Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Konspirasi Koes Plus Dipenjara demi Misi Operasi Kontra Intelijen, Yok Koeswoyo: Sekarang Saya Buka-bukaan

Yok Koeswoyo menyebut, Koes Plus yang saat itu masih bernama Koes Bersaudara sempat dimasukkan ke penjara di Glodok, Jakarta Barat pada 29 Juni 1965.

Ternyata, personel Koes Bersaudara yang dimasukkan ke penjara saat itu hanya rekayasa yang dilakukan pemerintah.

“Dulu kita tuh pura-pura dimasukkan ke penjara tiga bulan segala macam, tidak (dipenjara),” ucap Yok Koeswoyo seperti dikutip dari tayangan program Point of View yang dipandu Azizah Hanum, Selasa (10/10/2023).

Ada pun, maksud di balik penangkapan personel Koes Plus oleh rezim orde lama karena sebenarnya mereka hendak mendapat tugas kontra intelijen oleh pemerintahan Soekarno.

Operasi kontra intelijen itu merupakan bagian dari gerakan Soekarno yang tengah gencar melawan neo kolonialisme dan neo imperialisme, termasuk gerakan Ganyang Malaysia di dalamnya.

“Jadi dulu kami itu ikut KOTI Komando Operasi Tertinggi, Bung Karno itu tidak setuju dengan segala bentuk New Imperialisme, New Kolonialisme, lah karena kami sudah punya penggemar di Malaysia, Singapura, Filipina Selatan, kami sudah mau digunakan oleh bung Karno karena kami ada di dalam KOTI, jadi KOTI kami dipakai,” tutur Yok Koeswoyo.

Setelah dipenjara selama tiga bulan dan dibebaskan pada 27 September 1965, Yok Koeswoyo melihat banyak masyarakat beranggapan Bung Karno berseberangan dengan Koes Plus.

Padahal, kata Yok Koeswoyo tidaklah demikian faktanya.

“Di luar seolah-olah kami itu gini (berseberangan dengan Bung Karno), padahal enggak, kami itu di masukkan penjara karena kami mau diberi tugas,” ucap Yok Koeswoyo.

Yok Koeswoyo akhirnya memilih buka-bukaan akan rahasia ini karena sudah 50 tahun berlalu.

Diketahui, operasi kontra intelijen adalah operasi penggalian informasi secara khusus bersifat strategis dan taktis yang dilakukan untuk menggagalkan rencana musuh atau pihak yang berlawanan.

“Nah dulu kan kami di dalam KOTI waktu zaman Bung Karno, Komandan kami Kolonel Kusno, sekarang saya buka-bukaan saja, orang sudah 50 tahun yang lalu kok, enggak apa-apa, santai saja. Nah sekarang tinggal tugas generasi sekarang, mau jadi apa,” tutur Yok Koeswoyo.

Sementara itu, Yok Koeswoyo sendiri juga sempat membuat pengakuan dalam buku Kisah Dari Hati: Koes Plus Tonggak Industri Musik Indonesia karya Ais Suhana.

Dalam buku itu, Yok Koeswoyo menyebut tahun 1965 menjadi tahun yang paling berkesan bagi personel Koes Bersaudara, bukan karena dipenjara, melainkan karena rencana di balik penahanan personel Koes Bersaudara.

“Rencana negara mengirim kami ke Malaysia untuk mengintai langsung apakah orang Indonesia yang berada di sana atau orang Malaysia sendiri antipati kepada Indonesia,” ucap Yok Koeswoyo.

Namun, Yok Koeswoyo menyebut, misi negara terhadap Koes Plus tak berjalan sepenuhnya karena keburu terjadi geger politik saat peristiwa G30S pada 30 September 1965, selang tiga hari setelah personel Koes Bersaudara dibebaskan dari penjara Glodok.

“Dimasukkan penjara pura-pura tiga bulan, begitu kita keluar, tanggal 29, tanggal 30 September terjadi G30S, batal itu semua,” ucap Yok Koeswoyo.

Beberapa tahun setelahnya, Yok Koeswoyo mengaku personel Koes Plus tetap tutup mulut rapat-rapat menjaga tugas rahasia tersebut yang diberikan negara meski rezim telah berganti dari orde lama Soekarno menjadi orde baru Soeharto.

Kendati demikian, Yok Koeswoyo mengaku Koes Bersaudara yang sudah berganti nama menjadi Koes Plus kembali mendapat tugas serupa dari negara dengan berangkat ke Timor Leste.

“Zamannya Pak Harto kami masih (digunakan untuk operasi), tapi kami ini tutup mulut kalau kami ini ada bagian dari pemerintah, akhirnya kami ini dikirim ke Timor Leste agar menjadi bagian dari Indonesia, makanya waktu Timor Leste lepas dari Indonesia (tahun 1999) saya sakit hati,” ucap Yok Koeswoyo.

Koes Plus sendiri berangkat ke Timor Leste yang dulu bernama Timor Timur pada bulan November 1974. Koes Plus tampil dalam sebuah acara musik di Dili, yang kini menjadi ibu kota Timor Leste.

Keberangkatan Koes Plus disebut dalam misi rahasia yang diatur dalam Opsus atau operasi khusus.

Pemerintah Indonesia yang sudah dipimpin Soeharto saat itu menggunakan Koes Plus dengan popularitasnya untuk mengetahui bagaimana animo masyarakat Timor Leste yang pro integrasi ke Indonesia.

Beberapa sumber menyebutkan, setelah Koes Plus menggelar konser yang dihiasi kerusuhan itu, rombongan Koes Plus kemudian kembali ke Jakarta dengan selamat dan disambut Mayjen Ali Moertopo selaku petinggi intelijen sekaligus Opsus dan Menlu Adam Malik.

Ketua Partai Fretilin, Xavier Du Amaral sempat menyatakan membantah tudingan yang menyebut partainya menjadi biang keladi di balik kerusuhan konser Koes Plus itu.

Fakta lainnya, pada tanggal 5 Juli 1976, atau sekira 6 bulan setelah bergabungnya Timor Timur menjadi bagian dari Indonesia, Koes Plus mengeluarkan lagu berjudul "Da Silva" yang dipersembahkan untuk masyarakat Timor Timur.

Ada pun, pada kurun 1960-1965, Soekarno gencar mengampanyekan untuk merebut Irian (kini Papua) dari Belanda dan menentang pembentukan negara Federasi Malaysia oleh Inggris yang didukung Amerika Serikat.

Politik konfrontasi yang dilancarkan Presiden Soekarno terhadap Blok Barat yang dianggap ingin menghidupkan Neokolonialisme dan Neoimperialisme turut menyeret seniman dan musisi ke dalamnya.

Menurut pandangan Soekarno, popularitas irama rock n roll seperti yang dimainkan grup musik The Beatles asal Liverpool, Inggris, saat itu adalah wujud dari imperialisme budaya. Bahkan Soekarno mencibir musik ala The Beatles sebagai irama "ngak ngik ngok".

Ketidaksukaan Soekarno terhadap musik-musik ala Barat itu diungkapkan dalam pidato peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1959.

"Dan engkau, hei pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi; engkau yang tentunya anti-imperialisme ekonomi, engkau yang menentang imperialisme politik; kenapa di kalangan engkau banyak yang tidak menentang imperialisme kebudayaan? Kenapa di kalangan engkau banyak yang masih rock n roll, rock n roll-an, dansi- dansian ala cha-cha-cha, musik-musikan ala ngak-ngik-ngok, gila-gilaan, dan lain-lain sebagainya lagi? Kenapa di kalangan engkau banjak yang gemar membaca tulisan-tulisan dari luaran, yang nyata itu adalah imperialisme kebudayaan?" kata Soekarno.

Atas hal ini, Presiden Soekarno menerbitkan Surat Penetapan Presiden Nomor 11/1963 KUHP yang melarang musik-musik berbau Barat atau kebarat-baratan dibawakan.

Kemudian pada 14 Maret 1965, Koes Plus diberitakan membawakan tembang The Beatles di sebuah restoran di Bandara Kemayoran, Jakarta Pusat.

Koes Plus pun sempat dipanggil aparat dan diperiksa akibat menyanyikan lagu-lagu The Beatles. Saat itu mereka berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

Akan tetapi, menurut pemberitaan Harian Kompas pada 30 Juni 1965, dalam sebuah pagelaran di wilayah Jati Petamburan, Koes Plus kembali membawakan lagu-lagu The Beatles.

Hal ini lantas membuat Kejaksaan Tinggi/Istimewa Jakarta memanggil dan memeriksa kemudian menahan personel Koes Plus.

Meski dibebaskan, status hukum keempat personel Koes Plus saat itu masih bermasalah.

Koes Plus baru bisa bernapas lega setelah Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta memutuskan mendeponering (mengesampingkan) delik yang menjerat mereka pada 16 Mei 1966. Aparat juga mengembalikan seluruh peralatan musik yang disita dari Koes Plus.

Sebagai informasi, Koes Plus adalah band legendaris yang didirikan pada tahun 1968. Koes Plus sendiri sebelumnya bernama Koes Bersaudara.

Koes Bersaudara sendiri telah berdiri sejak tahun 1958, yang beranggotakan Jon Koeswoyo (Bass), Tonny Koeswoyo (gitar), Nomo Koeswoyo (drum), Yon Koeswoyo (vokal), dan Yok Koeswoyo (vokal).

Beberapa waktu kemudian pada tahun 1964 kakak tertua mereka Jon Koeswoyo yang telah berkeluarga pun mengundurkan diri, sehingga menyisakan empat personel kakak beradik yang dipimpin oleh Tonny Koeswoyo.

Pergantian nama dari Koes Bersaudara menjadi Koes Plus terjadi setelah Nomo Koeswoyo hengkang dan posisinya digantikan oleh Murry sebagai drummer.

Begitu banyak lagu hit dan masih eksis sampai sekarang yang diciptakan Koes Plus. Di antaranya “Kolam Susu,” “Andaikan Kau Datang,” “Bujangan,” “Buat Apa Susah,” “Why Do You Love Me,” dan masih banyak lainnya.

Sementara, saat ini, personel Koes Plus yang masih hidup tinggal lah Yok Koeswoyo.

Jon Koeswoyo telah berpulang pada 2 Desember 2022, Tonny Koeswoyo berpulang pada 27 Maret 1987, Nomo Koeswoyo pada 15 Maret 2023, dan Yon Koeswoyo pada 5 Januari 2018.

https://www.kompas.com/hype/read/2023/10/11/175253266/konspirasi-koes-plus-dipenjara-demi-misi-operasi-kontra-intelijen-yok

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke