KOMPAS.com - Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim resmi menghapus tes baca, tulis, dan hitung (calistung) sebagai syarat masuk Sekolah Dasar (SD).
"Bukan berarti calistung itu suatu topik yang tidak penting diajarkan di PAUD. Saya tidak mau ada salah pengertian di sini," terangnya, dikutip dari Kompas.com (29/3/2023).
Hanya saja, Nadiem mengatakan bahwa selama ini terjadi miskonsepsi di kalangan masyarakat yang membuat seolah-olah anak-anak harus bisa calistung saat hendak masuk SD.
Miskonsepsi itu dikhawatirkan menyebabkan anak-anak tidak mendapatkan akses pendidikan yang merata lantaran tidak lolos tes calistung.
Lantas, bagaimana dampak dari penghapusan tes calistung untuk masuk SD?
Baca juga: Apa Alasan Nadiem Makarim Hapus Tes Calistung Masuk SD?
Pengamat pendidikan Ina Liem mengatakan, wacana penghapusan tes calistung sebagai syarat masuk SD sebetulnya sudah lama disuarakan oleh banyak praktisi pendidikan.
"Jadi apabila akhirnya sekarang menjadi sebuah kebijakan tentunya kita patut bersyukur," ungkapnya kepada Kompas.com, Rabu (29/3/2023).
Menurutnya, guru-guru di PAUD memang sudah selayaknya fokus pada observasi anak dan pendidikan karakter anak, bukan mengajar calistung.
Selama ini, Ina menilai pendidikan di Indonesia terlalu fokus pada konten yang terlalu banyak dan hal-hal yang sudah tidak lagi relevan.
"Jadi menurut saya dampaknya akan lebih positif. Guru bisa fokus di hal-hal yang memang krusial," imbuh dia.
Ina mengatakan, tugas guru yang terpenting adalah menyiapkan anak-anak untuk karier masa depan, menyiapkan mereka untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat (cinta belajar), dan menyiapkan anak-anak untuk menjadi warganegara.
Baca juga: Ramai soal Pendidikan Dinilai Penipuan, Pengamat: Jangan Samakan dengan Nasib Bill Gates
Kebijakan Nadiem untuk menghapus tes calistung tentu saja akan memberikan dampak ke berbagai pihak.
Dampak itu dirasakan mulai dari guru, siswa hingga siswa itu sendiri.
Pada guru-guru PAUD, Ina mengatakan, mereka harus dibekali dengan pelatihan observasi yang dilaporkan ke orangtua siswa.
"Dari (observasi) permainan anak, guru bisa mulai memahami tipe kepribadian anak sehingga orangtua dan guru bisa memberikan expoisure yang sesuai," kata Ina.