SAYA sangat terkesan hasil penelitian Prof. I Ketut Nuarca yang tertuang di dalam naskah ilmiah tentang Kakawin Ramayana yang ditulis dalam rangka Program Studi Sastra Jawa Kuno Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana.
Menurut Prof. I Ketut Nuarca, sejak peneliti Belanda, Hooykaas meneliti Kakawin Ramayana dengan mengadakan perbandingan pada dua versi sumber yang ada dalam khasanah sastra India berbahasa Sansekerta, ternyata hasilnya berbeda dengan asumsi yang berkembang sebelumnya.
Hooykaas membuktikan bahwa Kakawin Ramayana tidak bersumber dari Ramayana gubahan Walmiki, melainkan dari sebuah sumber lain, yakni Rawanawadha (gugurnya Rawana) gubahan pujangga Bhatti yang juga dikenal dengan nama lain, yakni Bhattikavya.
Tersimpulkan bahwa kakawin Ramayana yang menurut tradisi Bali dikarang oleh Yogiswara bersumber pada Rawanawadha atau Bhattikavya.
Bila dibandingkan kisah Rama yang terdapat dalam kakawin Ramayana dengan berbagai kisah Rama dalam khasanah sastra tulis lainnya seperti dalam sastra Melayu (Hikayat Sri Rama), Jawa (Rama Keling) serta dalam sastra-sastra Nusantara lainnya, maka dapat dikatakan kisah-kisah Rama tersebut tidak bersumber dari satu tradisi yang sama.
Dalam khasanah sastra Jawa Kuna terdapat satu karya sastra prosa yang sumbernya diambil dari Ramayana Sansekerta gubahan Walmiki, karya sastra dimaksud adalah Uttarakanda. Namun cerita Uttarakanda ini sama sekali tidak dijumpai di dalam kakawin Ramayana.
Dari sini dapat diasumsikan bahwa Uttarakanda ini kemungkinan di-jawakuna-kan jauh kemudian dari kakawin Ramayana, dan kemungkinan sengaja ditulis untuk menyebutkan bagian yang tidak ada pada kakawin Ramayana.
Opini kultural Prof I Ketut Nuarca tentang aneka ragam versi kisah Ramayana sepenuhnya saya dukung dengan fakta bahwa di Srilanka masa kini yang dahulu disebut Alengka terdapat kisah Ramayana yang saya sebut sebagai Rahwanayana dengan posisi penokohan terbalik ketimbang Ramayana versi Walmiki.
Rahwana yang ditampilkan sebagai tokoh jahat di Ramayana versi Walmiki yang menampilkan Rama sebagai tokoh baik terbalik ditampilkan pada Ramayana versi Srilanka yang saya sebut sebagai Rahwanayana menampilkan Rahwana sebagai tokoh protagonis, sementara Rama tokoh antagonis.
Di dalam Rahwanayana versi Srilanka, Shita bukan diculik Rahwana, namun sukarela melarikan diri dari Rama untuk bergabung ke Rahwana.
Segenap kenisbian penokohan itu pada hakikatnya mirip dengan kasus sejarah dipengaruhi politik, semisal Pangeran Diponegoro ditampilkan sebagai tokoh pahlawan oleh Indonesia, namun ditampilkan sebagai tokoh teroris oleh Belanda.
Atau Tan Malaka yang telah resmi ditokohkan sebagai Pahlawan Nasional masih dianggap pengkhianat oleh pihak-pihak tertentu.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.