Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

Ancaman Kemarau Panjang 2023 dan Bahaya Kebakaran Hutan dan Lahan

Kompas.com - 21/03/2023, 10:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) pada pertengahan Maret ini mendeteksi 45 titik panas (hot spot) di Provinsi Kalimantan Timur. Ini pertanda akan dimulainya musim kemarau tahun 2023.

Saat ini, jelang akhir Maret 2023, di sana sini masih ditemukan hujan di daerah tertentu dan masih ada kesempatan untuk menanam satu kali lagi bagi petani sawah tadah hujan. Namun BMKG memprediksi musim kemarau 2023 akan lebih kering dibanding tahun sebelumnya, yakni periode tahun 2020-2022.

Kondisi kemarau yang diperkirakan lebih kering dibanding tiga tahun terakhir bisa memicu kebakaran hutan dan lahan (karhutla) semakin mudah terjadi. Dengan adanya prakiraan kemarau panjang itu, diharapkan semua pihak dapat menyusun strategi antisipasi sejak dini.

Baca juga: Kapan Musim Kemarau 2023? Ini Prediksi BMKG

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, pada 27 Januari lalu mengatakan, pada tiga tahun terakhir saat musim kemarau masih sering terjadi hujan. Namun di tahun ini, intensitas hujan akan jauh menurun.

Karena itu, dia mengimbau semua pihak meningkatkan kewaspadaan, terutama di daerah-daerah yang selama ini masuk dalam kategori rawan karhutla, seperti di Sumatera, Kalimantan, dan Papua.

Kewaspadaan Penuh

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto, di laman resmi lembaga itu menyampaikan langkah–langkah persiapan musim kemarau panjang tahun 2023. Ia menyebutkan, salah satu strategi menangani kemarau panjang 2023 adalah berkoordinasi dengan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, menyiapkan operasi darat dan udara serta melakukan teknologi modifikasi cuaca (TMC).

Strategi yang disusun  BNPB berfokus pada upaya-upaya pencegahan karhutla terutama pada wilayah-wilayah yang rawan terjadinya kebakaran.

"Rencana 2023, kita akan menyiagakan lebih banyak helikopter, 49 unit helikopter. Jika masih kurang, BNPB akan berupaya memenuhi kebutuhan," kata Suharyanto.

Baca juga: Mengevaluasi Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan

Penyiapan helikopter oleh BNPB digunakan untuk patroli dan water bombing. Pihaknya juga akan melakukan teknologi modifikasi cuaca untuk merekayasa cuaca, termasuk menyiapkan dana siap pakai untuk operasional.

Upaya pencegahan karhutla pada 2022 dilakukan dengan menurunkan 55 unit helikopter water bombing dan 33 unit untuk patroli. Melalui upaya tersebut, luas lahan terbakar menurun dari 358.867 hektar pada 2021 menjadi 204.894 hektar pada 2022.

Faktor alam turut berpengaruh terhadap turunnya luas lahan terbakar, terutama disebabkan oleh kondisi cuaca tahun 2022 relatif lebih basah dibandingkan tahun 2021.

Jangan sampai terjadi karhutla seperti tahun 1997-1998 dan tahun 2002-2003. Akibat kebakaran karhutla pada lahan gambut di Indonesia tahun 1997/1998, sebanyak 2,5 miliar ton karbon lepas ke atmosfir. Kebakaran 2002-2003 melepaskan 200 juta – 1 miliiar ton karbon ke atmosfir.

Perkebunan sawit di Kalimantan berperan besar dalam proses pengeringan hutan gambut yang menyebabkan karbon terlepas. Jangan sampai terjadi, akibat munculnya asap pekat akibat karhutla, Indonesia diprotes negara jiran seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei Darusalaam. Soalnya, kabut asap dari Indonesia terbawa angin hingga ke negara-negara tetangga tersebut.

Daerah-daerah yang perlu diwaspadai dan menjadi langganan karhutla adalah Sumatera (antara lain Riau, Sumut, Jambi, Sumsel),  Kalimatan, dan Papua.

Isu Lingkungan

Karhutla yang terjadi di Indonesia, bila kondisinya parah, bisa menjadi senjata ampuh bagi negara-negara maju untuk menggoyang Indonesia. Indonesia akan diberi label sebagai penyebab terjadinya peningkatan emisi karbon di atmosfir, selain tentu karena isu deforestasi yang masif.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com