Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Semakin Ditekan Demonstran, PM Thailand Panggil Kembali Parlemen

Puluhan ribu orang, didominasi kaum muda, turun ke jalan dalam sepekan terakhir. Menentang aturan darurat yang diteken oleh pemerintah.

Dalam aturan itu, pertemuan yang dihadiri lebih dari lima orang ditangkap, dengan kepolisian menahan para aktivis yang memimpin gerakan.

Pada Minggu (18/10/2020), polisi menerangkan 20.000 orang tumpah di jalanan Bangkok, meski aktivis dan media Thailand memberitakan jumlahnya jauh lebih besar.

Di tengah persiapan massa untuk turun Senin (19/10/2020), PM Prayut Chan-O-Cha memanggil lagi parlemen yang tengah reses untuk mendiskusikan meredakan ketegangan.

"Kami mendukung adanya sidang khusus untuk menyelesaikan konflik ini," jelas Prayut kepada awak media sebagaimana diberitakan AFP.

Pemimpin kudeta militer pada 2014 itu memperingatkan massa agar tak melanggar hukum dan damai. "Pemerintah sabar dalam batas tertentu," ujar dia.

Pengunjuk rasa yang tak mempunyai pemimpin itu dalam sepekan terakhir tak hanya menyerukan agar Prayut mengundurkan diri.

Mereka juga mendesak konstitusi berbasis militer yang disahkan pada tahun lalu, dan dianggap menguntungkannya dalam pemilu.

Tapi yang paling kontroversial adalah ketika demonstran menyerukan agar diadakan reformasi terhadap kerajaan yang sangat kaya dan kuat itu.

Mereka ingin penghapusan hukum lese-majeste, yang melindungi Raja Thailand dari kritik dengan menangkap dan memenjarakan pengkritiknya.

Massa juga meminta agar dilakukan transparansi terhadap keuangan kerajaan, serta raja diminta untuk menjauh dari politik.

"Lindungi monarki"

Seruan itu mendapatkan momentum pada Juli. Namun meningkat tajam di pekan lalu, setelah sekelompok pengunjuk rasa iring-iringan kerajaan.

Mereka menunjukkan salam tiga jari, lambang demokrasi yang diambil dari film Hunger Games, kepada permaisuri raja, Ratu Suthida.

Dua aktivis dihadapkan pada tuduhan "membahayakan ratu", dan terancam mendapatkan penjara seumur hidup jika mereka terbukti bersalah.

Konfrontasi meningkat pada Jumat (16/10/2020) setelah polisi anti huru-hara menembakkan meriam air ke pengunjuk rasa, menimbulkan kemarahan banyak pihak.

PM Thailand berusia 66 tahun tersebut memperingatkan bahwa pemerintah bakal melindungi kerajaan. "Ini adalah tugas semua warga Thailand," tegasnya.

Ancaman dari otoritas makin kentara setelah Kementerian Ekonomi Digital dan Masyarakat menyatakan ada 325.000 pesan di media sosial yang melanggar UU Kejahatan Komputer.

Polisi juga melontarkan ancaman kepada jurnalis bahwa berita mereka bakal dianggap ilegal jika pemberitaan mereka dianggap menguntungkan pengunjuk rasa.

Massa pun menyikapinya dengan menaikkan tagar #SaveFreePress di media sosial "Negeri Gajah Putih" untuk menggalang aksi mereka.

Selain itu, mereka juga mengadopsi gaya berdemo Hong Kong pada tahun lalu, di mana mereka mengenakan pakaian pelindung jika berhadapan dengan aparat.

https://www.kompas.com/global/read/2020/10/19/174317270/semakin-ditekan-demonstran-pm-thailand-panggil-kembali-parlemen

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke