Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tari Serimpi, Tarian Klasik Yogyakarta

Namun, seiring dengan adanya perjanjian Giyanti yang dilakukan pihak VOC dengan Sunan Pakubuana III pada 1755, Kerajaan Mataram pecah menjadi dua, yakni Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta berimbas pada tari Serimpi.

Di mana terjadi perbedaan gerakan pada dua kerajaan tersebut meski inti tariannya masih sama.

Dikutip situs Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), adapun jenis serimpi dari kedua keraton pewaris Mataram dapat dibedakan menjadi dua yakni, gaya Ngayogyakarta dan gaya Surakarta.

Fungsi tarian Serimpi pada masa lalu dipertunjukkan sebagai salah satu ritual sakral dalam acara-acara tertentu seperti pisowanan agung dan peringatan hari penting dalam keraton.

Tarian Serimpi yang dikenal pada masa Sultan Agung memang sama-sama dikenal oleh kedua kerajaan baru. Tapi dari keduanya memiliki sedikit perbedaan.

Tari tersebut diperagakan empat putri yang masing-masing mendapat sebutan, air, api, angin dan bumi atau tanah. Selain melambangkan terjadinya manusia juga melambangkan empat penjuru mata angin.

Dikutip dari buku Seni Tari Jawa (1931) karya Lelyveld van Th. B, dulu tari Serimpi hanya boleh dipentaskan oleh orang-orang pilihan keraton. Karena Serimpi memiliki tingkat kesakralan yang sama dengan pusaka atau benda-benda yang melambang kekuasaan raja yang berasal dari zaman Jawa Hindu, meski sifatnya tidak sesakral tari Bedhaya.

Tari Serimpi Gaya Yogyakarta

Dikutip dari buku Tari srimpi, Ekspresi Budaya Para Bangsawan Jawa (1994) karya Arif E. Suprihono, tari Serimpi dikenal di lingkungan budaya Jawa.

Di mana keberadaannya merupakan ungkapan seni komunitas bangsawan pada zaman keemasan raja-raja atau penguasa Jawa pada masa lalu.

Di lingkungan Keraton Yogyakarta ditemukan ada sejumlah 37 judul garapan dari Serimpi. Dari sejumlah besar nama Serimpi ada beberapa yang perpadanan nama dengan Serimpi yang ada di Surakarta.

Persamaan nama tersebut dapat diduga sebagai bentuk sajian yang sama atau juga sekedar persamaan nama tanpa kejajaran misi.

Dapat pula diduga bahwa nama itu sama oleh sebab diiringi oleh jenis gending yang sama.

Gerakan dalam Tari Serimpi ini didominasi oleh gerakan tangan, kaki, dan kepala.

Di lingkungan Keraton Yogyakarta, tari Serimpi dianggap sebagai salah satu tarian sakral disamping tari bedhaya dan wayang wong.

Di mana pementasan yang dilakukan pada masa kuasa raja-raja Yogyakarta, terutama sebelum raja ke sembilan, dipercaya secara kuat untuk menyajikan tari Serimpi diatur oleh beberapa pengaturan.

Peraturan tersebut juga diterapkan pada pementasan-pementasan ritual kenegaraan, seperti ulang tahun dan peringatan naik tahta Sultan.

Pola sajian tari

Tari Serimpi gaya Yogyakarta secara mendasar disusun dengan tiga unsur pokok, yakni gerak tari klasig gaya Yogyakarta, tata busana khas serimpi gaya Yogyakarta, dan tema cerita yang diambil dari sumber cerita dramatik baik Mahabarata, cerita Menak atau legenda Jawa lainnya.

Pada unsur gerak tari di dukung oleh iringan tari yang menjiwai garapan tarinya. Pola sajian srimpi terdiri dari tiga bagian, yakni maju gawang yang biasa disebut kapang kapang menuju tempat pentas.

Biasanya gerak kapang-kapang dilakukan seperti sikap jalan biasa dengan sikap lengan tertentu. Selanjutnya lihat uraian notasi tarinya.

Dalam melakukan gerak kapang kapang dalam maju gawang biasanya disertai dengan cara-cara berbelok ke kanan atau ke kiri, rangkaian gerak ini diakhiri dengan sikap duduk.

Bagian kedua merupakan tarian pokok. Pada tarian pokok digambarkan isi tema yang ingin disajikan.

Dalam inti cerita garapan tari berbentuk sajian perang antara dua tokoh yang diakhiri dengan adegan perang.

Gerak-gerak perangnya dilakukan dengan tempo yang agak lambat dan sangat ritmis, hingga tidak terkesan sebagai perang sungguhan.

Pada bagian ketiga dari struktur sajian tari Serimpi gaya Yogyakarta adalah mundur gawang. Di mana merupakan kebalikan dari bagian pertama (maju gawang).

Dalam proses gerak maju gawang, mundur gawang biasa dilakukan dengan gerak berjalan.

Busana tari Serimpi

Ada pola dasar yang dipergunakan dalam tata busana para tari Serimpi. Pada mulanya menggunakan busana pengantin putri kebesaran.

Namun, pada perkembangannya sampai bentuk busana khas dengan kain seredan dan baju tanpa lengan.

Tema cerita sajian tari

Pendukung sajian koreografi serimpi adalah inti cerita yang biasanya diungkapkan melalui pembacaan narasi atau lebih akrab disebut pamaosan kandha.

Kandha sebagai satu ungkapan verbal bukan saja berisikan latar belakang pementasan beserta tujuan diadakan pergelaran, tapi juga berisi ringkasan cerita yang akan disajikan dalam tarian Serimpi.

Iringan tari Serimpi

Pada sajian pertunjukkan tari Serimpi cenderung mengambil dari nama gending pokok yang dipergunakan untuk mengiringi.

Nama Serimpi Pandelori misalnya, diambilkan dari nama gending utama yang dipergunakan untuk mengiringnya, yakni yakni Gending Pandelori Pelog Barang.

Serimpi Teja menggunakan gending pengiring utama Gending Teja laras Slendro Patet Manyura.

Gamelan Jawa sebagai pengiring tari serimpi lebih dimaksudkan sebagai pengiring rangkaian gerak tari.

Dilansir dari buku Seni Tari Jawa: Tradisi Surakarta dan Peristilahannya (1991) karya Papenhuyzen, Clara Brakel, pada pagelaran, tari serimpi tidak selalu memerlukan sesajen seperti tari Bedhaya tapi hanya di waktu-waktu tertentu saja.

Adapun iringan musik tari Serimpi adalah mengutamakan paduan suara gabungan, yakni saat menyanyikan lagu tembang-tembang Jawa.

Tarian Serimpi di Kesultanan Yogyakarta digolongkan menjadi Tari serimpi sangopati Tari Srimpi Anglirmendhung Tari Srimpi Ludira Madu Tari Serimpi Renggawati.

Tari Serimpi China, Tari Serimpi Pistol, Tari Serimpi Padhelori, Tari Serimpi Merak Kasimpir, dan Tari Serimpi Pramugrari.

https://www.kompas.com/skola/read/2021/02/11/200000369/tari-serimpi-tarian-klasik-yogyakarta

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke