Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Vaksin AstraZeneca, Benarkah Ada Risiko Pembekuan Darah?

KOMPAS.com - Pembekuan darah pada otak yang langka telah dideteksi pada sejumlah orang setelah mereka menerima suntikan vaksin Oxford-AstraZeneca.

Cerebral venous sinus thromboses atau CVST adalah kondisi ketika ada penggumpalan darah yang menyumbat pembuluh darah dalam otak dan di belakang soket mata. Ini adalah pembuluh darah yang berfungsi membawa darah dari wajah dan kepala, kembali ke jantung.

Kondisi ini membuat sejumlah negara—termasuk Jerman, Prancis, dan Kanada—membatasi secara ketat penerima vaksin Oxford-AstraZeneca.

Namun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Badan Obat-obatan Eropa mengatakan manfaat vaksin tersebut melebihi risiko yang ada.

Pada saat bersamaan, berbagai ilmuwan dan otoritas pemeriksa keamanan obat-obatan di seluruh dunia berupaya mencari tahu apakah vaksin tersebut menyebabkan pembekuan darah, seberapa besar risikonya, dan apa maknanya bagi program vaksinasi.

Apakah vaksin Oxford-AstraZeneca menyebabkan pembekuan darah?

Saat ini kita belum tahu.

Badan Obat-obatan Eropa (EMA), yang selama ini meninjau data keamanan vaksin, mengatakan hal itu "belum terbukti, tapi mungkin saja".

Organisasi itu harus mengetahui apakah berbagai laporan mengenai pembekuan darah merupakan efek samping atau suatu kebetulan yang terjadi secara alami. Ini luar biasa sulit ketika berurusan dengan kejadian-kejadian langka.

Jika, di satu sisi, satu dari setiap 10.000 orang mengalami pembekuan darah secara serius maka jawabannya sudah jelas.

Saya telah berbincang dengan sejumlah ilmuwan terkemuka. Beberapa dari mereka bersikap skeptis, tapi lainnya semakin yakin.

Sejumlah ilmuwan tersebut merujuk pada sifat pembekuan darah yang tidak umum sebagai pertanda sesuatu sedang terjadi.

Pembekuan darah semacam ini kerap muncul pada saat yang sama ketika antibodi dan platelet darah dalam level rendah—salah satu komponen utama pembekuan darah—berkaitan dengan gangguan penggumpalan lain dalam darah.

Sebagian ilmuwan lainnya mengatakan belum cukup bukti dan kasus-kasus yang dilaporkan mungkin akibat Covid, mengingat Covid terkait dengan penggumpalan darah secara abnormal.

Seberapa besar risikonya?

Masih ada kemungkinan bahwa risikonya nol lantaran vaksin tidak terbukti menyebabkan pembekuan darah.

Institut Paul Ehrlich di Jerman telah melaporkan 31 kasus cerebral venous sinus thromboses dan sembilan kematian dari 2,7 juta orang yang menerima vaksinasi di sana.

Akan tetapi, berdasarkan data terkini di Inggris, jumlah kasus pembekuan darah mencapai lima kasus, meskipun terdapat 11 juta orang yang divaksinasi.

Badan Obat-obatan Eropa (EMA), yang meninjau data dari seluruh dunia, memperkirakan risiko CVST bagi orang-orang di bawah 60 tahun yang menerima vaksin AstraZeneca mencapai sekitar satu berbanding 100.000.

Kepala Pemantauan Keamanan EMA, Dr Peter Arlett, ada "lebih banyak dari yang kita perkirakan bakal lihat".

Bagaimanapun, rata-rata pembekuan darah pada otak belum jelas. Perkiraannya beragam dari sekitar dua kasus per satu juta orang setiap tahun hingga hampir 16 per satu juta orang pada masa normal dan virus corona mungkin penyebabnya.

Mengapa ada perbedaan antara Inggris dan Jerman?

Jumlah kasus CVST di satu negara dan yang lainnya mungkin bakal sama jika kasus-kasus tersebut memang disebabkan vaksin. Kenyataannya Inggris dan Jerman mencatat angka yang jauh berbeda.

Salah satu argumennya adalah jenis orang yang divaksinasi berbeda.

Inggris sejauh ini memvaksinasi orang-orang dari usia tertua kemudian berlanjut ke usia muda.

Sedangkan Jerman adalah salah satu negara yang awalnya menolak memvaksinasi kalangan di atas usia 65 tahun karena kurangnya data uji klinis. Itu sebabnya 90% warga Jerman yang menerima vaksin AstraZeneca diperkirakan berusia di bawah 60 tahun.

Secara umum, efek samping cenderung lebih para orang-orang usia muda karena mereka punya respons imun yang lebih kuat. Faktor ini menjadi spekulasi mengapa kasus CVST di Inggris lebih sedikit.

Akan tetapi, CVST secara inheren lebih jamak pada perempuan muda dan mengonsumsi pil KB sehingga meningkatkan risikonya. Dengan demikian tingkat risiko alamiah—terlepas apakah orang divaksinasi atau tidak—juga punya peranan.

Mengurai semua elemen ini adalah hal yang sulit, namun EMA mengatakan tidak menemukan faktor risiko spesifik, apakah itu usia, gender, atau riwayat penyakit.

Apakah vaksin AstraZeneca aman?

Tidak ada yang sepenuhnya aman di dunia medis. Bahkan terapi pengobatan yang sangat beracun harus diterapkan dalam kondisi pas.

Obat-obatan kemoterapi, misalnya, punya efek samping yang buruk namun sangat bermanfaat. Kemudian pereda nyeri seperti parasetamol dan ibuprofen juga memiliki efek samping, walau teramat langka.

Keputusannya selalu adalah apakah manfaatnya melampui risikonya.

Hal ini benar-benar sukar saat pandemi. Biasanya obat bersandar pada "prinsip kewaspadaan" demi membuktikan keamanan yang cukup sebelum memberi obat baru kepada khalayak umum. Namun saat pandemi, menunda vaksinasi menyebabkan hilangnya nyawa.

Berdasarkan pada data Jerman saja, jika vaksinasi diberikan kepada sejuta orang maka akan ada 12 orang yang mengalami pembekuan darah. Dari jumlah itu, empat di antara mereka akan meninggal dunia.

Akan tetapi jika satu juta orang berusia 60 tahun mengidap virus corona, maka 20.000 orang akan meninggal akibat Covid-19. Jika sejuta orang berusia 40 tahun mengidap virus corona, maka 1.000 orang akan meninggal dunia. Adapun orang-orang yang meninggal berusia 30 tahun mencapai beberapa ratus insan.

Manfaat vaksinasi jelas meningkat semakin lanjut usia dan negara-negara seperti Jerman dan Kanada telah mengizinkan vaksin AstraZeneca digunakan pada kalangan manula. Keputusan-keputusan ini juga akan didorong oleh vaksin alternatif yang tersedia dan siapa saja yang masih perlu diimunisasi.

Dunia sedang menelisik datanya secara saksama, namun kejelasannya perlu waktu.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/04/05/080000823/vaksin-astrazeneca-benarkah-ada-risiko-pembekuan-darah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke