Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar dari Singapura: Bagaimana Mencegah Gelombang Ketiga Covid-19?

Kompas.com - 17/10/2021, 13:50 WIB
Artika Rachmi Farmita

Penulis

KOMPAS.com - Kasus positif Covid-19 sudah jauh menurun dan Indonesia bebas dari zona merah, tetapi gelombang ketiga masih mengintai.

Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 menyebutkan bahwa kita harus belajar dari lonjakan kaus Covid-19 di Singapura.

Ketua Pelaksana Harian Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr Mahesa Paranadipa Maikel MH mengatakan bahwa belum ada prediksi pasti, tetapi kita bisa belajar dari kejadian-kejadian peningkatan kasus Covid-19 sebelumnya.

"Ini bukan prediksi IDI, tapi kami menggunakan beberapa prediksi yang disampaikan oleh pakar-pakar yaitu, prediksi gelombang ketiga itu di akhir tahun (2021) ya," kata Mahesa dalam Media Briefing bersama Tim Mitigasi IDI: Strategi Kesiapan Gelombang Ketiga, Selasa (12/10/2021).

Mahesa mengatakan, IDI tidak bisa memprediksikan secara pasti kapan gelombang ketiga Covid-19 di Indonesia akan terjadi. Sebab, belum memprediksikan varian virus corona baru jenis apa lagi yang kemungkinan bisa muncul jika terjadi penularan secara masif di masyarakat.

Penularan Covid-19 yang masif di masyarakat di saat libur panjang bisa sangat mungkin terjadi karena akan meningkatnya mobilitas atau pergerakan masyarakat untuk berlibur, berkerumun dan lalai terhadap berbagai protokol kesehatan yang ada.

Baca juga: Antisipasi Lonjakan Kasus Covid-19, Satgas: Libur Panjang, Event, dan Sekolah Tatap Muka Jadi Perhatian

Semakin banyak penularan Covid-19, maka virus SARS-CoV-2 akan semakin cepat dan mudah bermutasi, sehingga dapat membentuk varian-varian baru, di mana dikhawatirkan muncul varian yang lebih berbahaya daripada varian Delta yang ada saat ini.

Oleh karena itu, Mahesa berkata, meskipun angka kasus infeksi Covid-19 di Indonesia dilaporkan terus menurun, tetapi pemerintah sebaiknya tetap terus mengedukasi masyarakat untuk disiplin prokes dan vaksinasi.

Ancaman gelombang ketiga ini bisa terjadi karena capaian vaksinasi tidak sampai 50 persen pada Desember 2021, atau mobilitas masyarakat yang tidak dibatasi di periode libur panjang akhir tahun ini.

Belajar dari lonjakan kasus Singapura

Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19, Sonny Harry B Harmadi mengatakan, Indonesia perlu belajar dari lonjakan kasus di negara tetangga seperti Singapura.

Tujuannya supaya menghindari lonjakan kasus bahkan potensi gelombang ketiga di Tanah Air.

Berikut beberapa hal yang perlu diketahui dan harusnya dipelajari dari lonjakan kasus Covid-19 di Singapura:

Baca juga: Pemerintah Izinkan 18 Negara Boleh Masuk RI, Kecuali Singapura

1. Pengetatan pintu masuk

Belajar dari lonjakan kasus di Singapura, antisipasi dengan cara pengetatan pintu masuk merupakan langkah tepat untuk mencegah peningkatan kasus.

Dubes Indonesia untuk Singapura, Suryo Pratomo mengatakan, hal ini perlu didukung dengan mobilitas yang harus benar-benar dijaga. Tujuannya agar tidak mempermudah munculnya varian baru dan meningkatkan penularan.

Sonny menambahkan, jika upaya pembatasan pintu masuk sangat perlu dilakukan, disertai pengawasan jalur-jalur masuk ilegal ke Indonesia dan penguatan pengamanan perbatasan.

"Meski kinerja Covid-19 di Indonesia membaik, ingat kita dikelilingi oleh negara-negara dengan lonjakan kasus," kata dia dalam Dialog Produktif Semangat Selasa Forum Merdeka Barat 9 (FMB)-KPCPEN, Selasa (28/9/2021).

Oleh karena itu, ia mengimbau agar masyarakat Indonesia terus waspada dengan cara meneruskan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), meningkatkan testing, dan memperbaiki tracing.

Termasuk terus menerapkan protokol kesehatan, pembukaan kegiatan dilakukan hati-hati dengan menggunakan PeduliLindungi, serta percepatan vaksinasi.

Baca juga: Upaya Mencegah Terjadinya Gelombang Ketiga Covid-19 di Indonesia

2. Kasus kematian meningkat akibat kurang vaksinasi lansia

Sebagai informasi, Singapura merupakan negara yang penduduknya sangat disiplin terhadap protokol kesehatan dan bahkan cakupan vaksinasinya sudah mencapai 84 persen.

Namun pada kategori lanjut usia, capaiannya rendah atau bahkan belum tervaksinasi. Akibatnya tingkat kematian pada kategori ini meningkat.

Padahal, kata dia, tingkat kedisiplinan Prokes masyarakat sangat baik. Pemerintah juga menetapkan denda atau hukuman penjara bagi pelanggaran. Penduduk yang keluar rumah harus memiliki surat telah lengkap vaksin.

Pemerintah Singapura juga mengawal dan mengawasi penduduk dengan memanfaatkan teknologi dalam upaya pengendalian penularan.

“Di Singapura, para lansia merasa aman karena tidak ke mana-mana, jadi mereka belum mau divaksin. Kematian Covid-19 di Singapura biasanya terjadi pada lansia dan yang belum divaksin,” kata Suryo.

Dengan kondisi tersebut, Suryo menegaskan bahwa vaksinasi lansia menjadi hal yang krusial dan penting untuk dilakukan sebagai antisipasi dari lonjakan kasus gelombang ketiga di tanah air.

Baca juga: Setelah 1 Bulan Sembuh, Penyintas Covid-19 Bisa Disuntik Vaksinasi

3. Penambahan kasus harian kategori kritis akibat varian baru

Suryo menjelaskan, selain tingkat kematian pada kategori lansia meningkat di Singapura, angka kasus infeksi hariannya pun dianggap cukup mengkhawatirkan.

"Angka kasus di Singapura mencapai 2.000 kasus, ini sangat tinggi mengingat jumlah penduduk Singapura tidak besar, sehingga jumlah 1.000 kasus saja sudah dikategorikan kritis," kata Suryo.

Pemerintah Singapura sendiri memprediksi penambahan 100 hingga 200 kasus per hari. Namun pada kenyataannya jauh lebih tinggi.

Menurut Suryo, penambahan kasus disebabkan oleh masuknya varian baru diiringi tingkat penularan lokal yang signifikan.

Dengan wilayah kecil padat penduduk, rumah warga Singapura cenderung sempit dan dihuni banyak orang, sehingga transmisi sangat mudah terjadi.

Baca juga: Kapan Gelombang Ketiga Covid-19 di Indonesia Terjadi? Ini Kata IDI

4. Tetap patuh protokol kesehatan

Seperti yang disampaikan di atas bahwa di negara Singapura yang masyarakatnya sangat disiplin protokol kesehatan saja, risiko infeksi Covid-19 masih sangat mungkin terjadi. Apalagi jika kita tidak patuh dan disiplin terhadap prokes ini.

Saat terjadi peningkatan mobilitas dan pembukaan kegiatan di ruang publik, maka upaya mengenakan masker menjadi sangat penting, karena orang akan berdekatan satu sama lain.

"Cegah virus masuk ke tubuh dengan menerapkan protokol kesehatan. Kalau virus terlanjur masuk, benteng kita adalah vaksinasi. Tingkatkan solidaritas dengan cara saling menjaga. Ingat,kita masih punya target menurunkan indikator-indikator Covid-19," jelas Sonny.

Sumber: Kompas.com (Penulis: Ellyvon Pranita | Editor: Gloria Setyvani Putri)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com