Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kosmonot Lama Tinggal di Luar Angkasa, Apa yang Terjadi pada Otak Manusia?

KOMPAS.com - Seiring pesatnya teknologi dan persaingan, perjalanan ke luar angkasa akan semakin sering dilakukan. Namun di satu sisi, perjalanan luar angkasa juga punya konsekuensi tersendiri terhadap tubuh manusia, salah satunya dampak pada otak kosmonot atau astronot yang lama tinggal di luar angkasa.

Dalam sebuah studi baru yang dilakukan oleh Badan Antariksa Eropa dan Badan Antariksa Rusia Roscosmos, peneliti mencoba untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada otak manusia ketika lama berada di luar angkasa.

Mengutip Space, Senin (21/2/2022) setelah melakukan perjalanan luar angkasa dan kembali ke Bumi peneliti menemukan otak diatur ulang dan terjadi pergeseran cairan serta perubahan bentuk.

Perubahan ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan setelah seseorang kembali ke Bumi.

"Perubahan otak yang diamati tim sangat baru dan sangat tak terduga," kata Floris Wuyts, pemimpin studi dan peneliti di University of Antwerp di Belgia.

Mempelajari otak kosmonot

Untuk penelitian ini, tim peneliti mempelajari otak 12 kosmonot pria sesaat sebelum dan sesudah penerbangan mereka ke Stasiun Luar Angkasa Internasional.

Semua kosmonot dalam studi otak kosmonot ini mengambil bagian dalam penerbangan luar angkasa berdurasi panjang yang berlangsung rata-rata 172 hari.

Peneliti menggunakan teknik pencitraan otak yang dikenal sebagai traktografi serat untuk mengetahui efek tersebut. Teknik bekerja dengan membangun gambar 3D dari saluran neuron dan mengungkap skema otak.

Hasilnya peneliti menemukan adanya pergeseran cairan di otak. Peneliti juga melihat perubahan bentuk di otak, khususnya di corpus callosum yang merupakan kumpulan besar serabut saraf.

Bagian ini digambarkan sebagai jalan raya pusat yang menghubungkan kedua belahan otak.

Peneliti juga menemukan perubahan dalam hubungan saraf antara beberapa area motorik otak.

"Area motorik adalah pusat otak di mana perintah untuk gerakan dimulai. Dalam keadaan tanpa bobot, seorang astronot perlu menyesuaikan strategi gerakannya secara drastis (di luar angkasa) dibandingkan dengan di Bumi. Dan studi kami menunjukkan otak mereka (kosmonot) telah diatur ulang," jelas Andrei Doroshin, peneliti dari Drexel University di Pennsylvania.

Namun perubahan ini tak hanya terlihat setelah kosmonot kembali ke Bumi.

Dalam pemindaian otak yang diambil tujuh bulan setelah mendarat, peneliti menemukan bahwa perubahan ini masih ada.

Studi ini merupakan bagian untuk mengeksplorasi dengan tepat bagaimana perjalanan luar angkasa jangka panjang memengaruhi tubuh manusia.

Temuan tersebut juga mengungkapkan wawasan baru yang dapat digunakan peneliti untuk melindungi manusia yang pergi ke luar angkasa dengan lebih baik.

"Penelitian kami menunjukkan bahwa kami harus melakukan tindakan pencegahan untuk memastikan pergeseran cairan dan perubahan bentuk otak," papar Wuyts.

Ia menambahkan pula salah satu hal yang dapat mengurangi efek ini adalah dengan gravitasi buatan.

"Menggunakan gravitasi buatan di stasiun luar angkasa atau roket ke Mars kemungkinan besar akan memecahkan masalah perpindahan cairan. Namun ini rumit untuk direalisasikan, meski begitu penelitian di masa depan bisa saja berhasil mewujudkannya," tambah Wuyts.

Studi otak kosmonot yang lama tinggal di luar angkasa ini telah dipublikasikan di jurnal Frontiers in Neural Circuits.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/02/22/090100223/kosmonot-lama-tinggal-di-luar-angkasa-apa-yang-terjadi-pada-otak-manusia-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke