Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Saipul Jamil, KPI, dan Industri Televisi Indonesia

Kompas.com - 07/09/2021, 15:58 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Siaran televisi merupakan salah satu media yang sangat ampuh dalam mendistribusikan informasi kepada khalayak secara serempak. Siaran televisi juga mempunyai daya jangkau yang luas dan mampu meniadakan batas wilayah geografis, sistem sosial, politik dan budaya dari pemirsanya.

Siaran televisi memiliki potensi untuk penetrasi dalam mempengaruhi sikap, kreativitas, motivasi, pandangan, gaya hidup, dan orientasi masyarakat. Bahkan, tidak kalah pentingnya, siaran televisi juga memiliki potensi untuk menyampaikan pesan-pesan pendidikan atau pembelajaran.

Mengangkat sosok Saipul Jamil tidak ubahnya memberi panggung dan mengubah tatanan moral. Para mantan terpidana perbuatan tercela mendapat panggung bak seorang bintang.

Baca juga: Permintaan Maaf Saipul Jamil Usai Dihujani Protes dan Kecaman

 

Saya khawatir di tengah longgarnya budaya menonton, penonton anak dan remaja bisa mendapat disinformasi soal contoh buruk dalam kehidupan lalu dipersepsikan menjadi tokoh panutan.

Stasiun televisi kita tidak ubahnya semacam bengkel ketok magic yang mengubah “predator” menjadi “super hero”. Ini yang tidak pernah dipikirkan oleh para pengelola stasiun televisi.

Eksposur Saipul Jamil yang begitu berlebihan menunjukkan bahwa program-program hiburan di televisi masih menjadi konten dominan. Fungsi hiburan di media televisi lebih menonjol dibandingkan fungsi informasi dan pendidikan.

Masalahnya, fungsi hiburan tidak dijalankan secara bertanggung jawab untuk kepentingan masyarakat. Masalah etika masih tetap jadi problem utama.

Pertimbangan ekonomis masih menjadi prioritas ketimbang perlindungan terhadap khalayak khusus seperti anak-anak dan remaja.

Siaran Saipul Jamil jelas memperlihatkan dengan telanjang kalau pengelola stasiun televisi tidak memahami hakikat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Siaran televisi yang ditujukan untuk memperkokoh intergrasi nasional, membina watak dan jati diri bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum hanyalah omong kosong belaka.

KPI telat merespons

Di saat Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telat merespons kasus Saipul Jamil, untunglah beberapa pekerja seni sudah terlebih dahulu bersuara keras.

Angga Sasongko mendukung gerakan melawan perayaan pelaku kejahatan seksual dan menghentikan distribusi film Nussa dan Keluarga Cemara ke stasiun televisi.

Baca juga: Saipul Jamil Muncul di TV, Angga Sasongko Pilih Hentikan Distribusi Film Nussa dan Keluarga Cemara dari TV

 

Angga pantas berang. Di saat pemirsa butuh tayangan yang mengajarkan kesantunan, televisi malah mementingkan acara yang jelas-jelas tidak mendidik.

Deddy Corbuzier, Ernest Prakasa, dan Kemal Palevi juga menyayangkan pula langkah stasiun televisi memberi panggung berlebihan untuk sosok yang merusak masa depan pemirsa anak dan remaja (Kompas.com, 06/09/2021).

Perlawanan terhadap stasiun televisi dan belum munculnya sikap tegas KPI, mendorong akun Let’s Talk And Enjoy menginisiasi petisi boikot Saipul Jamil dari televisi dan Youtube di laman Change.org sejak Jumat, 3 September 2021.

Halaman:

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com