Metode puasa yang dilakukan, yakni dua hari puasa lengkap hanya diperbolehkan air, dan makan normal selama lima hari lainnya.
Setelah siklus berpuasa diulang sebanyak tiga kali, peneliti mulai melakukan analisis terhadap berat badan, rasio lemak tubuh, tekanan darah, glukosa darah, dan asam urat.
Asam urat tampak meningkat cukup siginifikan sejak awal, dari semula 7 mg/dL menjadi 9,7 mg/dL hanya dalam kurun waktu tujuh hari.
Menariknya, setiap minggunya, kadar asam urat kian menurun. Tercatat pada minggu pertama, asam urat berada di kadar 9,7 mg/dL.
Pada minggu kedua, asam urat turun meski tetap tinggi, di angka 9,5 mg/dL. Sedangkan, di minggu ketiga, kadarnya kembali turun ke angka 9 mg/dL.
Setelah berbuka, kadar asam urat kembali ke asalnya, yakni 7,2 mg/dL dan kembali turun menjadi 7 mg/dL.
Baca juga: 5 Makanan Tinggi Purin Pantangan Penderita Asam Urat, Apa Saja?
Di satu sisi, penyakit asam urat bukanlah penghalang untuk menjalankan puasa, terutama puasa Ramadhan.
Sebab, berdasarkan hasil penelitian dalam Journal of Clinical Rheumatology, tidak ada risiko peningkatan yang signifikan pada serangan nyeri asam urat selama berpuasa.
Hasil tersebut diperoleh dari pengamatan pada puluhan partisipan Muslim yang menderita asam urat dan mematuhi diet rendah purin selama berbuka maupun sahur.
Untuk itu, penderita asam urat masih bisa berpuasa asalkan mengonsumsi makanan sehat rendah purin, serta menjauhi pantangan asam urat.
Beberapa pantangan makanan yang tak boleh dikonsumsi selama berbuka maupun sahur, termasuk: