KOMPAS.com - Pebulu tangkis tunggal putra Indonesia, Anthony Sinisuka Ginting, menceritakan perjuangannya tanpa sosok senior di pelatnas hingga bisa berada di peringkat tiga besar dunia.
Anthony Ginting menceritakan awal mula dirinya bergabung ke pelatnas bersama dua rekannya, Jonatan Christie dan Ihsan Maulana Mustofa pada 2014 lalu.
Pebulu tangkis asal Cimahi itu mengungkapkan beratnya ada di pelatnas tanpa sosok senior tunggal putra lainnya.
"Kami tidak punya sosok senior saat masuk pelatnas. Saya, Jojo (sapaan akrab Jonatan Christie) dan Ihsan (Maulana Mustofa) saat itu ke mana-mana bertiga. Mulai dari latihan dan bertanding, capek juga bertiga," kata Anthony dikutip Kompas.com dari BolaSport.
"Kalau ada sosok senior, kami bisa bertanya untuk tahu gambaran persaingan tunggal putra dunia. Akan tetapi, kami pure terjun sendiri, kecebur sendiri, basah sendiri."
"Kami langsung ke arena (pertandingan) sendiri. Jadi, kami tahu bagaimana rasanya sendiri. Dari segi latihan, porsinya banyak karena kami targetnya cepat naik mengikuti Superseries," katanya melanjutkan.
Anthony juga mengungkapkan dia, Jonatan, dan Ihsan kerap kali kewalahan saat bertemu pemain elite.
"Saat itu, kami belum matang untuk bisa sama atau melebih mereka. Dulu kami lebih kewalahan di lapangan," ucap Anthony.
"Ranking kami dulu masih di bawah sehingga bermain nothing to lose. Pemain peringkat bawah pasti ingin mengejar. Jadi saat bertemu pemain yang levelnya di atas kalah, tidak apa-apa yang penting sudah main bagus."
"Kalau menang, jadi nilai plus karena bisa memberi kejutan. Jika ingin bermain pada turnamen Super 750 dan 1000, permainannya tidak bisa asal," ujar dia.
Baik Anthony, Jonatan, maupun Ihsan kemudian diikutkan ke banyak turnamen untuk bisa tampil pada Piala Thomas 2016.
Anthony pun mengaku sempat merasa berat saat harus bertemu Chen Long (China) yang saat itu tampil sangat gemilang.
"Pemain negara lain di Piala Thomas semua sudah berpengalaman pada turnamen Superseries. Mau tidak mau, kami harus merasakan permainan mereka. Jadi kami tidak kaget karena sudah pernah bertemu sebelumnya," kata pemain berusia 23 tahun ini.
"Awalnya berat karena ranking saya masih di bawah sudah harus bertemu Chen Long yang lagi top-topnya," lanjutnya.
Kendati demikian, usaha dan kerja keras mereka pun berbuah manis. Selama menjadi pemain pelatnas, Anthony, Jonatan, dan Ihsan berhasil memenangi medali emas SEA Games 2015 (beregu) dan medali emas Kejuaraan Beregu Asia 2016 yang menjadi pemanasan menuju Piala Thomas.
Pada debutnya di turnamen Piala Thomas 2016, mereka bertiga juga berhasil mengantarkan Indonesia menjadi runner-up.
"Kuncinya bisa kerja keras. Persiapan penting sebelum pertandingan. Semakin ke sini saya belajar banyak. Pertama dari rasa tidak mau kalah, egosi di lapangan meski peringkat lawan di atas atau di bawah saya. Kalau lawan dapat poin, tidak mau terima. Tidak mau kalah semudah itu," kata Anthony.
Anthony pun pelan-pelan bisa bersaing dengan para pebulu tangkis tunggal papan atas yang ditandai dengan meraih gelar BWF World Tour perdananya yakni Korea Open 2017.
Anthony juga menjuarai China Open 108 usai mengalahkan Kento Momota, serta meraih gelar Indonesia Masters 2018 dan 2020.
Setelah menduduki peringkat ketiga dunia, Anthony mengaku lebih termotivasi untuk tampil lebih baik.
"Sudah ranking ketiga, yang ada dalam pikiran saya bahwa saya bisa raih peringkat terbaik lagi," ucap Anthony.
"Saya pastinya tidak menyangka juga bisa ada di peringkat ini. Dulu baru masuk kesini (pelatnas), rangking berapa. Perjalanan sampai ranking ketiga tidak gampang juga."
Anthony selanjutnya akan mengikuti All England Open, 11-15 Maret di Birmingham Inggris. Pada babak pertama, Anthony akan menjumpai Rasmus Gemke (Denmark). (Delia Mustikasari)
https://www.kompas.com/badminton/read/2020/03/09/06200068/kisah-anthony-ginting-yang-tak-punya-senior-di-pelatnas-dan-tembus