KOMPAS.com - Memasuki bulan suci Ramadhan, umat Islam di seluruh dunia dituntut menunaikan ibadah puasa, mulai terbit fajar hingga terbenamnya Matahari.
Kewajiban menunaikan ibadah ini juga dilakukan oleh Muslim di negara-negara dengan kondisi Matahari tak pernah benar-benar tenggelam.
Di sana, tepat di lintang tinggi saat musim panas, mereka akan merasakan fenomena Midnight Sun atau Matahari Tengah Malam.
Adalah negara Nordik, termasuk Norwegia dan Islandia, yang menjadi negeri dengan berkah cahaya Matahari nyaris selama 24 jam.
Pengalaman berpuasa saat Midnight Sun turut dirasakan Fitri Maharani, WNI yang kini menetap di Trondheim, Norwegia.
Hidup kurang lebih 15 tahun bersama keluarga kecilnya, Fitri mengaku semula tak masalah menjalani puasa selama di Trondheim.
Namun, seiring berjalannya waktu, saat musim panas, durasi puasa terlalu lama pun akhirnya membuat kewalahan. Belum lagi, kala itu, sang anak mulai belajar berpuasa.
"Dia agak besar, mulai diajari puasa, mulai kewalahan, nggak sanggup kita ikuti waktu lokal karena puasa yang panjang," cerita Fitri melalui sambungan telepon, Selasa (20/3/2023).
Fitri menceritakan, musim panas membuat negara yang dia tempati tidak pernah benar-benar merasakan malam.
Artinya, sinar Matahari terus-menerus ada hingga tidak ada perbedaan pasti antara siang dan malam.
"Utamanya karena anak mulai puasa dan kita nggak mungkin ikut waktu lokal yang antara maghrib dan isya cepet, terus isya ke subuh jaraknya dekat sekali," kata dia.
Untungnya, kata dia, ada sebuah fatwa ulama setempat mengenai tiga alternatif waktu sebagai solusi berpuasa di waktu-waktu ekstrem.
Pertama, menjalankan shalat dan berpuasa seperti biasa mengikuti waktu lokal, dari terbit fajar hingga terbenamnya Matahari. Atau, mengikuti waktu shalat "frozen time", yakni shalat dan puasa mengikuti perkiraan waktu dilihat dari malam terakhir paling sempurna.
"Yang kita pilih itu ketiga, waktu Hijaz. Jadi kita ikut waktunya Mekkah. Misalnya, Ramadhan sekarang cuma puasa 14,5 jam, jadi betul-betul waktu Mekkah," ungkap Fitri.
Fitri mengatakan, dia dan sang suami, Gema, memantapkan hati untuk mengikuti alternatif waktu ketiga.
Kendati hidup di zona waktu ekstrem, Fitri mengaku bahagia bisa menjadi Muslim di tengah negara Nordik ini.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.