Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Gunung Supervolcano di Dunia

Kompas.com - 29/01/2022, 12:01 WIB
Muhamad Syahrial

Penulis

KOMPAS.com - Gunung berapi yang pernah setidaknya satu kali meletus dengan melepaskan lebih dari 240 mil kubik material layak menyandang status sebagai supervolcano.

Menurut United States Geological Survey (USGS), ledakan supervolcano atau gunung berapi super juga harus berada pada magnitudo 8, peringkat tertinggi pada Volcanic Explosivity Index (VEI).

Ledakan supervolcano sangat besar dengan dampak yang luas, mulai dari longsoran batu panas, gas yang menyebar dari lereng gunung berapi, bahkan menyebabkan perubahan iklim global.

Salah satu supervolcano yang telah menghasilkan letusan dengan kekuatan VEI 8 adalah Yellowstone.

Yellowstone setidaknya pernah tiga kali meletus dengan skala yang besar, yakni 1,3 juta tahun lalu dengan VEI 7, dan pafa 2,1 juta serta 640 ribu tahun lalu dengan VEI 8.

Baca juga: Letusan Gunung hingga Tsunami Tonga, Apakah Berdampak ke Indonesia?

Sebagaimana diberitakan KOMPAS.com pada Kamis (20/1/2022), USGS menyampaikan, letusan supervolcano sebesar itu di masa depan memang mungkin terjadi, namun kemungkinannya dalam beberapa ribu tahun ke depan "sangat rendah".

Benarkah letusan supervolcano dapat memusnahkan manusia?

Dilansir dari National Geographic melalui KOMPAS.com, letusan supervolcano memang dapat menghancurkan banyak hal, namun tidak akan menjadi akhir dunia.

Ledakan Gunung Tambora pada 1815 dapat menjadi contoh untuk melihat dampak letusan supervolcano.

Gunung Tambora meletus dengan magnitudo VEI 7 yang berarti tidak termasuk ledakan super, namun dampaknya dapat menjadi gambaran tentang bahaya letusan supervolcano.

Letusan Gunung Tambora menyebabkan gumpalan abu dan gas panas tersebar sejauh 45 km ke udara.

Baca juga: 5 Gunung Berapi Bawah Laut yang Masih Aktif

Letusannya pun menghasilkan longsoran panas yang dikenal dengan sebutan aliran piroklastik.

Meski telah membunuh puluhan ribu orang, namun hal itu bukan satu-satunya yang mengkhawatirkan.

Gas dan abu yang berasal dari letusannya terbang ke atmosfer kemudian menutupi matahari, menggelapkan langit, mengubah iklim, dan menciptakan tahun tanpa musim panas.

Dampaknya, kegagalan panen di banyak tempat, kelaparan, dan wabah penyakit menewaskan sekira 82.000 orang lagi.

Lembaga yang terkait di seluruh dunia juga terus mengamati supervolcano, termasuk Yellowstone. Setiap getaran dan "sendawa" yang sarat magma pun tak luput dari pemantauan.

Baca juga: Tak Yakini Tradisi, Pelaku Penendang Sesajen di Gunung Semeru Ditangkap dan Minta Maaf

Peralatan modern yang ada saat ini juga membantu para ilmuwan mengukur "denyut nadi" gunung dengan lebih akurat daripada sebelumnya.

Lembaga-lembaga itu pula yang akan menjadi pihak yang pertama tahu dan segera memperingatkan masyarakat jika akan terjadi letusan supervolcano.

Gunung-gunung yang dijuluki supervolcano

Ada beberapa supervolcano di seluruh dunia, yakni Yellowstone, Long Valley di California, Kaldera Aira di Jepang, Toba di Indonesia, dan Taupo di Selandia Baru.

Akan tetapi, terdapat beberapa gunung berapi yang letusannya berdampak parah di masa lalu namun belum cukup besar untuk mendapatkan status supervolcano, salah satunya letusan Gunung Krakatau pada 1883.

Letusan Gunung Krakatau terdengar dari jarak 4.828 km di Pulau Rodriguez. Letusannya pun memicu gelombang tsunami yang sangat tinggi dan menewaskan lebih dari 36.000 orang.

Meski sangat dahsyat, namun letusan Gunung Krakatau diberi peringkat VEI 6 sehingga tidak termasuk supervolcano.

(Penulis: Lulu Lukyani)

Sumber: KOMPAS.com

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com