Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Review Film Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings

Shang-Chi menjadi film pertama dari Marvel Cinematic Universe untuk membuka fase empat mereka setelah kesuksesan besar Infinity Saga.

Tak jauh berbeda dari Black Panther atau Iron Man, Shang-Chi menggerakkan ceritanya lewat konflik keluarga.

Dikisahkan ada 10 cincin, diubah formatnya oleh Marvel menjadi gelang, yang memberikan kekuatan super dan keabadian kepada pemiliknya.

Cincin tersebut akhirnya jatuh ke tangan Xu Wenwu (Tony Leung) dan mulai mengangkatnya menjadi salah satu orang paling ditakuti di dunia.

Sifat manusia yang serakah dan tak pernah puas mengantar Wenwu pada sebuah tempat legendaris bernama Ta-Lo yang gerbangnya dirahasiakan serta dijaga oleh Li (Fala Chen).

Ta-Lo pula yang akhirnya mempertemukan Wenwu dengan Li hingga akhirnya menikah, hidup damai, dan memiliki dua anak, Shang-Chi dan Xialing (Meng'er Zhang).

Singkat cerita kematian Li mengubah kehidupan keluarga Wenwu secara keseluruhan.

Shang-Chi pergi ke New York melarikan diri dari ayahnya yang kejam dan menjadi seorang tukang parkir valet bersama Katy (Awkwafina).

Kehidupan menyenangkan Shang-Chi seketika berubah saat anggota Ten Rings mulai mengetahui keberadaannya.

Ia pun harus kembali ke negeri asalnya untuk menyelamatkan Xialing yang juga mendapat ancaman dari anggota-anggota Ten Rings utusan sang ayah.

Destin Daniel Cretton selaku sutradara terbilang sukses dalam menggabungkan pemain Asia dan Amerika di film ini.

Tony Leung, Meng'er Zhang, Fala Chen, atau bahkan Michelle Yeoh tampil apik dan natural dengan porsinya masing-masing.

Meski tetap dianggap sebagai sebuah film produksi Hollywood, Destin Daniel Cretton juga tak melupakan 'rasa' Asia dari film Shang-Chi.

Sentuhan-sentuhan koreografi adegan-adegan pertarungan di film ini mengingatkan kita pada era kejayaan film-film Hongkong.

Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings bisa berbangga hati karena tokoh utamanya tak seketika mendapat kekuatan untuk menjadi seorang superhero.

Ia harus melewati perjalanan panjang dan berliku sebelum akhirnya bisa keluar dari rasa takut yang selama ini menyelimutinya.

Penampilan Simu Liu juga cukup menarik mengingat ini adalah film pertamanya sebagai superhero.

Duetnya bersama Awkwafina sering kali menjadi bumbu komedi yang memberikan kesegaran ketika jalan cerita mulai terasa membosankan.

Meski banyak nilai positifnya, Shang-Chi juga tak lepas dari beberapa kekurangan.

Kekurangan utama dari film ini ada pada durasi yang terlalu panjang, total mencapai 2 jam 12 menit.

Namun kekurangan ini sebenarnya masih bisa dimaklumi mengingat sutradara butuh memperkenalkan karakter dan dunia baru yang hadir di film Shang-Chi.

Selain itu, adegan peperangan kolosal juga seharusnya mendapat perhatian lebih dari Marvel Studios.

Peperangan kolosal yang seharusnya menjadi epik dan menarik justru terasa kurang memuaskan dengan koreografi dan hasil yang mudah ditebak.

Kendati demikian, visualisasi CGI Shang-Chi patut mendapat acungan jempol karena mampu memberikan adegan pertarungan sengit di akhir cerita.

Terlepas dari kekurangan dan kelebihannya, Shang-Chi membuka perspektif baru untuk masa depan Marvel Cinematic Universe.

Film ini membuktikan bahwa Marvel masih menyimpan segudang kejutan yang tak kalah menarik dari Infinity Saga.

Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings sudah bisa Anda saksikan di bioskop-bioskop sejak Rabu, 22 September 2021.

Pastikan Anda sudah divaksinasi dan memenuhi syarat-syarat tertentu untuk kembali menonton di bioskop.

https://www.kompas.com/hype/read/2021/09/24/212705766/review-film-shang-chi-and-the-legend-of-the-ten-rings

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke