Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
M. Ikhsan Tualeka
Pegiat Perubahan Sosial

Direktur Indonesian Society Network (ISN), sebelumnya adalah Koordinator Moluccas Democratization Watch (MDW) yang didirikan tahun 2006, kemudian aktif di BPP HIPMI (2011-2014), Chairman Empower Youth Indonesia (sejak 2017), Direktur Maluku Crisis Center (sejak 2018), Founder IndoEast Network (2019), Anggota Dewan Pakar Gerakan Ekonomi Kreatif Nasional (sejak 2019) dan Executive Committee National Olympic Academy (NOA) of Indonesia (sejak 2023). Alumni FISIP Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (2006), IVLP Amerika Serikat (2009) dan Political Communication Paramadina Graduate School (2016) berkat scholarship finalis ‘The Next Leaders’ di Metro TV (2009). Saat ini sedang menyelesaikan studi Kajian Ketahanan Nasional (Riset) Universitas Indonesia, juga aktif mengisi berbagai kegiatan seminar dan diskusi. Dapat dihubungi melalui email: ikhsan_tualeka@yahoo.com - Instagram: @ikhsan_tualeka

Belajar dari Kasus Ahmad Dhani dan Once Mekel

Kompas.com - 21/04/2023, 15:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PENTOLAN Dewa 19, Ahmad Dhani berseteru dengan Once Mekel, bekas vokalis grup band itu. Perseteruan keduanya adalah seputar royalti kepada pencipta lagu.

Belakangan Dhani melarang Once untuk membawakan lagu-lagu Dewa 19 dalam setiap pertunjukan personalnya. Perseteruan mereka menyita perhatian pecinta musik Tanah Air.

Puncaknya Dhani menyampaikan langsung larangan kepada Once ketika mereka bertemu di Gedung Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) di kawasan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (18/4/2023).

“Ya saya enggak bakal izinkan Once bawakan lagu Dewa 19. Semua pengarang lagu sudah sepakat, bahwa semuanya harus pakai izin. Tadi kan udah dibicarakan tadi di depan," kata Ahmad Dhani seperti dilansir Kompas.com.

Sebagai vokalis yang lekat dengan lagu-lagu Dewa 19, Once yang dalam berbagai kesempatan kerap diminta atau membawakan lagu-lagu Dewa 19 yang diciptakan oleh Dhani tentu saja tidak diuntungkan oleh larangan itu.

Namun seolah tak punya pilihan, dengan adanya larangan dari Dhani sebagai pencipta lagu, Once akhirnya menyatakan tidak akan membawakan lagu yang diciptakan Ahmad Dhani di Dewa 19, setidaknya dalam batas waktu yang belum ditentukan.

Sekalipun Once mengaku keputusannya itu merupakan keputusan pribadi, bukan bentuk penerapan hukum atau ketentuan yang berlaku.

Once rupanya punya alasan sendiri. Ia merujuk pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Pasal 23 ayat 5: “Setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial ciptaan dalam suatu pertunjukan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada pencipta dengan membayar imbalan kepada pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif”.

Meski tak menampik Once, argumen Dhani lebih bersandar pada pasal di atasnya, yakni Pasal 9 UU yang sama. Pasal 9 berbunyi, "Setiap orang yang tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta dilarang melakukan penggandaan dan/atau penggunaan secara komersial ciptaan."

"Nah artinya kalau si pencipta tidak mengizinkan, itu memang tidak boleh. 'Seizin' Pasal 9," kata Dhani.

Namun keduanya bersepakat bahwa sejatinya sebagai penyanyi, termasuk Once tidak punya kewajiban untuk membayar royalti. Karena yang berkewajiban membayarkan itu adalah penyelenggara kegiatan atau event organizer (EO) kepada pencipta atau pemegang hak cipta.

Selain itu, Dhani juga mengaku, sebenarnya bukan hanya soal hak cipta menjadi alasan dirinya melarang Once. Ia beralasan, pelarangan itu lebih terkait dengan kelangsungan rangkaian agenda konser Dewa 19 yang masih akan berlangsung hingga Desember 2023 nanti.

Mitigasi persoalan

Perseteruan seperti yang mengemuka antara Dhani dan Once mestinya ke depan sudah harus bisa diantisipasi, tak berujung polemik.

Penting untuk memastikan ekosistem ekonomi kreatif berjalan baik, terutama industri musik pada satu sisi, dan hak para pencipta lagu atau komposer pada sisi yang lain.

Pemerintah sejatinya telah melengkapi sandaran regulasi. Presiden RI Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik pada 30 Maret 2021 lalu.

Seperti yang tertulis di laman resmi Sekretariat Kabinet, diterbitkannya PP tersebut untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait terhadap hak ekonomi atas lagu dan/atau musik serta setiap orang yang melakukan penggunaan secara komersial lagu dan/atau musik.

Selain itu, juga untuk mengoptimalkan fungsi pengelolaan royalti hak cipta atas pemanfaatan ciptaan dan produk hak terkait di bidang lagu dan/atau musik.

“Setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial dengan membayar royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait melalui LMKN (Lembaga Manajemen Kolektif Nasional),” bunyi Pasal 3 ayat (1).

LMKN adalah lembaga yang memiliki kewenangan untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti serta mengelola kepentingan hak ekonomi pencipta dan pemilik hak terkait di bidang lagu dan/atau musik.

Sebagai lembaga pemerintah non APBN yang dibentuk oleh menteri berdasarkan undang-undang mengenai hak cipta, disebutkan dalam Pasal 18, LMKN merepresentasikan kepentingan pencipta dan pemilik hak terkait, yang terdiri atas LMKN pencipta dan LMKN pemilik hak terkait.

Selanjutnya, disebutkan dalam peraturan tersebut, bentuk layanan publik yang bersifat komersial yang harus membayar royalti meliputi seminar dan konferensi komersial; restoran, kafe, pub, bar, bistro, kelab malam, dan diskotik; konser musik; pesawat udara, bus, kereta api, dan kapal laut; serta pameran dan bazar.

Kemudian bioskop; nada tunggu telepon; bank dan kantor; pertokoan; pusat rekreasi; lembaga penyiaran televisi; lembaga penyiaran radio; hotel, kamar hotel, dan fasilitas hotel; dan usaha karaoke.

Dalam PP tersebut menyebutkan bahwa, setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial dengan mengajukan permohonan lisensi kepada pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait melalui LMKN.

Kemudian, setiap orang yang melakukan penggunaan secara komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial berdasarkan perjanjian lisensi tersebut membayar royalti melalui LMKN.

Disebutkan dalam PP itu, penggunaan secara komersial untuk suatu pertunjukan dapat menggunakan lagu dan/atau musik tanpa perjanjian lisensi dengan tetap membayar royalti melalui LMKN, yang dilakukan segera setelah penggunaan.

Penggunaan secara komersial lagu dan/atau musik pada usaha mikro diberikan keringanan tarif royalti yang ditetapkan oleh menteri.

Lebih lanjut disebutkan dalam PP, penarikan royalti dilakukan oleh LMKN untuk pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait yang telah menjadi anggota maupun belum menjadi anggota dari suatu LMK.

LMK adalah institusi yang diberi kuasa oleh pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan royalti. LMK ini berbentuk badan hukum nirlaba.

Dalam melakukan penghimpunan royalti, LMKN melakukan koordinasi dan menetapkan besaran royalti yang menjadi hak masing-masing LMK sesuai dengan kelaziman dalam praktik berdasarkan keadilan.

Seperti pada Pasal 14 menyebutkan, royalti yang telah dihimpun digunakan untuk tiga hal yaitu, didistribusikan kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait yang telah menjadi anggota LMK; dana operasional; dan dana cadangan.

Royalti didistribusikan berdasarkan laporan penggunaan data lagu dan/atau musik yang ada di SILM. Royalti tersebut didistribusikan kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait melalui LMK.

“Royalti untuk pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait yang tidak diketahui dan/atau belum menjadi anggota dari suatu LMK disimpan dan diumumkan oleh LMKN selama dua tahun untuk diketahui pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait,” ketentuan pada Pasal 15 ayat (1).

Apabila dalam jangka waktu tersebut pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait diketahui dan/atau telah menjadi anggota suatu LMK, maka royalti didistribusikan. Namun jika tidak diketahui dan/atau tidak menjadi anggota, royalti dapat digunakan sebagai dana cadangan.

“Dalam hal terjadi sengketa terkait ketidaksesuaian pendistribusian besaran royalti, pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait dapat menyampaikan kepada Dirjen untuk dilakukan penyelesaian secara mediasi,” disebutkan dalam peraturan ini.

Di bagian akhir PP disebutkan, dalam melaksanakan pengelolaan royalti, LMKN wajib melaksanakan audit keuangan dan audit kinerja yang dilaksanakan oleh akuntan publik paling sedikit satu tahun sekali dan diumumkan hasilnya kepada masyarakat.

Adapun setelah PP terbit, telah pula dikeluarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 9 Tahun 2022 Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik. Peraturan menteri ini sebagai sandaran teknis pelaksanaan PP.

Itu artinya, dalam kasus serupa Dhani dan Once ini, mestinya kedepan nanti penyelesaianya tidak lagi di ruang publik yang kerap hanya menonjolkan sensasi ketimbang esensi, tetapi menggunakan koridor aturan yang telah disediakan.

Musisi mestinya lebih menonjolkan karya dan menghibur bukan?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com