Lukman mengaku kagum atas pelayanan yang diberikan Komite Olimpiade Indonesia (NOC Indonesia) pada penyelenggaraan Olimpiade Tokyo yang berlangsung pada Juli hingga Agustus lalu.
Lukman mengatakan, baru kali ini dia merasa insan olahraga Indonesia mendapat perlakuan istimewa, baik dari persiapan, keberangkatan, pelayanan selama di perkampungan atlet, hingga kepulangan.
"Saya sudah lima kali ikut mendampingi atlet angkat besi di Olimpiade, tetapi baru kali ini saya rasakan pelayanan yang berbeda. Bukan cuma atlet yang mendapat perhatian, melainkan juga pelatih dan tim support," ucap Lukman dalam siaran pers yang diterima dari NOC Indonesia, Jumat (3/9/2021).
"Fasilitas kamar diberikan sangat layak. Kami mendapat tes PCR atau antingen berkala karena menjalankan pelatnas pada masa pandemi ini dan tidak ada perlakuan yang berbeda," kata Lukman.
Sebelum menangani Timnas Angkat Besi Thailand, Lukman pernah mendampingi lifter-lifter Indonesia di Olimpiade 2000 Sydney, Athena (2004), Beijing (2008), dan London (2012).
"Mungkin saat Pak Okto (Raja Sapta Oktohari) menjadi CdM pada 2016, atlet juga mendapat penerbangan kelas bisnis saat ke Rio de Janeiro. Saat beliau menjabat sebagai Ketua NOC Indonesia ini dipertahakan, bahkan lebih baik," ucap Lukman.
"Apresiasi-apresiasi yang diterima saat ini untuk pelatih juga luar biasa. Ini membuktikan bahwa beliau benar-benar memiliki komitmen serius untuk olahraga Indonesia," ujarnya.
Lukman bukan sosok baru di dunia olahraga Indonesia. Ia merupakan juru taktik yang telah mengantarkan Eko Yuli meraih perunggu dan Triyatno meraih perak pada Olimpiade 2012 London.
Namanya sempat hilang di percaturan angkat besi Tanah Air dan kini, ia terikat kontrak dengan Federasi Angkat Besi Thailand sebelum akhirnya NOC Indonesia mengupayakan dirinya kembali ke Tanah Air sebagaimana permintaan Eko Yuli.
Lukman mengakui peran NOC Indonesia sangat besar dalam mengupayakannya dirinya untuk diizinkan Federasi Angkat Besi Thailand kembali ke Tanah Air.
"Tanpa ada surat permintaan dari NOC Indonesia, mungkin saya tidak diizinkan Federasi Angkat Besi Thailand, apalagi saya masih terikat kontrak," katanya.
Bukan hanya NOC Indonesia, kata Lukman, Chef de Mission (CdM) Rosan P Roeslani juga sangat memperhatikan kebutuhan seluruh atlet dan ofisial.
"Pak Rosan juga sangat memperhatikan atlet dan ofisial dan sering mengajak kami berdiskusi," katanya.
Berbicara peluang Eko untuk 2024, Lukman yakin anak latihnya itu masih bisa mampu unjuk gigi. Dengan catatan, katanya, Eko mendapat program latihan yang menunjang peformanya.
Terlebih lagi, meski belum bisa mendapat medali emas di Tokyo, Eko membuktikan telah menjadi lifter pertama di Indonesia dan kedua di dunia yang tampil pada empat Olimpiade dan semuanya membawa pulang medali.
"Terkait usia tak jadi soal asalkan Eko menjalani program yang sesuai. Ada contoh lifter China yang berusia 37 tahun, Lu Xiaojun, meraih medali emas di 81kg putra pada Olimpiade kemarin," ucapnya.
"Saya masih memiliki keyakinan, ia masih berpotensi meraih ambisi mendapat emas di Olimpiade," katanya.
https://www.kompas.com/sports/read/2021/09/03/15200058/rasa-berbeda-yang-dialami-pelatih-eko-yuli-pada-olimpiade-tokyo-2020