Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Ditanya Suaminya, Santriwati Korban Pemerkosaan Guru Pesantren Terpaksa Berbohong

Kompas.com - 11/12/2021, 06:54 WIB
Farid Assifa

Penulis

KOMPAS.com - Korban pemerkosaan oknum guru pesantren di Bandung bernasib miris. Mereka melahirkan sendiri, merawat bayinya sendiri dan tinggal di tempat khusus yang disediakan oleh pelaku.

Kegetiran nasib para santriwati korban kejahatan seksual guru pesantrennya itu diceritakan oleh Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P22TP2A) Kabupaten Garut, Diah Kurniasari Gunawan, kepada wartawan, Jumat (10/12/2021),

Diah mengaku ia menyaksikan sendiri nasib mereka karena pihaknya yang melakukan pendampingan.

Diah menceritakan, para korban memasak, menjaga anak hingga mengantar kawan mereka yang hendak melahirkan. Hal itu dilakukan secara bersama-sama.

Baca juga: Fakta di Balik Kasus 12 Santriwati Korban Pemerkosaan Guru Pesantren di Bandung

Mereka juga membagi tugas, dari mulai memasak, mencuci, dan menjaga anak.

"Ada yang mau melahirkan, diantar oleh mereka sendiri. Saat ditanya mana suaminya, alasannya suaminya kerja di luar kota. Jadi begitu selesai melahirkan, bayar langsung pulang, tidak urus surat-surat anaknya," kata Diah.

Diah mengatakan, selain tinggal di tempat belajar mereka di Cibiru, Kota Bandung, santriwati korban pencabulan gurunya juga ditempatkan di tempat khusus yang biasa disebut basecamp.

Tempat khusus tersebut dijadikan ruangan untuk bayi-bayi yang dilahirkan serta berkumpul para korban untuk pemulihan.

"Jadi di lingkungannya, saat ditanya bayi-bayinya anak siapa, mereka bilang anak yatim piatu yang dititipkan," katanya.

Diah mengatakan, pihaknya langsung melakukan pendampingan para korban sehingga bisa mengetahui detail kehidupan mereka di tempat itu.

Ia pun merasakan betul kegetiran yang dialami para santriwati korban pencabulan guru pesantren.

"Merinding saya kalau inget cerita-cerita mereka selama di sana diperlakukan oleh pelaku," ucap Diah.

Para korban, lanjut Diah, tidak berdaya karena diancam oleh gurunya agar tidak menceritakan peristiwa yang dialami mereka.

Akhirnya para korban tidak bisa bersuara selama bertahun-tahun.

Selain itu, orangtua juga tidak diberi kebebasan oleh pihak pesantren untuk menengok anak-anak mereka.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com