Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah Universitas Boston Membuat Strain Covid-19 yang Mematikan?

Kompas.com - 21/10/2022, 14:04 WIB
Tim Cek Fakta

Penulis

KOMPAS.com - Unggahan di media sosial menarasikan bahwa ilmuwan di Universitas Boston, Massachusetts, Amerika Serikat (AS), telah mengembangkan strain Covid-19 yang lebih mematikan.

Konten tersebut berupa tangkapan layar sebuah pemberitaan kemudian disebar di Instagram

Dalam unggahan itu disebutkan bahwa strain tersebut dapat menyebabkan tingkat kematian hingga 80 persen.

Strain ini diklaim kurang mematikan dari yang pertama kali terdeteksi di Wuhan, China, namun lebih mematikan daripada varian Omicron.

Lantas, bagaimana faktanya? Benarkah Universitas Boston mengembangkan strain virus baru yang lebih mematikan?

Dilansir dari Politifact, Kamis (20/10/2022), pracetak studi yang dijadikan rujukan narasi tersebut sebenarnya belum mendapat tinjauan dari rekan sejawat.

Studi itu memeriksa protein spike pada SARS-CoV-2 varian Omicron (BA.1).

Para peneliti ingin mengetahui apakah virus itu benar-benar tidak lebih berbahaya dari varian lainnya. Sederhananya, karena itu tidak menginfeksi sel yang sama dari strain awal.

Untuk melakukannya, mereka perlu menambah spike protein dari Omicron kepada strain virus SARS-CoV-2 untuk membuat strain baru yang disebut Omi-S.

Kemudian, mereka membandingkan efek dari strain baru virus, strain awal, dan strain Omicron pada tikus yang terinfeksi.

Hasilnya, semua tikus yang terinfeksi strain awal mati. Semua tikus yang terinfeksi Omicron selamat. Kemudian, 80 persen tikus yang terinfeksi Omi-S mati.

Kesimpulannya, tingkat keparahan yang lebih rendah dari omicron tidak terkait dengan mutasi protein lonjakan. Penelitian lebih lanjut juga masih diperlukan.

Direktur NEIDL dan ahli mikrobiologi Universitas Boston, Ronald B Corley mengatakan, tikus yang digunakan adalah jenis tikus tertentu yang sangat rentan.

Klarifikasi Universitas Boston

Hasil penelitian Universitas Boston dikutip secara keliru oleh Daily Mail yang menyebut bahwa strain baru yang dibuat memiliki tingkat kematian 80 persen.

Melalui laman resminya, Universitas Boston menerbitkan klarifikasi pada Senin (17/10/2022).

Pihaknya membantah sebaran narasi yang menuding bahwa Omi-S merupakan strain baru yang sedang mereka kembangkan.

Corley menjamin keamanan penelitian pathogen yang mereka lakukan. Adapun virus buatannya kini sama sekali sudah tidak ada di laboratorium.

"Seluruh tujuan kami adalah untuk kesehatan masyarakat. Dan penelitian ini adalah bagian dari itu, menemukan bagian mana dari virus yang menyebabkan penyakit parah. Jika kita dapat memahaminya, maka kita dapat mengembangkan alat yang kita butuhkan untuk mengembangkan terapi yang lebih baik," jelas Corley.

Hal senada disampaikan oleh salah satu dari penulis utama studi tersebut, Mohsan Saeed.

“Konsisten dengan penelitian yang diterbitkan oleh orang lain, karya ini menunjukkan bahwa bukan protein lonjakan yang mendorong patogenisitas Omicron, melainkan protein virus lainnya. Penentuan protein tersebut akan mengarah pada diagnosa dan strategi manajemen penyakit yang lebih baik,” jelas Saeed.

Soal pembuatan strain baru

Gejala yang ditimbulkan varian Omicron umumnya lebih ringan dibanding virus awalnya. CDC melaporkan, gejalanya tidak terlalu parah dan lebih sedikit kematian.

Ahli virologi di University Texas A&M, Benjamin Neuman berpendapat bahwa para kritikus secara tidak adil berfokus pada kematian virus hibrida tanpa membandingkannya dengan jenis aslinya.

AP News, Kamis (20/10/2022) melaporkan, beberapa kritikus mengeklaim penelitian tersebut merupakan penelitian "meningkatkan fungsi" yang memiliki potensi risiko.

Istilah ini mengacu pada eksperimen ilmiah yang memberi organisme properti baru atau meningkatkan yang sudah ada.

Dalam kasus virus seperti Covid-19, eksperimen bisa membuat virus lebih mematikan atau memberinya kemampuan untuk menularkan ke spesies lain.

Universitas Boston berpendapat bahwa pekerjaan itu tidak membuat jenis Covid-19 sesungguhnya yang lebih berbahaya, melainkan menciptakan yang kurang berbahaya.

Direktur penelitian di Pusat Inovasi dalam Kesehatan Global Universitas Stanford, Steven Luby berpendapat, studi itu harus dianggap sebagai eksperimen.

Universitas Boston mengatakan penelitian tersebut telah ditinjau dan disetujui oleh Komisi Kesehatan Masyarakat Boston dan komite keamanan hayati institusi universitas, yang terdiri dari ilmuwan dan anggota masyarakat setempat.

Penelitiannya juga dilakukan di fasilitas biosafety-level 3 yang dilengkapi dengan teknologi dekontaminasi, pintu yang terkunci dan perlindungan lainnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[HOAKS] Pesan Berantai soal Whatsapp Gold dan Video Martinelli

[HOAKS] Pesan Berantai soal Whatsapp Gold dan Video Martinelli

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Iptu Rudiana Ditetapkan Tersangka Kasus Pembunuhan Vina

[HOAKS] Iptu Rudiana Ditetapkan Tersangka Kasus Pembunuhan Vina

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Video Erupsi Gunung Ruang, Bukan Anak Krakatau

[KLARIFIKASI] Video Erupsi Gunung Ruang, Bukan Anak Krakatau

Hoaks atau Fakta
Sejarah Kepulauan Falkland yang Diperebutkan Inggris dan Argentina

Sejarah Kepulauan Falkland yang Diperebutkan Inggris dan Argentina

Sejarah dan Fakta
[HOAKS] PSSI Putuskan Timnas Tidak Akan Ikut Piala AFF

[HOAKS] PSSI Putuskan Timnas Tidak Akan Ikut Piala AFF

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Hoaks Lingkaran Merah pada Tabung Gas Elpiji 3 Kg Tanda Keamanan, Cek Faktanya

INFOGRAFIK: Hoaks Lingkaran Merah pada Tabung Gas Elpiji 3 Kg Tanda Keamanan, Cek Faktanya

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Pengibaran Bendera Palestina di Milan Bukan Dilakukan Menteri Italia

INFOGRAFIK: Pengibaran Bendera Palestina di Milan Bukan Dilakukan Menteri Italia

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Foto Zelensky dan Istrinya Berpose dengan Tumpukan Uang

[HOAKS] Foto Zelensky dan Istrinya Berpose dengan Tumpukan Uang

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Hoaks! Menag Minta Masyarakat Ikhlaskan Dana Haji untuk IKN

[VIDEO] Hoaks! Menag Minta Masyarakat Ikhlaskan Dana Haji untuk IKN

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Erupsi Gunung Tangkuban Parahu pada 11 Juni

[HOAKS] Erupsi Gunung Tangkuban Parahu pada 11 Juni

Hoaks atau Fakta
Kilas Balik Kecelakaan Pesawat Garuda DC-10 di Jepang pada 1996

Kilas Balik Kecelakaan Pesawat Garuda DC-10 di Jepang pada 1996

Sejarah dan Fakta
[KLARIFIKASI] Patung Lilin Paus Yohanes Paulus II, Bukan Jenazah yang Masih Utuh

[KLARIFIKASI] Patung Lilin Paus Yohanes Paulus II, Bukan Jenazah yang Masih Utuh

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Shah Rukh Khan Meninggal Dunia

[HOAKS] Shah Rukh Khan Meninggal Dunia

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Konten Satire soal Elon Musk Luncurkan Ponsel Pesaing iPhone

[KLARIFIKASI] Konten Satire soal Elon Musk Luncurkan Ponsel Pesaing iPhone

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Konten soal Khasiat Daun Calincing Gunakan Gambar Keliru

[KLARIFIKASI] Konten soal Khasiat Daun Calincing Gunakan Gambar Keliru

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com