KOMPAS.com - Turnamen bulu tangkis All England segera berlangsung di Arena Birmingham, Inggris, pada 16-20 Maret 2022.
All England 2022 menjadi pertaruhan gengsi bagi para pebulu tangkis dunia. Sebab, tak semua pemain memiliki kesempatan bertanding di salah satu turnamen Level 2 itu.
Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) membagi pertandingan BWF World Tour ke dalam turnamen Grade 2 yang terdiri dari lima level.
All England bersama Indonesia Open dan China Open yang merupakan kompetisi kelas Super 1000 berada di Level 2.
Baca juga: Sejarah All England Open, Mengapa Begitu Prestisius bagi Indonesia?
Ketiga event tersebut berada di bawah Level 1, yakni BWF World Tour Finals, yang merupakan turnamen penutup musim kompetisi BWF World Tour.
Secara hierarki kompetisi, All England memberikan hadiah dan poin yang lebih besar daripada turnamen-turnamen di Level 3-5.
Total hadiah yang disiapkan sebesar 1.000.000 dolar Amerika Serikat atau setara Rp 14 miliar. Jika menjuarai All England, pebulu tangkis akan mendapatkan 12.000 poin.
Selain karena poin dan hadiah, faktor lain yang membuat All England bergengsi adalah fakta bahwa turnamen bulu tangkis itu merupakan yang tertua di dunia.
All England pertama kali digelar pada 1899 di Guilford, Inggris. Kala itu, hanya 3 nomor yang dipertandingkan yaitu ganda putra, ganda putri, dan ganda campuran. Sektor tunggal putra dan putri ditambahkan pada tahun berikutnya.
Pada masa lampau, penyelenggaraan turnamen All England pernah dua kali mengalami pembatalan karena Perang Dunia, yakni pada pada 1915-1919 (Perang Dunia I) dan 1940-1946 (Perang Dunia II).
Legenda bulu tangkis Indonesia, Susy Susanti, pun mengakui betapa prestisiusnya All England sehingga membuat para pebulu tangkis elite dunia berlomba-lomba menjadi juara.
Susy juga menilai bahwa prestasi atlet rasanya tidak lengkap jika belum menjuarai All England.
Baca juga: Indonesia Siap Juara di All England 2022
"Mungkin dari nilai sejarah. Kalau tenis ada Wimbledon, bulu tangkis ada All England. Itu yang membuat kami melihat All England punya nilai tersendiri," ujar Susy Susanti kepada Kompas.com, Senin (14/3/2022).
"Atlet mungkin sudah juara dunia, Olimpiade, turnamen lainnya, tetapi kalau tidak juara All England sepertinya belum komplet," tutur Susy.
"Tidak hanya sejarah, tetapi nilai pertandingan itu sendiri yang membuat setiap atlet memimpikan menjadi juara di sana," kata Susy Susanti.