Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Saipul Jamil, KPI, dan Industri Televisi Indonesia

Kompas.com - 07/09/2021, 15:58 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Petisi itu berpijak dari kasus Saipul Jamil yang melakukan pencabulan di bawah umur dan rasuah di pengadilan. Hingga 7 September 2021, sudah lebih dari 454 ribu tanda tangan dibubuhkan.

Andai nantinya terkumpul 500 ribu tanda tangan, petisi ini akan menjadi salah satu petisi yang paling banyak ditanda tangani di Change.org.

Usai badai kecaman datang dari berbagai kalangan, seperti biasa, KPI baru merespons. KPI telah mengirimkan surat kepada 18 lembaga penyiaran terkait siaran pembebasan Saipul Jamil dari penjara.

KPI juga meminta agar seluruh lembaga penyiaran tidak melakukan amplifikasi dan glorifikasi serta membuat perayaan atas pembebasan Saipul Jamil.

Pernyataan resmi KPI ini baru “nongol” di laman KPI tanggal 6 September 2021, sementara pembebasan Saipul Jamil yang menghebohkan dan dielu-elukan televisi terjadi di tanggal 2 September 2021.

Baca juga: KPI Minta Lembaga Penyiaran Tidak Glorifikasi Kebebasan Saipul Jamil

Tidak kurang Mantan Komisioner KPI seperti Ezki Tri Rejeki Widianti dan Fajar Arifianto Isnugroho bersuara lantang soal kelambanan KPI di berbagai forum.

Harus diakui, KPI di era sekarang ini begitu lamban bereaksi ketika fasilitas dan sistem penggajian serta tunjangan untuk para komisioner KPI semakin membaik.

Berbeda dengan KPI periode-periode awal yang begitu “galak” dengan stasiun televisi swasta walau fasilitas masih seadanya dan “mendompleng” di kantor Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) di Kawasan Glodok, Jakarta dengan penggajian serta tunjangan yang minim.

Sayangnya, sosok seperti mendiang Victor Menayang dan Profesor sasa Djuarsa Senjaya yang pernah memimpin KPI telah tiada. Figur-figur seperti Dadang Rahmat Hidayat dan Profesor Judhariksawan telah berganti kepengurusan.

Bisa dipahami jiika KPI lamban dan terseok-seok karena di institusi KPI sendiri tengah terbelit kasus pelecehan seksual dan perundungan salah satu karyawannya yang diduga dilakukan beberapa karyawan KPI sendiri dan menyita perhatian publik.

Baca juga: Saat Bullying di KPI Disebut Hal Biasa dan Pelecehan Seksual Dimungkiri karena Tak Ada Bukti

 

KPI dan amanat undang-undang

Saya jadi teringat ucapan salah satu komisioner KPI di penghujung Agustus 2018. Menurutnya, KPI selalu disalahkan karena tidak menyensor program stasiun televisi yang dinilai tidak mendidik.

KPI memang tidak berwenang untuk menyensor tetapi menegur jika ada segmen atau konten yang tidak sesuai dengan aturan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran atau P3SPS.

P3SPS menjadi acuan bagi KPI dalam menjalankan pengawasan terhadap setiap program penyiaran selama 24 jam setiap hari.

Dalam pengawasannya, KPI melakukan verifikasi tayang dan monitoring program stasiun televisi dan radio berjejaring selama 24 jam. Jadi, kalau ada yang melanggar sesuai aturan P3SPS maka KPI berhak memberikan teguran

Mungkin para komisioner sangat sibuk bekerja di kantornya selama 24 jam sehingga abai melihat perayaan pembebasan Saipul Jamil. Teguran KPI berjarak hampir 4 x 24 jam dari acara yang diprotes masyarakat.

Sebagian kalangan mengatakan, sebaiknya KPI dibubarkan saja. Saya berpendapat, KPI tetap diperlukan asal benar-benar menjalankan tugas dan fungsinya seperti yang diamanatkan Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002.

Semangatnya, pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah publik harus dikelola oleh sebuah badan independen yang bebas dari campur tangan pemodal maupun kepentingan kekuasaan.

Sekali lagi, penyiaran merupakan ranah publik dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik.

Saat tontonan tak lagi jadi tuntunan, saat badan pengawas tak mampu membedakan mana tontonan dan tuntunan, itulah saatnya kita mematikan televisi kita. Selamanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com