Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjanjian Senjata Nuklir: Isi, Pelanggaran, dan Posisi Indonesia

Kompas.com - 09/01/2020, 17:30 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

KOMPAS.com - Perjanjian Nuklir atau Nuclear Non-proliferation Treaty (Perjanjian Non-proliferasi Nuklir) adalah perjanjian antarnegara pemilik senjata nuklir untuk tidak membantu negara lain memproduksinya.

Dikutip dari Encyclopaedia Britannica (2015), Perjanjian Nuklir ditandatangani pada 1 Juli 1968 oleh 62 negara.

Tiga negara besar yang menandatangani kala itu adalah Inggris, Amerika Serikat, dan Uni Soviet. Perjanjian ini baru efektif dilaksanakan sejak Maret 1970.

Tiga pilar utama dalam Perjanjian Nuklir sebagai berikut:

  1. Perlucutan senjata nuklir
  2. Non-proliferasi (tidak mengembangkan) senjata nuklir
  3. Penggunaan bahan nuklir untuk tujuan damai.

Baca juga: Presiden Ingin Timteng Bebas Nuklir

Perjanjian Nuklir berlaku selama 25 tahun untuk kemudian diperbarui. Pada 1995, sebanyak 174 anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memutuskan Perjanjian Nuklir berlangsung selamanya dan tanpa pengecualian.

Negara-negara lain yang menemukan teknologi nuklir, meratifikasi atau mengikuti perjanjian ini.

Pada 2007, hanya tiga negara yang menolak menandatangani perjanjian ini. Tiga negara yang menolak Perjanjian Nuklir adalah India, Israel, dan Pakistan.

Korea Utara sempat ikut tanda tangan, namun menarik kembali persetujuannya.

Baca juga: Korea Utara Tak Berniat Melanjutkan Perundingan Nuklir dengan AS, Kecuali..

Dikritik tidak adil

Perjanjian Nuklir kerap dikritik tidak adil. Ini karena negara yang belum punya senjata nuklir dilarang mengembangkannya.

Sedangkan negara yang sudah punya, dipersilakan menyimpan senjatanya. Kendati demikian, negara-negara yang belum punya senjata nuklir menerimanya.

Pada 1968 disepakati juga, negara-negara pemilik senjata nuklir dapat membantu negara-negara yang tidak punya senjata nuklir mengembangkan teknologi nuklir.

Teknologi yang dikembangkan bukan untuk pertahanan, melainkan untuk pembangkit listrik.

Baca juga: METI: Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Punya Risko yang Lebih Tinggi

Perkembangan Perjanjian Nuklir

Pada 2005, Perjanjian Nuklir dikaji lewat Review Conference of the Parties to the Treaty on Non-proliferation of Nuclear Weapons.

Saat itu, ketimpangan atau ketidakadilan Perjanjian Nuklir ini dikeluhkan negara-negara yang belum memiliki teknologi nuklir.

Perjanjian ini memang telah menekan neagra-negara dunia mengembangkan senjata nuklir. Namun ada sejumlah peristiwa yang mengganjal dan melanggar Perjanjian Nuklir.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com