Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pengakuan Keluarga Mahsa Amini: Dia Disiksa dan Dihina Sebelum Meninggal

TEHERAN, KOMPAS.com – Menurut pengakuan sepupu Mahsa Amini, Erfan Mortezaei, wanita muda berusia 22 tahun itu disiksa dan dihina sebelum meninggal.

Pengakuan tersebut disampaikan Mortezaei dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Sky News.

Dia meminta masyarakat internasional untuk meminta pertanggungjawaban rezim Iran atas kematian Mahsa Amini.

Mortezaei adalah anggota keluarga Mahsa Amini pertama yang berbicara kepada media Barat sejak kematian Mahsa Amini diumumkan pada 16 September.

Sebelum diumumkan meninggal, Mahsa Amini ditangkap polisi moral Iran di Teheran karena dianggap tidak menutupi kepalanya dengan benar pada 13 September.

Kematian Mahsa Amini memicu aksi protes besar dan merembet dengan cepat ke seluruh penjuru negeri, serta menarik perhatian internasional.

Kemarahan atas kematian Mahsa Amini meningkat menjadi beberapa demo serius di Iran, dengan puluhan orang tewas ketika pihak berwenang berusaha untuk menekan kerusuhan.

Mortezaei sendiri adalah seorang aktivis politik dan pejuang Peshmerga yang tinggal di Irak, dekat perbatasan Iran.

Berbicara kepada Sky News di Sulaymaniyah, wilayah Kurdi di Irak utara, Mortezaei menyampaikan bahwa Mahsa Amini awalnya berbelanja di Teheran dengan sejumlah kerabat termasuk saudara laki-lakinya, Ashkan.

Mortezaei mengatakan, rombongan Mahsa Amini tiba-tiba diadang oleh polisi moral, sebagaimana dilansir Sky News, Minggu (25/9/2022).

“Ketika mereka melihat Mahsa dan yang lainnya, mereka menyebut jilbabnya tidak benar. Ashkan mencoba menjelaskan kepada mereka bahwa mereka tidak berada di kota asal mereka, dan orang asing di Teheran, jadi tolong pertimbangkan itu dan mohon untuk tidak dibawa pergi,” kata Mortezaei.

“Petugas polisi menyemprotkan merica ke wajah Ashkan dan memaksa Mahsa masuk ke dalam van dan membawanya ke kantor polisi moral,” sambung Mortezaei.

Mortezaei menutukan, seorang saksi yang berada di dalam van telah memberi tahu keluarga apa yang terjadi selanjutnya.

Sesampainya di kantor polisi, Mahsa Amini mulai kehilangan penglihatannya dan pingsan. Dia kemudian dilarikan ke rumah sakit.

“Ada laporan dari rumah sakit Kasra (di Teheran) yang mengatakan secara efektif pada saat dia sampai di rumah sakit dia sudah meninggal dari sudut pandang medis. Dia menderita gegar otak akibat pukulan di kepala,” papar Mortezaei.

Pihak berwenang Iran kemudian menekan keluarga Mahsa Amini untuk tampil di TV Iran. Ada pula upaya untuk membungkam orang tua dan saudara laki-lakinya agar tidak berbicara.

Mortezaei mengatakan, Mahsa Amini tidak terlibat dalam politik, meskipun ada klaim yang dibuat di beberapa media yang didukung pemerintah Iran.

Ditanya tentang dampak kematian Nona Amini, Mortezaei menjawab, “kematian Mahsa menjadi pemicu gerakan protes ini di Iran dan Kurdistan.Mahsa adalah suara kemarahan rakyat Iran saat ini,” kata Mortezaei.

Mortezaei menyampaikan, pihak keluarganya meminta masyarakat internasional untuk datang membantu mereka dan memastikan bahwa rezim Iran bertanggung jawab atas kematian Mahsa Amini.

TV pemerintah Iran melaporkan, 26 pengunjuk rasa dan polisi telah tewas sejak kekerasan meletus akhir pekan lalu.

Sedangkan laporan lain menyebutkan jumlah korban tewas mencapai 41 jiwa.

Presiden Iran Ebrahim Raisi sebelumnya mengatakan bahwa Iran harus menangani mereka yang menentang keamanan dan ketenangan negara dengan tegas.

Mahsa Amini merupakan etnis Kurdi, kelompok minoritas di Iran yang sebagian besar tinggal di bagian barat negara itu.

Meski demikian, aksi demonstrasi di Iran saat ini tidak memandang etnis dan telah menyebar ke hampir setiap provinsi.

https://www.kompas.com/global/read/2022/09/26/113100570/pengakuan-keluarga-mahsa-amini--dia-disiksa-dan-dihina-sebelum-meninggal

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke