Afganistan, Perang Terlama dalam Sejarah AS

Kompas.com - 02/11/2010, 03:21 WIB

Presiden AS George Walker Bush tidak melihat peristiwa di atas sebagai hal penting. Ia lebih percaya pada keunggulan ilmu pengetahuan dan superioritas teknologi militer sebagai kekuatan yang menentukan sejarah dan peradaban.

Maka ketika terjadi serangan 11 September 2001, ia tidak ragu mengultimatum Mullah Muhammad Omar, pemimpin tertinggi Taliban, agar menyerahkan Osama bin Laden dan 13 orang kaki tangannya. Selain itu semua kamp teroris di Afganistan harus ditutup. Bush menuding Osama bin Laden dalang serangan 11 September.

Mullah Omar menolaknya karena tidak percaya pemimpin Al-Qaeda tersebut mampu merencanakan serangan sehebat 11 September, yang jaraknya ribuan kilometer dari Afganistan. Selain itu Washington sendiri tidak menunjukkan bukti-bukti keterlibatan Osama bin Laden.

Subuh 7 Oktober 2001, pesawat-pesawat pengebom berat AS dan Inggris melancarkan serangan udara di Afganistan. Perang melawan teror telah dimulai. Bush menyebutnya sebagai Operasi Kebebasan Abadi.

Afganistan, salah satu negara termiskin di dunia, porak poranda akibat hujan bom yang dijatuhkan dari langit. Setelah lebih sebulan serangan udara berlangsung, Taliban mundur dari Kabul, 12 November 2001. Besoknya, pasukan Aliansi Utara yang beroposisi, mengambil alih kota tersebut.

Kandahar, benteng terakhir Taliban, direbut awal Desember tahun yang sama. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Taliban dan berkuasanya Aliansi Utara dukungan AS.

Lantas, apakah AS dan sekutunya berhasil mencapai tujuan perang tersebut?

Makin gawat

Perang Afganistan, yang kini memasuki tahun kesepuluh atau 109 bulan, adalah perang terlama dalam sejarah militer AS. Jauh lebih lama dibanding Perang Dunia II. Bahkan, melampaui rekor Perang Vietnam yang berlangsung 103 bulan (Agustus 1964–Maret 1973).

Perang masih berkecamuk dan makin gawat dari tahun ke tahun. Pada tahun pertama, AS hanya menempatkan sekitar 19.500 personel militer di Afganistan. Kini jumlahnya menggelembung menjadi 98.000 orang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Komentar
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com