KOMPAS.com - Wacana untuk merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) menuai kontroversi.
Beberapa pihak melayangkan protes terhadap rencana itu lantaran revisi UU TNI dinilai membangkitkan dwifungsi ABRI seperti masa Orde Baru (Orba).
Salah satu yang menjadi sorotan adalah peluang prajurit TNI aktif menduduki jabatan sipil di beberapa pos kementerian/lembaga negara.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) enggan berkomentar banyak soal revisi UU TNI. Ia baru mau menanggapi bila proses perubahan UU sudah rampung.
"Nanti kalau sudah selesai, baru komentari," kata Jokowi pada Senin (15/5/2023), dikutip dari Kompas.com.
Baca juga: Viral, Video Oknum Prajurit Tendang Ibu-ibu, Ternyata Anggota Kopasgat TNI AU
Baca juga: Identitas Prajurit Gadungan yang Ajak Wanita Foto Studio Terungkap, TNI: Domisili Bandung
Lantas, pasal apa saja yang dinilai kontroversial dalam revisi UU TNI tersebut?
Ada 12 pasal yang diusulkan diubah dan/atau ditambahkan dalam revisi UU TNI. Namun, beberapa di antaranya dinilai sarat kontroversi.
Salah satunya adalah adalah revisi Pasal 47 yang mengatur soal kemungkinan prajurit TNI aktif menduduki jabatan di berbagai kementerian/lembaga negara.
Berdasarkan Pasal 47 ayat (2), prajurit TNI aktif hanya bisa menduduki jabatan di:
Namun, dengan adanya revisi UU TNI maka prajurit aktif bisa menjabat di:
Baca juga: Bukan Pertama Kali Terjadi, Mengapa Orang Rela Menjadi TNI Gadungan?
Dilansir dari Kompas.id, revisi Pasal 47 dinilai Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf membangkitkan dwifungsi ABRI.
Ia mengatakan, menempatkan militer di luar fungsinya sebagai alat pertahanan negara akan memperlemah profesionalisme militer itu sendiri.
"Profesionalisme dibangun dengan cara meletakkan dia (militer) dalam fungsi aslinya sebagai alat pertahanan negara dan bukan menempatkannya dalam fungsi dan jabatan sipil lain yang bukan kompetensinya," katanya.
Bila prajurit TNI aktif diberi kesempatan untuk menjabat di kementerian/lembaga negara, Al Araf mengkhawatirkan hal ini menjadi kemunduran di era reformasi.