Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Alat Mata-mata AS untuk Uni Soviet Ini Kini Jadi Pemecah Misteri Ekologi

Melansir The New York Times, Selasa (5/1/2021), program satelit mata-mata yang direstui Presiden AS Eisenhower pada 1958 itu mengudara pertama kali pada 1960. Membawa 9 kilogram film, satelit tersebut memotret penampakan Soviet dari ketinggian 160 kilometer.

Dengan arsip hampir satu juta gambar, program itu berhasil mendeteksi situs rudal, kapal perang, pangkalan laut, dan basis-basis militer Soviet lainnya.

Ahli ekologi dari University of Winconsin Volker Radeloff mengatakan, satelit tersebut berhasil menghitung setiap roket yang ada di Uni Soviet. Menurutnya, hasil foto itu juga yang menjaga Perang Dingin tetap dingin.

Meski tergolong sukses, program multi-triliun dollar tersebut dirahasiakan dari publik. Barulah pada 1995, pemerintah membukanya dengan menilai kebermanfaatannya untuk ilmu lingkungan.

“Foto-foto seperti inilah yang membuat kejadian-kejadian sekarang tampak menarik bagi mereka yang mempelajari proses perubahan bumi,” ungkap Wakil Presiden Amerika Al Gore pada waktu itu.

Pernyataan itu pun diamini para ilmuwan. Dengan menggabungkan teknologi modern, ilmuwan dan arkeolog berhasil mengidentifikasi situs-situs kuno hingga menggambarkan bagaimana kawah bekas bom perang AS-Vietnam menjadi kolam ikan.

Tak hanya itu, foto-foto tersebut turut mengabadikan koloni penguin di Antartika, rumah-rumah rayap di Afrika, dan jalur penggembalaan ternak di Asia Tengah yang menunjukkan dinamisnya kehidupan makhluk-makhluk di bumi.

Para ahli pun mengeklaim foto itu turut memperjelas keadaan bumi pada awal abad ke-20. Hal ini membantu mereka memprediksi masa depan.

Ahli geografi dari University of Maryland Chengquan Huang mengatakan, ketika mendapatkan potret permukaan bumi sangat tua tersebut akan memengaruhi kemampuan pemodelan bumi pada masa depan.

Pada 2019, misalnya, ilmuan menganalisis foto-foto proyek Corona, peta historis, dan satelit modern untuk melacak ulang naik turunnya tepi Danau Phawe di Nepal. Hasilnya, peneliti mengestimasi 80 persen air danau dapat hilang dalam waktu 110 tahun.

Kabar itu pun menghantui nasib orang Nepal yang menggantungkan hidupnya pada sumber air Danau Phawe untuk pembangkit listrik, irigasi, hingga pariwisata.

Mesin waktu permukaan bumi

Lebih jauh, satelit proyek Corona ini bekerja layaknya mesin waktu. Sebab, foto-foto tersebut mengungkap lanskap-lanskap bersejarah yang sulit dikerjakan satelit masa kini.

Misalnya saja, satelit yang disebut Google Earth hitam putih ini menangkap pemandangan alam yang asri sebelum manusia secara dramatis memasuki dan akhirnya mendirikan kota-kota pada 1960-an.

Dalam lain hal, foto-foto tersebut juga menantang asumsi ilmuan tentang ekosistem yang tak tersentuh, misalnya prediksi usia hutan yang sudah tua sebenarnya mungkin kurang dari 70 tahun.

Pada 2013, Ahli Biologi Kevin Leempoel melacak ulang tepi batas mangrove di Zhanjiang Mangrove National Nature Reserve di selatan China. Penelitian ini menunjukkan lebih dari sepertiga permukaan mangrove menghilang dari 1967 sampai 2009 akibat aktivitas manusia.

“Dalam ekologi, kami hanya mempunyai data yang bagus pada 80-an atau 90-an. Perbedaan dengan masa kini tidak terlalu jauh. Tetapi, dibandingkan dengan seabad lalu, perbedaannya luar biasa besar,” ungkapnya.

Walau demikian, foto-foto dari proyek Corona baru digunakan 5 persen, jadi belum banyak dimanfaatkan.

Dengan adanya krisis iklim dan transformasi ekosistem global yang terjadi saat ini, hasil potret permukaan bumi itu pun menjadi sangat penting untuk mengungkap keadaan alam dari zaman dulu hingga yang akan datang.

https://www.kompas.com/global/read/2021/01/09/161920270/alat-mata-mata-as-untuk-uni-soviet-ini-kini-jadi-pemecah-misteri-ekologi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke