Menurut Astrid, berbeda bila seorang murid juga menjadi seorang atlet, ia akan bangun pagi untuk latihan fisik sebelum berangkat sekolah.
“Nah, itu kebutuhan belajar yang berbeda. Jadi, perlu dibedakan sesuai kebutuhan murid,” ungkapnya.
Astrid menuturkan, dampak secara mental akan muncul karena para murid belum dalam kondisi optimal untuk mengikuti pembelajaran terlalu pagi.
“Dampak fisiknya mungkin kurang siap belajar. Dampak psikis, secara mental ibaratnya belum bangun untuk siap belajar. Jadinya, tidak siap belajar dalam kondisi optimal,” lanjutnya.
Baca juga: Aturan Masuk Sekolah Pukul 5 Pagi untuk SMA di NTT, Pengamat Pendidikan: Bertentangan dengan Riset
Menurut Astrid, selain murid, para guru juga seharusnya diperhatikan dalam penerapan aturan tersebut.
Bila guru belum siap atau dalam kondisi tertekan akibat aturan itu, proses pengajaran bisa terganggu.
“Jadi bila dilihat dampak secara mentalnya, anak-anak tidak terkena dampak langsung dari perubahan sistemnya, tetapi sangat mungkin jadi korban pelampiasan dari orangtua atau dari guru yang harus mendukung sistem pembelajaran tersebut,” jelasnya.
Astrid mengatakan, anak dalam sistem pendidikan dengan aturan tersebut berada di posisi lemah, terutama bila aturan itu tidak berjalan dengan baik.
Untuk jam mulai pelajaran yang ideal, menurut Astrid harus disesuaikan dengan wilayahnya.
“Untuk idealnya jam belajar sekolah murid, itu menyesuaikan per daerah dilihat dengan kajian lingkungan dan kajian sekolah,” tandas Astrid.
Baca juga: Alasan Pemerintah Tak Wajibkan Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar di Sekolah
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.