SATU di antara sekian banyak dongeng rakyat Rusia mahakarya Leo Tolstoi berkisah tentang sekelompok cendekiawan berhasrat mempelajari matahari secara organoleptik dengan mata masing-masing tajam memandang langsung ke arah matahari yang sedang bersinar tajam di siang hari.
Alhasil alih-alih mengerti apa sebenarnya matahari ternyata mata segenap cendekiawan itu menjadi buta akibat terlalu lama secara frontal memandang matahari.
Tanpa sadar ternyata saya juga melakukan perilaku yang sama dengan para cendekiawan khayalan Leo Tolstoi tersebut.
Akibat senang bermusik, maka saya sengaja ke Jerman untuk mempelajari musik secara akademis dengan harapan dapat lebih mengerti tentang apa yang disebut musik.
Akibat daya pikir saya memang dangkal dan ternyata musik luar biasa kompleks alhasil alih-alih mengerti apa yang disebut sebagai musik, malah saya makin tidak mengerti apa sebenarnya yang disebut sebagai musik.
Setiap kali mendengar musik, saya malah mengerahkan segenap energi lahir batin untuk fokus menganalisa musik yang saya dengar digarap dalam tangga nada apa, motif apa, birama apa, irama apa, gaya apa, dinamika apa, jenis apa, jaman apa, tujuan apa serta apa-apa lain-lainnya sehingga saya sudah kehabisan tenaga batin untuk menikmati keindahan musik yang saya sibuk analisa itu.
Tidak kapok gagal mengerti musik, saya malah menggagas humorologi demi mempelajari apa yang disebut sebagai humor dengan hasil sama gagalnya dalam mengerti apa yang disebut sebagai musik.
Akibat mempelajari berbagai macam lelucon maka saya sudah tidak bisa tertawa lagi tatkala mendengar atau membaca lelucon yang sebelumnya sudah saya kenal maka kehilangan daya kejut humoristisnya.
Setelah berhasil dalam gagal memahami humor saya mendirikan Pusat Studi Kelirumologi sebagai ikhtiar memahami apa yang disebut sebagai keliru dengan hasil tentu saja saya makin tidak mengerti tentang apa sebenarnya yang disebut sebagai keliru akibat saya tidak mampu lagi membedakan antara yang keliru dengan yang benar.
Kegagalan yang sama berlanjut ketika saya menggagas alasanologi demi memahami alasan, andaikatamoligi demi memahami keandaikataan, malumologi demi memahami bukan kemaluan tetapi rasa malu, angkamologi demi memahami angka, wayangomologi demi memahami wayang serta ologi-ologi lain-lainnya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.