KOMPAS.com - Sejumlah klub mengusulkan kompetisi tanpa degradasi untuk Liga 1 dan Liga 2 musim 2021-2022. Usulan ini pun bakal dimintakan persetujuan pada Kongres Tahunan PSSI di Jakarta, 29 Mei mendatang.
Pelaksana Tugas (Plt) Sekjen PSSI Yunus Nusi menyampaikan bahwa PSSI mengakomodasi usulan sebagian besar klub Liga 1 dan Liga 2 soal kompetisi tanpa degradasi.
"Bahwa Exco PSSI mengakomodasi surat permohonan dari sebagian besar klub Liga 1 dan Liga 2 tentang permohonan kompetisi tanpa degradasi, namun tetap ada promosi, juara Liga 1 dan juara Liga 2 tetap ada," kata Yunus, dikutip dari laman resmi PSSI.
Wacana kompetisi tanpa degradasi untuk musim 2021-2022 itu pun sontak menimbulkan pro dan kontra.
Dari kontestan Liga 1, Borneo FC Samarinda menjadi salah satu klub yang menolak kompetisi tanpa degradasi.
"Borneo FC ingin sepak bola yang jelas aturannya. Karena dengan tanpa degradasi, satu kemunduran sepak bola Indonesia," kata Presiden Klub Borneo FC Nabil Husein Said Amin, melalui unggahan di akun Instagram resmi klub.
Berbicara soal kompetisi tanpa degradasi, format ini sejatinya bukan hal baru di dunia sepak bola.
Di kawasan Asia Tenggara, ada tiga negara yang menggunakan format liga tanpa promosi dan degradasi yaitu Liga Singapura (Singapore Premier League), Liga Filipina (Philippines Football League), dan Liga Australia (A-League).
Masing-masing asosiasi sepak bola di ketiga negara tersebut memiliki pertimbangan sendiri kenapa menggelar kompetisi sepak bola tanpa ada promosi dan juga degradasi.
Liga Singapura
Singapore Premier League (SPL) menjadi kompetisi level teratas dan satu-satunya di Singapura.
Pertimbangan geografis menjadi alasan kenapa liga sepak bola di Singapura tidak menganut sistem piramida yang di dalamnya ada promosi dan degradasi.
Dengan luas negara hanya 728,3 km persegi, Singapura memang tidak memiliki banyak klub sepak bola.
Bahkan, ada dua klub dari luar Singapura yang mengikuti SPL yaitu Albirex Niigata (Jepang) dan Duli Pengiran Muda Mahkota FC atau DPMM FC (Brunei Darussalam).
Musim ini, SPL hanya diikuti oleh delapan tim setelah DPMM FC mengundurkan diri.
Liga Filipina
Philippines Football League (PFL) baru dibentuk pada 2017 untuk menggantikan kompetisi sebelumnya yaitu United Football League (UFL) yang menjadi kompetisi top tier di Filipina.
Situasi yang terjadi di Liga Filipina mirip dengan Liga Singapura yaitu minimnya tim peserta. Musim ini, PFL hanya diikuti oleh enam tim dengan dua fase kompetisi yaitu reguler dan final series.
Uniknya, sejak pertama kali digelar pada 2017, baru ada satu klub yang menjadi juara yaitu United City (sebelumnya bernama Ceres–Negros).
Kabarnya, PFL akan memperkenalkan divisi kedua saat liga berkembang. Hal ini akan membuat Liga Filipina menggunakan sistem promosi dan degradasi pada masa mendatang.
Liga Australia
Jika melihat luas negaranya, Australia bukanlah negara kecil. Sepak bola di Negeri Kanguru juga sudah maju dan tim nasional mereka selalu tampil di Piala Dunia sejak 2006.
Meski begitu, sepak bola belum terlalu diminati oleh publik Aussie. Mengutip situs web StatScore, popularitas sepak bola di Australia masih kalah dari Australian football dan rugby.
Adapun, A-League yang menjadi kompetisi sepak bola profesional satu-satunya di Australia dimulai pada musim 2005-2006.
Saat ini, A-League diikuti oleh 12 tim dengan salah satu tim yaitu Wellington Phoenix merupakan klub yang berasal dari Selandia Baru.
Dengan tim peserta sedikit, A-League tidak menerapkan sistem promosi dan degradasi agar liga tetap kompetitif.
Satu musim kompetisi A-League dibagi menjadi dua fase yaitu Regular Season dan Final Series yang diikuti oleh enam tim teratas klasemen akhir musim reguler.
https://www.kompas.com/sports/read/2021/05/09/14200048/kenapa-liga-singapura-filipina-dan-australia-tidak-ada-degradasi