Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Ahmad M Ramli
Guru Besar Cyber Law & Regulasi Digital UNPAD

Guru Besar Cyber Law, Digital Policy-Regulation & Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Sniffing, Peretasan Data Pribadi, dan Pembobolan Rekening Bank

Kompas.com - 05/02/2023, 09:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Hal yang tak kalah penting adalah, lindungi secara ketat, data pribadi, jangan pernah memberitahukan user ID, password, kode OTP, PIN rekening, atau data sensitif lainnya, dan ubahlah password secara berkala.

Kita juga harus waspada saat menggunakan Wi-Fi publik. Saya menyarankan untuk transaksi individu seperti mobile banking, transfer bank, pembayaran kartu kredit, transaksi ecommerce, tidak dilakukan dengan memanfaatkan jaringan Wi-Fi publik itu.

Saat melakukan transaksi di area publik, mematikan Wi-Fi publik dan menggunakan paket data operator akan lebih aman.

Jika Anda memiliki dua perangkat telepon cerdas, ada baiknya akun keuangan, aplikasi mobile banking, dan transaksinya, dilakukan melalui satu telepon cerdas terpisah, yang tidak digunakan untuk komunikasi intens lain, apalagi mengakses media sosial.

Sanksi dalam UU PDP dan UU ITE

Hukum Indonesia sesungguhnya sudah mengatur perihal Cybercrime ini. Di antaranya melalui pasal Pasal 65, 66 jo. Pasal 67, Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 Tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) jo. Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2OO8 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Dalam UU PDP ketentuan terkait peretasan meliputi, larangan memperoleh atau mengumpulkan Data Pribadi yang bukan miliknya, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, yang dapat mengakibatkan kerugian Subjek Data Pribadi.

Selain itu, UU PDP juga menegaskan larangan mengungkapkan atau menggunakan Data Pribadi yang bukan miliknya. Dengan ancaman sanksi pidana antara 4 dan 5 tahun dan/atau denda Rp 4 miliar dan Rp 5 miliar.

Sanksi pidana lebih keras justru terdapat pada UU ITE. Pada pasal 30 sampai dengan pasal 35 diatur tentang perbuatan yang dilarang yang terkait dengan tindak pidana terhadap aplikasi, jaringan dan perangkat teknologi informasi.

Sedangkan sanksinya terdapat 46 sampai dengan pasal 51 UU ITE dengan ancaman pidana bervariasi bahkan maksimal pidana penjara 10 tahun dengan denda Rp 10 miliar.

Sebagai konklusi, yang harus dipahami adalah, bahwa kejahatan sniffing dan pelanggaran data elektronik, tidak melulu hanya merujuk pada ketentuan UU PDP, tetapi lebih jauh bisa diancam dengan ketentuan dalam UU ITE yang rumusan deliknya lebih detail dan sanksinya jauh lebih berat.

Sebagai informasi, sebagian pasal-pasal UU ITE khususnya tentang Cybercrime saat ini telah dicabut oleh UU No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Namun demikian norma-norma tersebut baru akan berlaku 3 tahun setelah UU KUHP diundangkan (pasal 624 UU KUHP), sehingga UU ITE saat ini masih berlaku sepenuhnya sampai masa transisinya terlampaui.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com