KOMPAS.com - Kapolda Sulawesi Tengah Irjen Pol Agus Nugroho menyebutkan peristiwa yang menimpa RO (15) sebagai persetubuhaan, bukan pemerkosaan.
Alasannya, tindakan tersebut dilakukan tidak dengan paksa, melainkan bujuk rayu hingga iming-iming dijanjikan nikah.
"Ini bukan kasus pemerkosaan, tetapi kasus persetubuhan anak di bawah umur," kata Agus, dikutip dari Kompas TV.
"Tindakan para tersangka dilakukan sendiri-sendiri, tidak secara paksa melainkan ada bujuk rayuan dan iming-iming, bahkan dijanjikan menikah," sambungnya.
Baca juga: Kata Kompolnas soal #PercumaLaporPolisi dan Kasus Dugaan Pemerkosaan Anak di Luwu Timur
Lantas, bagaimana tanggapan ahli?
Menanggapi hal itu, ahli hukum pidana Universitas Trisakti Yenti Garnasih mengatakan, Undang-Undang Perlindungan Anak memang menyebutkan persetubuhan, bukan perkosaan.
"Memang disebut persetubuhan, tapi diartikan perkosaan, meskipun si anak setuju," kata Yenti kepada Kompas.com, Kamis (1/6/2023).
Menurutnya, penyebutan persetubuhan ini justru membuat polisi dapat menjerat pelaku, meski tidak disertai dengan kekerasan.
Baca juga: Saat Banyak Sekolah di Jepang Tutup akibat Resesi Seks...
Ahli anti-tindak pidana pencucian uang Yenti Garnasih usai menghadiri acara Gaspol! Kompas.com, Selasa (13/3/2023)
Dengan atau tanpa kekerasan, ia menjelaskan persetubuhan pada anak itu tetap dipidana.
"Yang penting sanksinya. Ini agar bisa menjerat siapapun, mau ada kekerasan atau tidak," jelas dia.
"Bahkan jika dibayar sekali pun, filosofinya adalah melindungi anak dari perbuatan hubungan seksual," sambungnya.
Baca juga: Apa Itu Grooming? Modus Pelecehan Seksual pada Anak
Ia menjelaskan, kasus semacam ini nantinya dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru akan diatur dalam statutory rape.
Dengan demikian, meski persetubuhan itu ada persetujuan, tetapi jika anaknya di bawah umur, maka akan termasuk dalam kejahatan perkosaan.
"Nanti 2026, KUHP baru justru terbalik, mau ada kekerasan atau tidak, disebut perkosaan (rape by statute)," ujarnya.
Baca juga: Resesi Seks, Ini Alasan Mengapa Banyak Orang Jepang Memilih untuk Tidak Punya Anak
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.