian pemain/tim yang lebih unggul atau memancing mereka ke perkelahian.
"Bisa lewat provokasi, gerakan tubuh, maupun verbal atau omongan," jelas dia.
https://www.kompas.com/sports/read/2021/09/09/07000008/kenapa-pemain-sepak-bola-tega-melancarkan-aksi-brutal-di-lapangan-