KOMPAS.com – Presiden ketiga RI Bacharuddin Jusuf Habibie meninggal dunia di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Jakarta, Rabu (11/9/2019) sekitar pukul 18.05 WIB. Ia meninggal karena sakit yang dideritanya.
Sosok Habibie dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai Bapak Teknologi. Selain kecerdasannya, lulusan salah satu universitas teknik terbaik di Jerman ini juga dikenal bertangan dingin dalam menelurkan karya-karya.
Sepanjang 83 tahun usianya, pria kelahiran Parepare 25 Juni 1936 ini telah melahirkan banyak karya, baik yang berkaitan dengan romansa cintanya bersama sang istri Hasri Ainun Habibie atau yang terkait dengan kemampuannya di dunia dirgantara atau penerbangan.
Tercatat, bapak 2 anak ini telah menuliskan 5 buah buku. Pertama adalah tahun 1996 ia menulis sebuah buku berjudul Economic Cooperation for Regional Stability.
Tiga tahun setelah itu, pada 1999 Habibie kembali menulis sebuah buku berjudul Rhapsody: Light, Speed, Time, and Space.
Berselang cukup lama, pada 2006 Habibie kembali menuliskan buku, kali ini mengangkat tema demokrasi negara dan berjudul Decisive Moment: Indonesia’s Long Road Towards democracy.
Buku keempatnya cukup berbeda, kali ini ia menuliskan tentang kisah cintanya bersama Ainun yang sangat dicintainya. Karyanya ini ia beri nama Habibie & Ainun.
Masih berlanjut menceritakan kisah asmaranya bersama sang kekasih, Habibie kembali menulis buku berjudul Habibie & Ainun: The Power of Love: The True Story from The Former Precident and His Wife pada tahun 2011.
Buku terakhir ini ia rampungkan setahun setelah sang istri mangkat pada 2010.
Baca juga: Habibie Akan Dimakamkan di Samping Makam Ainun
Merampungkan pendidikan di bidang teknik dan menyenangi dunia kedirgantaraan, Habibie berhasil membuat sebuah pesawat yang untuk pertama kalinya bisa dilakukan di Indonesia.
N250 Gatot Kaca diproduksi oleh Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) atau yang sekarang berganti nama menjadi PT Dirgantara Indonesia
Pesawat udara ini sudah ia rancang sejak tahun 1995. Dalam prosesnya ia juga berperan langsung sebagai pemimpin dalam proyek ini.
Setengah dasawarsa waktu ia butuhkan hanya untuk melengkapi desain awal dari pesawat turboprop yang menggunakan fly by wire dengan jam terbang 900 jam, pertama di dunia itu.
Pesawat itu ia rancang tanpa mengalami “Dutch Roll”.
Adapun teknologi yang ia terapkan dalam pembuatan N50 Gatot Kaca sudah ia persiapkan untuk jangka waktu 30 tahun mendatang.