Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

[KALEIDOSKOP 2020] Konflik Iran-AS Kian Memanas, Kapan Akan Berakhir?

KOMPAS.com - Sejak Revolusi Iran pada 1979, Iran dan Amerika Serikat (AS) terus berseteru. Hubungan mereka di tahun 2020 ini juga semakin suram dengan AS melancarkan "serangan" berupa sanksi-sanksi yang kian melemahkan perekonomian "Negara Para Mullah" itu.

1. Pembunuhan Jenderal Qasem Soleimani

Perseteruan 2 negara memanas kembali di awal tahun setelah AS membunuh Jenderal Tertinggi Iran, Qasem Soleimani pada 3 Januari 2020.

Presiden Donald Trump memerintahkan pembunuhan itu melalui serangan udara di Irak. Melansir CNN, serangan tersebut dinilai para presiden AS sebelumnya sebagai tindakan yang terlalu provokatif.

Soleimani dilaporkan tewas bersama 2 pemimpin milisi Hashed Al Shaabi dan Abu Mahdi Al Muhandis di Bandara Internasional Baghdad, Irak.

Sebuah rekaman CCTV memperlihatkan detik-detik Jenderal Soleimani tewas diserang rudal AS.

Pentagon lalu mengeluarkan pernyataan tentang alasan pembunuhan terhadap Soleimani. Departemen Pertahanan AS itu mengatakan bahwa Soleimani "secara aktif telah merencanakan penyerangan para diplomat Amerika di Irak dan di seluruh wilayah".

Pernyataan itu juga mengungkapkan bahwa Soleimani telah mengatur dan menyetujui serangan di kedutaan AS.

Pembunuhan terhadap Soleimani dijadikan alasan AS untuk mencegah serangan Iran terhadap mereka di masa mendatang.

2. Iran balas dendam dengan rudal dan serangan siber

Kematian sang Jenderal yang juga seorang Komandan Pasukan Quds dari cabang Garda Revolusi Iran itu jelas membuat Iran murka dan bersumpah akan membalas dendam.

Dilansir dari BBC, jutaan orang di Iran menghadiri pemakaman Soleimani. Pada momen itu, orang-orang memekikkan seruan "Matilah AS dan Trump".

Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei mengumumkan tiga hari berkabung atas kematian Qasem Soleimani. "Dia mati syahid setelah upayanya yang tidak kenal lelah selama bertahun-tahun," ucap Khamenei dikutip AFP , Jumat, 3 Januari 2020.

Khamenei menyatakan, atas izin Tuhan, segala pekerjaan maupun langkah komandan Pasukan Quds yang berusia 62 tahun itu tidak akan sia-sia.

"Balas dendam yang sangat menyakitkan menunggu para kriminal yang telah menumpahkan darah para martir itu di tangan mereka," ancam Khamenei.

Tak lama, pimpinan Angkatan Udara Garda Revolusi Iran, Brigadir Jenderal Amir Ali Hajizadeh, mengatakan bahwa satu-satunya upaya balas dendam yang tepat atas pembunuhan Jenderal Qasem Soleimani adalah mengusir pasukan AS dari Timur Tengah.

Pernyataannya itu disampaikan sehari setelah Iran menembakkan rudal ke pangkalan yang menampung pasukan AS.

Serangan rudal itu merupakan tanggapan atas kematian Soleimani dalam serangan pesawat tak berawak AS di Baghdad, Irak.

Dua markas AS yang menjadi sasaran rudal adalah Pangkalan Udara Ain Al Assad pada pukul 01:45 dan markas militer di Irbil pada pukul 02:15.

Iran mengeklaim serangan tersebut telah menewaskan 80 orang Amerika dan merusak sejumlah perlatan perang, seperti helikopter, pesawat nirawak, dan sejumlah peralatan lainnya.

Selain itu, Iran juga telah mengidentifikasi setidaknya 140 target milik AS dan sekutunya termasuk telah meluncurkan serangan siber yang diklaim telah melumpuhkan sistem AS dalam melacak rudal selama serangan.

Serangan siber tersebut dilakukan pada Sabtu, 4 Januari 2020. Peretas asal Iran berhasil meretas Program Perpustakaan Penyimpanan Federal AS.

Mereka memanipulasi foto presiden Trump dan menuliskan pesan ancaman:

"Mati syahid adalah ganjaran (Soleimani) selama bertahun-tahun upaya kerasnya. Dengan kepergiannya dan dengan kekuatan Tuhan, pekerjaan dan jalannya tak akan berhenti dan balas dendam yang besar menanti para kriminal yang telah menodai tangan kotor mereka dengan darah Soleimani dan darah para syahid lain dari kejadian tadi malam."

Akibat serangan siber itu, presiden Trump melalui Twitter-nya mengatakan bahwa AS akan menyerang balik Iran lebih keras jika Iran kembali menyerang Amerika.

3. Respons AS setelah diserang

"All is Well! Rudal diluncurkan dari Iran dan mengenai dua pangkalan militer yang berlokasi di Irak," tulis presiden AS Donald Trump di akun Twitter-nya, mengabarkan bahwa kondisi pasca serangan baik-baik saja.

Trump juga menyombongkan dengan tegas bahwa AS punya peralatan militer paling canggih dan terbaik di dunia meski rekan terdekat Trump, Senator Lindsey Graham menyebut serangan itu sebagai salah satu tindakan perang.

Terkait dengan dampak serangan itu, AS mengklaim bahwa tidak ada kontingen mereka yang terluka. Dalam keterangan resminya, Pentagon mengatakan bahwa mereka sudah bersiaga beberapa hari sebelumnya.

4. Sanksi-sanksi AS terhadap Iran

Sejak Iran membalas kematian Soleimani, AS melalui jumpa pers yang digelar presiden Trump menyatakan bahwa tidak ada serangan balasan demi menghindari kemungkinan perang dengan Iran.

Sebagai gantinya, tekanan kepada Iran pun diberikan melalui sanksi baru. Dikutip AFP, 10 Januari 2020, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin menerangkan, "Hukuman ini berarti kami bisa memotong miliaran dollar dukungan kepada rezim itu."

Mnuchin menjelaskan, embargo tersebut bakal menyasar industri baja Teheran, dan menargetkan juga setidaknya delapan pejabat negara.

Menteri Luar Negeri Mike Pompeo menerangkan, Iran bakal kehilangan pendapatan hingga 80 persen karena hukuman mereka.

"Selama mereka terus melanjutkan perbuatan yang melanggar hukum, maka kami akan terus menekan mereka," jelas Pompeo di Gedung Putih.

Di antara para pejabat yang disanksi, terdapat Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Ali Shamkhani.

Wakil Kepala Staf Gabungan Mohammad Reza Ashtiani, serta pemimpin milisi Basij yang setia kepada Teheran, Gholamreza Soleimani.

Kemudian, sebanyak 17 perusahaan di sektor pertambangan dan baja masuk ke dalam sanksi yang disiapkan oleh Washington.

Sanksi itu juga disebut menyasar tiga entitas yang berbasis di China dan Seychelles, termasuk kapal yang terlibat dalam transaksi baja Iran.

5. Iran bergulat dengan sanksi AS dan pandemi virus corona

Mengutip Reuters, Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif mengatakan, perang Iran melawan virus corona sangat terhambat oleh sanksi AS.

"Sanksi AS menghambat penjualan obat-obatan, pasokan medis dan barang kemanusiaan," tulis Zarif, dikutip dari Al Monitor.

Iran sebelumnya juga telah meminta dana sebesar 5 miliar dollar AS kepada IMF untuk mengatasi wabah Covid-19.

Meski begitu, sanksi AS bukannya berkurang malah justru bertambah. Pada September lalu, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa AS menjatuhkan sanksi baru lainnya kepada Iran.

AS memberikan sanksi pada Hakim Seyyed Mahmoud Sadati, Hakim Mohammad Soltani, Cabang 1 Pengadilan Revolusi Shiraz, serta Penjara Adel Abad, Orumiyeh, dan Vakilabad.

Perwakilan Khusus AS untuk Iran dan Venezuela, Elliott Abrams mengatakan sanksi tersebut ditujukan kepada hakim yang menghukum mati pegulat Iran Navid Afkari.

Pompeo mengatakan bahwa Sadati, hakim Cabang 1 Pengadilan Revolusi Shiraz, dilaporkan mengawal salah satu persidangan Afkari.

Pegulat Iran Afkari dieksekusi pada awal bulan September setelah dihukum karena melakukan penikaman fatal terhadap seorang penjaga keamanan selama protes anti-pemerintah pada 2018.

Iran yang kewalahan akibat embargo meminta seluruh dunia bersatu melawan AS.

"Kami berharap masyarakat internasional dan semua negara di dunia melawan tindakan sembrono oleh rezim di Gedung Putih, dan berbicara dengan satu suara," kata Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Saeed Khatibzadeh pada jumpa pers di Teheran.

6. Terbunuhnya ilmuwan nuklir terkemuka Iran, Israel dan AS diduga sebagai dalangnya

Pembunuhan terhadap Soleimani masih begitu membekas bagi petinggi Iran, dan seakan tak cukup, kematian salah satu ilmuwan nuklir terkemuka mereka, Mohsen Fakhrizadeh, juga menjadi pukulan telak.

Fakhrizadeh, sang ilmuwan nuklir top tewas dalam serangan yang menargetkannya di dalam mobil pada Jumat, 27 November 2020. 

Melansir AFP, Wakil Komandan Garda Revolusi Iran, Laksamana Muda Ali Fadavi, pada awal Desember mengatakan kepada media lokal Iran, Mehr News tentang bagaimana Fakhrizadeh dieksekusi.

Fadavi mengatakan Fakhrizadeh dibunuh dengan satelit yang memiliki kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI).

Dia menambahkan bahwa senapan mesin awalnya “memperbesar” wajah Fakhrizadeh lalu mengirim sinyal kepada satelit.

Satelit dengan AI tersebut akhirnya mengirim sinyal kembali kepada senapan mesin itu untuk menembakkan 13 peluru.

Senapan mesin itu sendiri dipasang pada pikap Nissan dan hanya terfokus pada wajah Fakhrizadeh sedemikian rupa.

Sehari usai insiden fatal itu, Presiden Iran Hassan Rouhani menuduh Israel sebagai tentara bayaran dengan AS sebagai dalangnya.

Melansir AFP, Rouhani mengatakan, "Sekali lagi, tangan jahat dari arogansi global dengan rezim Zionis, sebagai tentara bayaran, telah ternoda dengan darah putra bangsa ini."

Pasca kematian Fakhrizadeh, sebuah opini keras di media Kayhan muncul pada Minggu, 29 November 2020 yang menyarankan agar pemerintah Iran menyerang pelabuhan Haifa, Israel.

Serangan itu dianggap perlu apabila Israel terbukti melakukan serangan terhadap Fakhrizadeh. Pemerintah Iran diharapkan agar menyerang fasilitas tersebut agar menimbulkan banyak korban jiwa.

Tak lama berselang, pada awal Desember ini, beberapa detail baru mengenai fakta pembunuhan Fakhrizadeh pun terkuak. Badan intelijen Israel, Mossad dituduh atas pembunuhan tersebut.

Sebanyak 62 orang termasuk penembak jitu dan pengendara sepeda motor bersenjata api dan bom diduga terlibat dalam eksekusi terhadap Fakhrizadeh.

7. Kapan ketegangan konflik Iran-AS menurun?

Dengan terpilihnya Joe Biden sebagai presiden Amerika Serikat selanjutnya, kemungkinan besar ketegangan Iran-AS menurun cukup besar.

Hal ini bisa dilihat dari rencana Biden yang ingin menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran, setelah sebelumnya dicederai oleh AS di bawah kepemimpinan Trump pada 2018.

Sejak awal pencalonannya sebagai kandidat presiden, Biden telah menyeru kepada pemerintah AS untuk menghapus sanksi terhadap Iran di tengah pergolakan negara itu melawan Covid-19.

Melansir AFP, pada awal Maret Biden sempat mengungkapkan bahwa pemerintah AS harusnya menyiapkan saluran khusus bagi bank dan perusahaan lain agar dapat beroperasi di Iran dan mengeluarkan izin untuk perdagangan obat-obatan serta alat kesehatan.

Jika Iran tidak bersikeras menolak tawaran Biden yang mungkin akan menerapkan rencananya melakukan normalisasi melalui kesepakatan nuklir, ketegangan AS-Iran bisa jadi menurun.

Namun, jika sebaliknya, konflik Iran-AS dapat dipastikan menemui jalan buntu dan atau, lebih parah lagi meningkat, sementara kasus infeksi dan kematian akibat Covid-19 di Iran juga tak dapat dikendalikan.

Dilengkapi dari berbagai tulisan yang ditayangkan jurnalis Kompas.com; Ardi Priyatno Utomo, Ahmad Naufal Dzulfaroh, Aditya Jaya Iswara, Shintaloka Pradita Sicca, Danur Lambang Pristiandaru.

https://www.kompas.com/global/read/2020/12/16/060000570/-kaleidoskop-2020-konflik-iran-as-kian-memanas-kapan-akan-berakhir-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke