Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejak Kapan Bendera Pusaka Tak Lagi Dikibarkan dalam Upacara 17 Agustus?

Kompas.com - 17/08/2022, 09:35 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Upacara Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Indonesia di Istana Negara akan diawali dengan kirab Bendera Pusaka dari Monumen Nasional (Monas) ke Istana Merdeka.

Bendera Pusaka atau Sang Saka Merah Putih merupakan bendera pertama Indonesia yang dibuat oleh Fatmawati dan dikibarkan saat 17 Agustus 1945.

Namun, Bendera Pusaka tidak akan dikibarkan saat upacara HUT Indonesia di Istana Negara.

Saat upacara, Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) biasanya menerima duplikat Bendera Pusaka dari presiden untuk dikibarkan.

Lantas, sejak kapan dan mengapa Bendera Pusaka yang memiliki nilai sejarah tidak dikibarkan saat upacara HUT Kemerdekaan Indonesia?

Bendera Pusaka tak lagi dikibarkan dan disimpan di museum sejak 1968.

Wacana untuk "memensiunkan" Bendera Pusaka sebenarnya sudah bergulir setahun sebelumnya, yaitu di tahun 1967.

Baca juga: Upacara HUT ke-77 RI, Masyarakat Mulai Berdatangan ke Istana Pakai Baju Adat

Saat itu, Menteri Luar Negeri Adam Malik mengatakan, Bendera Pusaka tak perlu selalu dikibarkan di setiap peringatan Kemerdekaan.

"Seakan-akan kalau Bendera Pusaka itu tidak dikibarkan, peringatan 17 Agustus itu tidak sah. Ini hanya menimbulkan mistik," kata dia, dikutip dari Harian Kompas, 15 Agustus 1967.

Menurutnya, bendera itu sebaiknya disimpan di museum, sehingga nilai sejarahnya lebih terasa.

Langkah serupa juga telah lama dilakukan oleh negara lain, seperti Amerika Serikat dan Rusia.

Sama seperti Adam Malik, Dirjen Olahraga Moetahar juga menyebut Bendera Pusaka sebaiknya dimasukkan ke dalam museum dan diganti dengan duplikatnya.

"Diusahakan Bendera Merah Putih yang ukurannya sama dengan Bendera Pusaka," jelas dia.

Baca juga: 9 Pakaian Adat yang Pernah Dipakai Jokowi di Acara Kenegaraan

Pembuatan Bendera Pusaka

Fatmawati menjahit bendera tersebut kala ia berusia 21 tahun dan menjelang kelahiran putra sulungnya, Guntur Soekarnoputra.

Tak jarang, Fatmawati menitikkan air mata kala menjahit bendera tersebut.

"Berulangkali saya menumpahkan air mata di atas bendera yang sedang saya jahit itu," kata Fatmawati dalam buku Berkibarlah Benderaku, Tradisi Pengibaran Bendera Pusaka (2003) karya Bondan Winarno.

"Menjelang kelahiran Guntur, ketika usia kandungan telah mencukupi bulannya, saya paksakan diri menjahit bendera merah putih. Saya jahit berangsur-angsur dengan mesin jahit Singer yang dijalankan dengan tangan saja. Sebab dokter melarang saya menggunakan kaki untuk menggerakkan mesin jahit," sambungnya.

Ketika Belanda menduduki Yogyakarta pada 1948, Bendera Pusaka terpaksa dibelah menjadi dua oleh Mutahar yang ditugaskan Soekarno untuk menyelamatkannya.

Baru setelah keadaan aman, bendera itu dijahit kembali seperti semula, seperti dikutip dari Harian Kompas, 16 Agustus 1975.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com