Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aznil Tan
Direktur Eksekutif Migrant Watch

Direktur Eksekutif Migrant Watch

Bukan Tolak Israel tetapi Tolak Arab Saudi di Piala Dunia U-20

Kompas.com - 25/03/2023, 13:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SAYA berbeda pandang dengan sejumlah orang yang menolak Tim Nasional (Timnas) Israel ikut Piala Dunia U-20 yang akan diselenggarakan di Indonesia pada 20 Mei - 11 Juni 2023. Alasan penolakan terhadap Timnas U-20 Israel cenderung didasari rasa solidaritas terhadap nasib bangsa Palestina yang ditindas Israel.

Kenapa momentum tersebut tidak dipergunakan untuk memperjuangkan nasib Indonesia sendiri? Pepatah tua berbunyi, "Sayang ke orang, benci ke diri". Hal ini cocok untuk menggambarkan penolakan terhadap Timnas Israel ikut Piala Dunia U-20. Jika bangsa Indonesia sayang pada dirinya, ada negara yang mesti ditolak untuk ikut Piala Dunia U-20 ini, yaitu Arab Saudi.

Banyak PMI Diperlakukan Tak Manusiawi di Saudi

Kenapa? Alasannya, banyak pekerja migran Indonesia (PMI) yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga di Arab Saudi mendapat perlakuan tidak manusiawi. Para PMI itu banyak yang dijadikan budak dan menjadi korban human trafficking.

Baca juga: TKI di Arab Saudi 13 Tahun Hilang Kontak dan Tak Diupah, Keluarga Tuntut Haknya Dipenuhi

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), ada 1,01 juta PMI di Arab Saudi tahun 2014. Angka sebenarnya bisa jadi lebih besar dari itu.

Walau ada moratorium (penghentian) penempatan PMI ke Arab Saudi, jumlah PMI sampai sekarang makin banyak dan diperkirakan mencapai 1,5 juta orang. Kebijakan moratorium malah memperparah keadaan, makin banyak warga negara Indonesia masuk ke Arab Saudi tidak terdata dan menjadi sasaran empuk sindikat human trafficking.

Hampir sebagian besar PMI yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga (PRT) bekerja 18 jam sehari. Tidak mengenal hari libur dalam seminggu. Mereka mencuci, mengosok, memasak, membersihkan rumah, dan menjaga anak majikan mereka.

Bahkan ada PMI yang dipekerjakan di tiga rumah sekaligus, yaitu rumah majikannya sendiri, rumah adik majikan, dan rumah orangtua si majikan. Ada PMI yang mengalami depresi, kejang-kejang, serta kecelakaan karena kelelahan bekerja.

Ada yang mendapat penyiksaan dan kekerasan verbal. Ada pula PMI yang mengalami pelecehan seksual. Jika PMI sakit, majikan tidak membiayainya. Biaya pengobatan ditanggung oleh PMI.

Sarikah sebagai agen penyalur tidak kalah kejamnya. Mereka memperdagangkan PMI di tempat penampungan sarikah.

Tak jarang perusahaan-perusahaan penyalur tenaga kerja di Arab Saudi memajang para PRT dalam sebuah pameran yang berada di mal. Selama di mess penampungan sambil menunggu datang majikan menyewa PMI, mereka dikasih makan hanya kurma dan jeruk tanpa nasi dan lauk-pauk.

Gaji yang diterima PMI dipotong sewena-wenang oleh sarikah. PMI hanya menerima gaji 800 riyal dari 1.500 riyal ketentuan upah minimum per bulan.

Perbudakan telah dilarang dalam konvensi internasional. Eksploitasi terhadap PMI  ini mengingatkan sejarah kelam peradaban manusia di masa perbudakan Trans-Sahara dan Trans-Atlantik yang terjadi abad ke-7 sampai abad ke-20.

Baca juga: Rombongan DPR Temui TKI di Saudi yang Dituduh Sebagai Penyihir

Berbagai negara telah melarang sistem perbudakan. Setiap 2 Desember, orang-orang di seluruh dunia memperingati Hari Penghapusan Perbudakan Internasional atau International Day for the Abolition of Slavery.

Pemerintah Saudi Tak Berbuat Banyak

Kerajaan Arab Saudi juga melarang perbudakan. Perbudakan secara resmi dihapuskan di Arab Saudi tahun 1962. Namun apa yang dialami banyak PMI justru memperlihatkan hal sebaliknya.

Peradaban dunia dalam hubungan ketenagakerjaaan saat ini sudah berorientasi pada kesetaraan dan kesejahteraan.

Hampir setiap tahun pemerintah Arab Saudi menerima laporan tentang penyiksaan yang dialami PMI yang dilakukan oleh majikannya, warga Saudi. Namun tanggapan pemerintah Saudi terhadap tindakan eksploitasi ataupun tindakan kriminal terhadap PMI tidak begitu memuaskan dan pelaku tidak pernah dihukum berat sehingga tidak ada efek jera.

Baca juga: Polda NTB Ungkap Perdagangan Orang Terkait Kasus Kematian TKI di Arab

Selain itu, ada mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak adil. Petugas yang mengadili pekerja rumah tangga berdasarkan gugatan yang diajukan majikan, sehingga pada akhir kasus pekerja rumah tangga hanya dipulangkan ke negara asal tanpa kejelasan mengenai hak-haknya sebagai pekerja.

Atas praktik perbudakan dan kejahatan pada kemanusiaan tersebut, kehadiran Timnas Arab Saudi di U-20 di Indonesia mestinya ditolak. Masyarakat Indonesia seharusnya ramai-ramai menyuarakan perjuangan terkait hak-hak para PMI yang mengalami kekerasan di Arab Saudi. Pemerintah Saudi harus sadar atas kejahatan warganya dan berkomitmen menindak warga negaranya yang melakukan  praktik perbudakan atau mengeksploitasi para PMI.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com