Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua KPAI Komentari Wacana Pemerintah Leburkan Pendidikan Agama dengan PPKn

Kompas.com - 20/06/2020, 06:13 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Virdita Rizki Ratriani

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto memberikan komentarnya soal wacana pemerintah meleburkan mata pelajaran Pendidikan Agama dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) di sekolah.

Peleburan dua mata pelajaran berbeda menjadi satu kesatuan menurutnya rentan menimbulkan kedangkalan pemahaman anak terhadap ajaran agama.

Hal itu sebagaimana disampaikan kepada Kompas.com melalui keterangan resminya, Jumat (19/6/2020).

Dia mengatakan lebih lanjut, penggabungan materi pendidikan agama dengan mata pelajaran lain, dapat berpotensi mengurangi muatan materi pendidikan agama.

"Dampak pengurangan muatan materi agama rentan menimbulkan kedangkalan anak dalam memahami ajaran suatu agama dan mendegradasi penguatan karakter unggul pada anak," jelas Susanto.

Susanto menilai, kurangnya pemahaman masyarakat, khususnya dalam hal ini anak-anak terhadap ajaran agama memudahkan mereka dimasuki atau terpapar paham radikalisme dan terorisme.

"Umumnya mereka memiliki pemahamaan ajaran agama yang dangkal, sehingga mereka mudah terindoktrinasi paham yang salah," sebut dia. 

Baca juga: Muhadjir: Pesantren dan Pendidikan Agama Wajib Dapat Perhatian di New Normal

Amalan sila pertama Pancasila

Pendidikan beragama disebut semestinya tetap ada dalam sistem pendidikan sebagai bentuk amalan terhadap sila pertama, di mana sistem berbangsa, bernegara, termasuk pendidikan mengacu padanya.

Ini sesuai dengan Pasal 2 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Selain itu, menurut Pasal 3 UU Sisdiknas, pendidikan nasional juga berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak juga peradaban bangsa yang bermartabat. Termasuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman.

Masih dari UU yang sama, kali ini di Pasal 36 ayat (3), ditegaskan bahwa peningkatan iman, takwa, dan akhlak mulia menjadi dasar penyusunan kurikulum, di atas peningkatan potensi dan kecerdasan.

"Dengan demikian, struktur kurikulum harus menyesuaikan dan tidak keluar dari nafas dan mandat sistem pendidikan nasional Indonesia dimaksud," sebut Susanto.

Baca juga: MUI: Selain RUU HIP, Omnibus Law Cipta Kerja juga Tak Sesuai Pancasila dan Konstitusi

Susanto mencermati, perubahan kurikulum memang dibutuhkan sebagai bentuk beradaptasi dengan perkembangan zaman dan globalisasi yang semakin menuntut seseorang untuk siap bersaing.

"Namun bukan berarti ganti Menteri ganti kurikulum, karena perubahan kurikulum harus berdasarkan kajian yang matang, komprehensif, dan cermat dengan tetap memperhatikan akar budaya, kekhasan suatu bangsa dan mengacu pada ideologi negara dan tujuan pendidikan nasional," jelas dia. 

Saat dikonfirmasi lebih lanjut soal perubahan kurikulum bagi siswa didik dalam hal ini anak-anak, Susanto menyebut hal itu memiliki pengaruh yang signifikan.

"Kurikulum itu sangat berpengaruh pada kualitas lulusan peserta didik. Tentu pengaruhnya sangat besar bagi capaian output pendidikan. Kita menginginkan lulusan SD, SMP, SMA/SMK yang memiliki kompetensi seperti apa-itu kurikulum lah yang jadi acuan," kata dia.

Di akhir penjelasannya Susanto menegaskan mengubah kurikulum dengan alasan beradaptasi sangat baik untuk dilakukan selama ada pertimbangan yang matang dan juga kajian mendalam.

Baca juga: Pancasila dan Ekologi Hukum di Era New Normal

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Link Live Streaming Final Thomas dan Uber Cup 2024, Indonesia Vs China

Link Live Streaming Final Thomas dan Uber Cup 2024, Indonesia Vs China

Tren
Konsumsi Vitamin C Berlebihan Bisa Sebabkan Batu Ginjal, Ketahui Batas Amannya

Konsumsi Vitamin C Berlebihan Bisa Sebabkan Batu Ginjal, Ketahui Batas Amannya

Tren
Melestarikan Zimbabwe Raya

Melestarikan Zimbabwe Raya

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 5-6 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 5-6 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Kronologi dan Motif Suami Mutilasi Istri di Ciamis | Peluang Indonesia vs Guinea

[POPULER TREN] Kronologi dan Motif Suami Mutilasi Istri di Ciamis | Peluang Indonesia vs Guinea

Tren
5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

Tren
Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Tren
Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Tren
Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Tren
Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com