Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hardiknas, Disdik Banyumas dan GSM Dorong Munculnya Guru yang Dirindukan Siswa

KOMPAS.com - Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah menggandeng Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) menggelar Seminar Nasional “Optimalisasi Potensi Murid melalui Pembelajaran Diferensiasi menuju Sekolah Menyenangkan” pada 11 Mei 2024.

Acara yang digelar memperingati Hari Pendidikan Nasional ini bertujuan mendorong transformasi pendidikan nasional yang memanusiakan melalui pendekatan berbasis komunitas.

Seminar nasional diikuti 1.200 guru jenjang PAUD, SD, hingga SMP.

Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kab. Banyumas, Joko Wiyono berharap kegiatan ini dapat memantik dampak positif, sejalan dengan harapan Gerakan Sekolah Menyenangkan, melahirkan guru yang dirindu siswa.

“Saya ingin guru-guru bisa menjadi sahabat, teman diskusi yang menyenangkan, menceriakan, dan dirindukan oleh anak-anak kita. Sebab, guru adalah garda terdepan bagi kemajuan sebuah bangsa,” jelas Joko (12/5/2024).

Sejalan hal itu, Founder GSM, Muhammad Nur Rizal, menjelaskan pembelajaran diferensiasi terhadap murid kerap dimaknai guru secara keliru. Pembelajaran difrensiasi masih sering dianggap sebagai metodologi belaka, bukan filosofi beresensi.

"Alhasil, rumusan yang semula merupakan solusi, malah menjadi beban pekerjaan baru," ungkap Rizal.

Lebih jauh Rizal menawarkan sebuah filosofi pendidikan, berupa pembelajaran diferensiasi.

Dia meyakini setiap anak memiliki potensi dan minat masing-masing diperlukan pendekatan berbeda bagi tiap anak agar bakatnya dapat dikembangkan secara sempurna.

Rizal menganalogikan hubungan guru dan murid layaknya koneksi orangtua terhadap anak.

“Kenapa orangtua bisa menangani anaknya yang berbeda-beda? Kenapa? Karena punya hati dan cinta kasih. Ketika anaknya nakalnya kayak apapun, diberi kesempatan untuk terus tumbuh dan berkembang karena cintanya kepada anak. Caranya, akhirnya, beda,” tegas Rizal.

Penekanan atas diferensiasi pendekatan untuk murid sebagai filosofi pendidikan yang dilakukan Rizal bukanlah tanpa alasan.

Dia menyayangkan konsep tersebut yang seringkali disalahartikan dan dianggap sebagai metodologi belaka yang kerap usang dimakan waktu akibat timbulnya kesan “memberatkan”.

"Menjadikan pembelajaran diferensiasi sebagai filosofi, alih-alih metodologi dapat membuatnya lebih mudah untuk diresapi oleh para guru dan tetap tinggal sebagai ruh pendidikan Indonesia, meski program dan sistem dalam bentuk kurikulum terus berganti," jelasnya.

Rizal menyampaikan, sudah bukan lagi waktunya perwujudan diferensiasi di dalam pendidikan hanya sebatas formalitas.

"Dibutuhkan kesungguhan dengan pola pikir bahwa pedagogi pendidikan kita harus dapat mengeluarkan passion dan potensi bawaan lahiriah setiap individu yang berbeda-beda, sekaligus relevan dengan lingkungan sekitar," tegasnya.

Dia melanjutkan, "inilah wujud dari pendidikan berkebudayaan, sehingga pemaknaan dan penerjemahan kurikulum akan fleksibel, disesuaikan dengan kultur setempat. Filosofi ini harus melekat pada diri guru, birokrat pendidikan, dan pemangku kepentingan pendidikan lainnya."

Pendidikan berkebudayaan akan membuat guru menjadikan alam dan kehidupan nyata sebagai laboratorium belajar dan membangun sinergitas belajar antar dalam dan luar kelas, sehingga pembelajarannya dapat melampaui sekat-sekat mata pelajaran.

Jika demikian, maka pendidikan akan membebaskan guru dan murid, menyadarkan mereka dari kondisinya yang tidak ideal, lalu, berani berkreasi untuk menciptakan inovasi, gagasan, dan aksi yang berdampak bagi kebaikan bersama.

"Lantas, akan terbangun spirit “ad maiora natus sum” (mengutip Santo Aloysius Gonzaga) di dalam jiwa anak-anak, bahwa kita dilahirkan untuk hal-hal yang lebih besar dari diri kita sendiri," ujar Rizal.

Selaras dengan harapan Kadisdik Kab. Banyumas Joko Wiyono yang menginginkan guru menjadi sahabat dari murid, Rizal menyampaikan kenyamanan dan rasa aman akan tercipta dalam proses belajar mengajar apabila setiap dialog, interaksi, dan refleksi guru dan murid didasarkan rasa cinta.

"Tak ubahnya analogi hubungan antara orangtua dengan anaknya," tegas Rizal lagi.

Saat menutup rangkaian pembicaraanya, Rizal mengutip Soekarno yang menyematkan predikat istimewa dan suci kepada seluruh guru, tak terkecuali kepada 1.200 yang hadir pada seminar tersebut.

“Rasul Peradaban”, istilah tersebut dilontarkan Rizal bagi guru sebagai sosok-sosok pengemban tugas mulia.

“Demokrasi bisa saja hancur, kejujuran bisa saja terlupakan atau tiada, tetapi selama masih ada guru, maka peradaban tidak pernah akan hancur karena guru adalah sang Rasul Peradaban,” tutup Rizal.

https://www.kompas.com/edu/read/2024/05/12/171413571/hardiknas-disdik-banyumas-dan-gsm-dorong-munculnya-guru-yang-dirindukan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke