Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Cuaca Ekstrem Bayangi Rencana Ekspedisi Trilogi Alpen oleh Pendaki Indonesia

ZERMATT, KOMPAS.com - Rencana matang para pendaki Indonesia dari Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung (Wanadri) dalam menempuh Ekspedisi Trilogi Alpen berjalan berantakan di tengah jalan.

Cuaca ekstrem yang melanda Eropa barat menjadi penyebab utamanya.

"Karena pertimbangan keselamatan, akhirnya beberapa jadwal kami sesuaikan," ujar Nurhuda, Ketua Tim Ekspedisi Trilogi Alpen Wanadri kepada Kompas.com pada Minggu (27/8/2023) petang.

Saat mendarat di Jenewa, Swiss, pada 22 Agustus 2023 lalu, Nurhuda bercerita, di Eropa Barat, khususnya Swiss sedang dilanda heatwave atau gelombang hangat dari Sahara.

Saat berada di Chamonix, desa di kaki Gunung Montblanc, gelombang panas sedang berada di puncaknya.

Freezing zone atau titik beku di Mont Blanc merayap hingga di ketinggian 5.200 mdpl.Salju meleleh, glasial juga berubah strukturnya.

"Crevasse (celah di antara dinding glasial) semakin lebar, bahkan banyak yang runtuh, dan ancaman batu longsor juga makin besar," imbuh Nurhuda.

Usaha Wanadri untuk naik Mont Blanc dari sisih Italia juga sama.

"Semua jalur pendakian Mont Blanc ditutup akibat cuaca yang panas," kata Nurhuda.

Dia mengaku mendapat informasi ada dua pendaki yang mengalami kecelakaan dan meninggal dunia di Mont Blanc, sehingga jalur pendakian ditutup karena dikhawatirkan berbahaya.

Empat pendaki Wanadri yang terdiri dari Muhammad Wahyudi, Iwan Irawan, Nurhuda, dan Muhammad Miftakhudin akhirnya memutuskan menunda pendakian Mont Blanc.

"Kalau satu atau dua hari ditutup, kami masih bisa tunggu di Chamonix. Tapi penutupan itu belum bisa dipastikan berapa lama, jadi kami akhirnya menunda Mont Blanc dan menuju Zermatt untuk pendakian berikutnya, puncak Matterhorn," jelasnya.

Mereka kemudian meninggalkan Chamonix dan menuju Zermatt, desa terdekat dengan Matterhorn.

Kurang beruntung, setelah panas mengerkah, cuaca berbalik haluan. Swiss kini dilanda hujan angin.

"Kami baru bisa paling cepat 28 Agustus menuju Hornlihütte, pondok utama untuk basecamp menuju Matterhorn," kata Nurhuda.

Jika tidak ada perubahan cuaca, mereka akan berangkat pagi untuk mendaki Matterhorn.

Sesuai aturan pendakian Matterhorn dari jalur normal di Swiss, pertama kali yang boleh berangkat adalah pendaki dengan guide Swiss, lalu pendaki dengan guide non Swiss, barulah terakhir pendaki tanpa guide seperti Wanadri.

"Tidak masalah bagi kami, di tengah jalan, kami bisa menyalip mereka," kata Nurhuda.

Untuk bisa sampai ke Hornlihütte, pendaki harus naik cable car dari Zermatt menuju Klein Matterhorn. Dari Klein Matterhorn harus berjalan beberapa jam untuk sampai Hornlihütte.

Ongkos cukup dalam harus dirogoh pendaki untuk biaya cable car dan menginap di Horlihuette.

"Mohon doa restu, semoga semua lancar," kata Nurhuda saat Tim Ekspedisi Trilogi Alpen Wanadri masih berada di Zermatt, Swiss.

Wanadri semula berencana secara berurutan mendaki Grandes Jorasses, Mont Blanc, Matterhornm dan terakhir Eiger North Face. Cuaca kurang bersahabat membuat mereka menunda Mont Blanc dan mendahulukan Matterhorn.

https://www.kompas.com/global/read/2023/08/28/202600470/cuaca-ekstrem-bayangi-rencana-ekspedisi-trilogi-alpen-oleh-pendaki

Terkini Lainnya

Biden dan Trump Sepakati Aturan Debat Pertama Pilpres AS 2024, Termasuk Tak Boleh Bawa Catatan

Biden dan Trump Sepakati Aturan Debat Pertama Pilpres AS 2024, Termasuk Tak Boleh Bawa Catatan

Global
1,5 Juta Jemaah Haji Serbu Padang Arafah untuk Wukuf di Tengah Cuaca Ekstrem

1,5 Juta Jemaah Haji Serbu Padang Arafah untuk Wukuf di Tengah Cuaca Ekstrem

Global
Jet Tempur Swedia Cegat Pesawat Militer Rusia yang Langgar Wilayah Udara

Jet Tempur Swedia Cegat Pesawat Militer Rusia yang Langgar Wilayah Udara

Global
Kamal Ismail, Arsitek yang Tolak Dibayar Usai Perluas Masjidil Haram dan Masjid Nabawi

Kamal Ismail, Arsitek yang Tolak Dibayar Usai Perluas Masjidil Haram dan Masjid Nabawi

Global
Penampilan Publik Perdana Kate Middleton sejak Didiagnosis Kanker

Penampilan Publik Perdana Kate Middleton sejak Didiagnosis Kanker

Global
Pejabat Hamas: Tak Ada yang Tahu Berapa Banyak Sandera Israel yang Masih Hidup

Pejabat Hamas: Tak Ada yang Tahu Berapa Banyak Sandera Israel yang Masih Hidup

Internasional
Tzav 9, Kelompok Warga Israel yang Rutin Blokir, Jarah, dan Bakar Bantuan untuk Gaza

Tzav 9, Kelompok Warga Israel yang Rutin Blokir, Jarah, dan Bakar Bantuan untuk Gaza

Global
Ukraina Serang Perbatasan, 5 Warga Rusia Tewas

Ukraina Serang Perbatasan, 5 Warga Rusia Tewas

Global
Korut Bangun Jalan dan Tembok di Zona Demiliterisasi

Korut Bangun Jalan dan Tembok di Zona Demiliterisasi

Global
Di Gaza Utara Bawang Sekilo Rp 1,1 Juta, Warga Pilih Makan Roti

Di Gaza Utara Bawang Sekilo Rp 1,1 Juta, Warga Pilih Makan Roti

Global
WHO: Pasien Flu Burung di Meksiko Meninggal karena Kondisi Lain

WHO: Pasien Flu Burung di Meksiko Meninggal karena Kondisi Lain

Global
Tak Terima Diremehkan, Wanita Ini Resign Lalu Kuliah Lagi, Kini Kembali Bekerja dengan Gaji 2 Kali Lipat

Tak Terima Diremehkan, Wanita Ini Resign Lalu Kuliah Lagi, Kini Kembali Bekerja dengan Gaji 2 Kali Lipat

Global
Rangkuman Hari Ke-842 Serangan Rusia ke Ukraina: Kiriman Paket Bantuan Militer Jerman | Ultimatum Putin Dibalas Zelensky

Rangkuman Hari Ke-842 Serangan Rusia ke Ukraina: Kiriman Paket Bantuan Militer Jerman | Ultimatum Putin Dibalas Zelensky

Global
1,5 Juta Lebih Jemaah Menuju Arafah untuk Prosesi Wukuf

1,5 Juta Lebih Jemaah Menuju Arafah untuk Prosesi Wukuf

Global
Militer AS Hancurkan Radar dan Drone Kapal Houthi

Militer AS Hancurkan Radar dan Drone Kapal Houthi

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke