KOMPAS.com - Kejutan demi kejutan hadir pada ajang Olimpiade Tokyo 2020 cabang olahraga (cabor) bulu tangkis. Salah satunya adalah pencapaian fenomenal pebulu tangkis tunggal putra asal Guatemala, Kevin Cordon.
Kevin Cordon menjadi orang pertama asal Benua Amerika yang mampu menginjakkan kakinya di empat besar tunggal putra event empat tahunan Olimpiade.
Di balik pencapaian final itu ternyata ada tangan dingin pelatih asal Indonesia, Muamar Qadafi.
Kompas.com berhasil mewawancarai Muamar Qadafi secara eksklusif. Qadafi tidak sungkan bercerita awal kisahnya merantau ke Benua Amerika, mulai dari Peru hingga awal Agustus lalu membawa Guatemala mencetak sejarah.
Berikut hasil wawancara Kompas.com bersama Muamar Qadafi
Profil Muamar Qadafi
Nama: Muamar Qadafi
Tempat lahir: Solo, Indonesia
Tanggal lahir: 30 Oktober 1981
Karier pemain: PB Djarum (1994-2000)
Karier pelatih: 2001-sekarang
Bagaimana perjalanan Muamar Qadafi bisa sampai ke Guatemala?
Sebenarnya perjalanannya panjang bisa sampai berkelana ke Guatemala karena sudah 16 tahun. Tetapi, semua berawal dari tahun 2005 di Peru.
Waktu itu, dua teman saya dari PB Djarum, namanya Roy Purnomo sama Agustino Sasono. Mereka ini mendapat tawaran untuk sparring partner di tim nasional bulu tangkis Peru.
Kebetulan pelatih Peru, Ge Cheng, mau mengundurkan diri untuk mengikuti program dari BWF. Kemudian Ge Cheng bercerita ke dua teman saya itu.
Lalu, teman saya menghubungi, menyakinkan saya soal kelangsungan saya di sana. Awalnya saya ragu karena di PB Djarum dari segi fasilitas dan jaminan masa depan yang diberikan sudah sesuai standar.
Tetapi, ada satu hal yang membuat saya yakin untuk berangkat ke sana adalah sistem di Indonesia yang saat itu hanya pemain-pemain yang di timnas saja yang bisa berkompetisi di kancah international. Sementara klub belum bisa dan hanya berkompetisi lokal saja.
Kemudian hal itu berhubungan dengan impian saya, mimpi saya sebagai seorang pelatih bisa menjadi bagian di event-event besar seperti Sudirman Cup, Thomas Cup, World Champion, sampai Olimpiade ini ya.
Tapi kalau saya di sini, nanti kiprahnya hanya lokal saja. Jadi, saya harus keluar ini. Meski ke depan bukan event besar, tetapi itu paling enggak internasional series. Itu akan menambah pengalaman dan wawasan saya.
Dari situ, saya yakin untuk ambil aja berangkat ke Peru, kalau nggak salah Maret/April 2005.
Lika-liku di Peru
Pertama, di Peru itu banyak lika-likunya. Paling awal adalah perbedaan culture bulu tangkis, sistem mereka yang sangat berbeda, fasilitas juga. Banyak kendala.
Paling terasa itu shuttlecock mereka. Tiap main atau latihan, pemain harus bawa shuttlecock sendiri.
Sebelum latihan, mereka harus undian. Yang kalah harus keluarin shuttlecock duluan.
Kadang ada pemain datang latihan tetapi tidak bawa kok, harus pinjam dulu. Sementara kalau beli, di toko olahraga tidak ada. Mereka harus membeli via online atau menitip teman.
Saya berbicara ke federasi soal shuttlecock tapi mereka bilang kondisi memang seperti itu. Akhirnya saya jalani dulu saja.
Terlebih bulu tangkis ini bukan olahraga populer, hanya sekadar hobi. Mereka masih mengedepankan pendidikan.
Setiap mereka ada ulangan, ujian sekolah atau ada hubungannya dengan sekolah, ya latihan ditinggal.
Jadi berbeda sekali dengan Indonesia, meskipun ada ujian tetap ada latihan, nggak pernah lepas.
Terus pemain ini merangkap ke berbagai sektor. Jadi bermain untuk tunggal, ganda, mix. Saya nggak pernah mengalami seperti itu. Di Indonesia sudah spesialis.
Tahun 2006
Pada tahun 2006 nama saya mulai dikenal, karena ada pertandingan Pan American Games Junior.
Baca bagian selanjutnya >>> Eksklusif Kisah Muamar Qadafi, Pertemuan Kevin Cordon dan Dilema Keluarga (2).
Eksklusif Muamar Qadafi, Di Balik Kevin Cordon Lawan Ginting dan Rencana Usai Guatemala (3)
https://www.kompas.com/sports/read/2021/08/07/14000058/wawancara-eksklusif-muamar-qadafi-bagian-1-awal-kisah-perjalanan