KOMPAS.com - Penghapusan eselon III dan IV kini tinggal menunggu waktu. Presiden Joko Widodo memastikan akan menyederhanakan birokrasi di kementerian pada tahun depan.
Jokowi menilai, penyederhanaan itu dilakukan untuk memangkas birokrasi agar bisa melakukan perubahan di tengah cepatnya perkembangan global.
Efektifkah cara ini?
Dosen Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada Gabriel Lele merespons positif langkah Presiden Jokowi.
Menurut dia, selain berdampak pada efisiensi anggaran, penghapusan itu juga berimbas pada pengambilan keputusan yang semakin cepat.
"Polanya selama ini dari eselon I turun ke eselon II diturunkan lagi ke eselon III, IV, baru dari bawah naik lagi, itu kan lama sekali. Pengambilan keputusannya jadi sangat lambat," kata Gabriel kepada Kompas.com, Jumat (29/11/2019).
Oleh karena itu, lanjut Gabriel, mimpi untuk menghasilkan birokrasi yang lebih sederhana berpeluang terwujud.
Baca juga: Bappenas akan Menjadi Pilot Project Kecerdasan Buatan Pengganti Eselon III dan IV
Gabriel mengatakan, meski demikian, penghapusan eselon III dan IV juga punya dampak negatif, baik dari sisi personal maupun kelembagaan.
Secara personal, dampak pada kondisi psikologis orang-orang yang tergusur.
"Mereka sudah terbiasa di birokrasi. Ada kebutuhuan dilayani oleh bawahan. Tiba-tiba menjadi bawahan kan bukan hal yang mudah. Jadi ada biaya psikologis yang bakal ditanggung oleh masing-masing individu yang terkena restrukturisasi ini," papar Gabriel.
Secara kelembagaan, penghapusan itu tidak bisa disamaratakan di semua kementerian.
Sebab, ada karakter urusan yang harus turuan sampai ke eselon III, bahkan eselon IV.
Meski tujuannya untuk mempercepat, tetapi penghapusan eselon bisa menjadi tidak tepat dan akan memperlambat proses pemerintahan.
"Karena tuntutannya makin berat, pada saat yang bersamaan kita berharap agak cepat kn sulit itu. Dia tetap butuh kehati-hatian, akhirnya proses pemerintahan itu jadi lamban," ujar Gabriel.
Baca juga: Eselon III dan IV Diganti Robot, Dedi Mulyadi: Itu Bentuk Sindiran Pak Jokowi ke PNS
Gabriel juga mengingatkan adanya resistensi di internal pemerintah akibat kebijakan ini.