Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Berkelanjutan Nisbimologi

Kompas.com - 13/01/2024, 18:51 WIB
Jaya Suprana,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

Namun mereka yang cenderung relativistik merespons dengan pertama-tama menunjuk pada ketidakterbandingan berbagai kerangka etika dan konseptual serta variabilitas norma dan praktik kognitif dalam budaya yang berbeda, dan kemudian, atas dasar ini, mempertahankan bahwa apa yang disebut “kesamaan” memungkiri perbedaan.

Kaum anti-relativisme mungkin mengakui hal ini dan bersikukuh bahwa jika terdapat perbedaan pendapat, maka hanya satu pandangan yang benar sementara yang lainnya harus salah.

Sejauh kita enggan menyalahkan kesalahan yang meluas dan sistematis pada diri kita sendiri, relativisme tetap menjadi pilihan yang menggoda.

Relativisme deskriptif juga merupakan inti marka relativisme didukung oleh sosiolog pengetahuan ilmiah dan konstruksionis sosial lainnya yang berpendapat bahwa bahkan dalam apa yang disebut “ilmu pengetahuan garis keras”, kita tercengkeram monster perbedaan akibat ketidakterbandingan alias ojo dibandingke.

Sementara di tengah kemelut kenisbian tafsir terhadap nisbimologi secara subyektif saya berusaha menghayati makna nisbimologi melalui jalur estetika yang melekat pada apa yang disebut sebagai persepsi alias tafsir yang mustahil lepas dari apa yang disebut sebagai nisbi berdasar kesepakatan bahwa nisbi memang hadir secara tidak nisbi di alam semesta kesadaran dan keyakinan yang berada pada pemikiran manusia.

Unsur kenisbian mutlak hadir pada saat Simfoni ke IX mahakarya Beethoven atau Wayang Orang dengan lakon Dewa Ruci ditampilkan di Sydney Opera House dan di pedalaman Papua dapat diduga akan memicu kenisbian reaksi pendengar saling beda satu dengan lainnya.

Namun sepenuhnya saya sadar bahwa apapun yang saya tafsirkan tentang kenisbian pada hakikatnya mustahil saya mampu menghentikan gerak laju berkelanjutan polemik nisbimologi di alam semesta jagad raya dan jagad cilik nan tak terhingga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com