Pilot yang Salah Pesawat

Kompas.com - 02/02/2012, 02:14 WIB

Saat pemerintah membanggakan pertumbuhan ekonomi tinggi dan berbagai pujian pihak asing, saat itu pemerintah meningkatkan target pengiriman TKI ke luar negeri dan mengampanyekan program perluasan negara tujuan TKI. Lalu, untuk siapa pertumbuhan ekonomi tinggi dan derasnya arus investasi kalau rakyat terus didorong menjadi budak bangsa lain?

Pesawat otopilot

Sepanjang sejarah Republik, belum pernah rakyat ditelantarkan negara seperti sekarang. Warga mencuri sandal jepit, pisang, semangka, dan biji kakao hanya sedikit gambaran betapa buruk tingkat kesejahteraan. Jangankan sejahtera, jaminan rasa aman pun kian sulit didapat. Pembunuhan, perampokan, penculikan, pelecehan, dan perkosaan di tempat umum kian marak. Kekerasan atas nama agama dan keyakinan terus dibiarkan. Aparat negara sibuk menggendutkan rekening sendiri.

Yang disebut sebagai pembangunan kini tak lebih dari urusan memfasilitasi dan mendorong kalangan berduit gila berbelanja. Daerah sentra industri berubah wajah jadi daerah wisata belanja, dipadati dengan pusat belanja dan factory outlet yang memasarkan produk impor. Kawasan industri dan sentra industri kecil sepi. Pabrik-pabrik tutup.

Deindustrialisasi memaksa rakyat berjuang menciptakan lapangan kerja sendiri. Hampir 70 persen tenaga kerja di sektor informal. Buruh dipaksa menerima upah yang bahkan tak cukup untuk makan layak tiga kali sehari.

Arus deras investasi yang dibanggakan pemerintahan SBY kian merampas hak hidup rakyat. Yang terjadi di Mesuji dan Bima hanya puncak gunung es konflik agraria yang tak pernah diselesaikan. Konsorsium Pembaruan Agraria mencatat: konflik agraria meningkat tajam dari 106 kasus (2010) menjadi 163 kasus (2011), melibatkan 69.975 keluarga dengan luas areal konflik 472.048,44 hektar. Petani tewas meningkat dari 3 orang (2010) jadi 22 orang (2011). Ironis bahwa tanah, hutan, dan kekayaan alam diserahkan kepada pihak asing, sementara rakyat yang hanya mempertahankan sejengkal lahan dipaksa meregang nyawa.

Program memperbanyak pengiriman TKI yang dijalankan pemerintahan SBY sesungguhnya upaya menutupi kegagalan pemerintah membangun sektor pendidikan, pertanian, dan industri. Warga didorong bekerja di luar negeri: mayoritas pendidikan mereka SMP ke bawah.

Sementara itu, kapasitas dan integritas pemerintah dalam melindungi TKI sangat rendah. Pada 2011, misalnya, dari 16.014 TKI berkasus, 72,3 persen pulang dengan masa kerja kurang dari enam bulan. Mereka dipulangkan karena kurang terampil dan tak lolos tes kesehatan. Bahkan, pemerintah membiarkan perempuan hamil dipaksa berangkat. Pada tahun sama, sedikitnya 49.000 TKI diberangkatkan tanpa asuransi. Padahal, TKI dibebani biaya sampai Rp 25 juta, termasuk untuk asuransi.

Kalau saja pilotnya andal, ko- rupsi bisa diberantas ke akar: anggaran dan kekayaan alam benar-benar dikelola demi kemakmuran rakyat dan kita tak perlu lagi mengemis pekerjaan dari bangsa lain. Oh, pilot andal untuk rakyat baru sebatas doa....

Sri Palupi Ketua Institute for Ecosoc Rights

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Komentar
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com