Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komarudin Watubun
Politisi

Komarudin Watubun, SH, MH adalah anggota Komisi II DPR RI; Ketua Pansus (Panitia Khusus) DPR RI Bidang RUU Otsus Papua (2021); pendiri Yayasan Lima Sila Indonesia (YLSI) dan StagingPoint.Com; penulis buku Maluku: Staging Point RI Abad 21 (2017).

Big Data, AI, dan Intelijen Daya Saing Ekonomi dan Negara

Kompas.com - 23/01/2023, 09:26 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

COULD Artificial Intelligence Solve the Problems Einstein Couldn’t?” Apakah artificial intelligence (AI) dapat memecahkan soal yang tidak dapat dipecahkan Einstein? Begitu Ethan Siegel menulis tentang kecerdasan-ciptaan manusia di majalan Forbes edisi Rabu 2 Mei 2018.

Ahli fisika Albert Einstein (14 Maret 1879 – 18 April 1955) menemukan teori (general) relativitas dan mekanika quantum, pilar utama sains fisika hingga hari ini. Einstein dilabel “genius” sebab dia mampu menjelaskan energi, massa, dan cahaya dalam satu rumus fisika.

Sejak era pra-Masehi hingga era Einstein dan awal abad 21, ‘genius’ adalah patokan level pengetahuan dan intelijen. Pesan pustakawan Lao Tzu (570-470 SM) asal Provinsi Ku (kini Henan), Tiongkok, misalnya berbunyi, “To see things in the seed is genius!" Begitu The Hagopian Institute (2008) menulis pesan Lao Tzu, satu dari sekitar 8.000 kutipan klasik sepanjang zaman.

Baca juga: Pemanfaatan Data Real Time Mampu Tingkatkan Daya Saing Perusahaan

Pesan Einstein juga sama tentang ‘genius’: “Intellectuals solve problems, geniuses prevent them” atau intelektual memecahkan soal, genius mencegah risiko.

Kini teknologi AI hendak mencipta robot-robot dan komputer ‘genius’; maka patokannya antara lain Albert Einstein. Ini antara lain arah riset para ahli AI asal North State University, yang didanai Angkatan Darat Amerika Serikat (AS) sejak tahun 2019.

Arahnya ialah teknologi AI membantu efektivitas misi-misi militer dan melayani kebutuhan sistem intelijen dan pelaksanaan misi militer berbasis AI (US Army Research Lab, 2019). Apakah AI dapat mengalahkan manusia di bidang intelijen masa datang?

Selama ini, fungsi intelijen tiap bangsa dan negara lazimnya mendukung pilar segitiga piranti-lunak pertahanan dan keamanan negara (hankamneg) yakni peringatan dini, pembuatan keputusan dan deterrence.  (Hershkovitz, 2017:765-784)

Sedangkan sektor bisnis membutuhkan intelijen mencegah ‘sindrom Titanic’ dari kisah tragis tenggelamnya kapal Titanic asal Inggris di Lautan Atlantik 15 April 1912. Nakoda dan crew kapal Titanic gagal baca peringatan dini titik lokasi, bentuk, dan ukuran gunung es. 

Pelaku bisnis global mengembangkan intelijen daya-saing guna mencegah risiko ‘sindrom Titanic’. Pelaku bisnis yang tidak memiliki dan mengelola intelijen daya-saing selalu terancam oleh risiko ekuivalen tragedi Titanic di pasar global.

Secara umum, menurut Adidam (2012:243), booming intelijen daya-saing bisnis global sejak akhir abad 20 terutama berasal dari intelijen militer. Sedangkan model-modelnya selalu berbasis produk ilmiah lintas-ilmu pengetahuan (Walker, 1994:271) dan konvergensi sains.

Kita baca arahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada Rapim Kemhan Tahun 2023 di Aula Bhinneka Tunggal Ika, Kementerian Pertahanan RI, Rabu 18 Januari 2023. Isi arahannya adalah (1) informasi intelijen adalah kunci menentukan langkah pencegahan di tengah instabilitas global; (2) Kementerian Pertahanan RI menjadi orkestrator informasi intelijen hankamneg RI dari TNI, Polri, Badan Intelijen negara (BIN), dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

Respons kebijakan bersifat antisipasi dan prevensi risiko atau level ‘genius’, bukan lagi level intelektual pemecahan soal instabilitas global.

AI dan Hankamneg

Level intelijen antisipasi dan prevensi tentu membutuhkan model intelijen ilmiah. Level ini hanya dapat diraih melalui intelijen pemecahan zat, seperti misalnya intelijen ilmiah dirintis dan diracik oleh Albert Einstein.

Artinya, intelijen berbasis iptek cahaya, pemecahan zat, dan waktu. Bukan lagi semata-mata intelijen strategis berbasis ilmu medan, misalnya sadap, intai, ‘deception’, intelektualitas, dan lain-lain.

Baca juga: Tren Artificial Intelligence di Indonesia 2023 Beserta Isu Etika

Kita baca, misalnya, upaya ahli AI seperti Yoav Levine, Or Sharir, Nadav Cohen, dan Amnon Shashua asal Hebrew University di Jerusalem, yang meracik algoritma jaringan syaraf inti guna mengurai gejala-gejala alam fisik. Mereka melakukan pengenalan wajah dan suara melalui komputer hingga memahami perilaku ‘quantum’ alam sekitar kita. (Hebrew University, 2019)

Revolusi teknologi berbasis AI dan pemahaman fisika quantum ini bakal memicu revolusi pola pikir, pola hidup, dan pola kerja, hingga energi dan transportasi di dunia sejak awal abad 21.

Tahun 2017, PricewaterHouseCoopers (PwC) memperkirakan bahwa produk dan sistem AI bakal memutar sekitar 15,7 triliun dollar AS ekonomi dunia tahun 2030. AS dan Tiongkok bakal menempati papan atas AI dunia abad 21.

AI tidak hanya berdampak terhadap ekonomi global, tetapi juga pertahanan-keamanan negara dan transformasi perang abad 21. 

Kita baca sejak 2018, terjadi persaingan teknologi AI antara Rusia, Tiongkok, dan AS. Oktober 2018, Tiongkok merekrut 31 anak muda untuk Beijing Institute of Technology -  lembaga riset militer Tiongkok.

Agustus 2018, Rusia meracik program sistem senjata AI yang bakal menentukan keandalan robot-robot mikroskopis, jaringan komputer, kapal selam, drone, tank-tank robot tanpa personil, dan kapal selam nuklir tanpa awak sebagai sistem senjata. (Peter Apps, 2019)

Tiongkok lebih maju lagi ke penggunaan AI sebagai piranti lunak pengenal wajah sejak 2018. Pertengahan tahun 2019, Rusia merumuskan strategi peta-jalan AI.

Awal 2019, Pemerintah Polandia menahan mantan pejabat intelijen (Piotr Durbajlo) dan karyawan Huawei.  Piotr Durbajlo dituding sebagai otak penetrasi Tiongkok ke jaringan komunikasi paling rahasia Polandia.

Begini riak geopolitik perang dagang AS vs Tiongkok. Karena dari markasnya di Shenzhen (Tiongkok), teknologi Huawei dapat mengakses dan mengendalikan beberapa jaringan di berbagai negara.

Isu Huawei bermula dari laporan National Security Agency (NSA)  AS tahun 2018. Huawei melengkapi cepisnya dengan cepis ke chip komputer yang membuka peluang spionase, dan berbagai jenis operasi tertutup lainnya.

AS merespons strategi AI Rusia dan Tiongkok sejak 2019. Misalnya, Presiden AS Donald Trump, merilis program ‘Prakarsa AI AS’ (American AI Initiave) pada Februari 2019. Prakarsa itu merupakan program kemitraan AS dengan sekutu-sekutunya.

Baca juga: UU Pelindungan Data Pribadi, Big Data, dan Ekonomi Digital

Maka menurut Presiden Rusia, Vladimir Putin, yang dikutip oleh jurnal Foreign Policy: “Whoever becomes the leader in this sphere (AI, red) will become the ruler of the world.” (Pecotic, 2019)

Sedangkan Tiongkok lebih dahulu merilis program ‘Rencana Generasi Baru’ tahun 2017. Program ini adalah siasat Tiongkok menguasai teknologi AI terkemuka dunia di sektor bisnis, akademis, dan militer. Divisi-divisinya ialah Baidu (2017) khusus teknologi intelijen yang mimikri kerja otak ‘genius’ manusia; Alibaba khusus kota-kota cerdas; dan Tencent khusus komputer dan aplikasi medis.

Big Data dan Intelijen-Daya Saing

Globalisasi pasca bubar imperium ekonomi-politik blok Uni Soviet tahun 1991, papar Ireland (2000:208), melahirkan dinamika baru lingkungan eksternal dan strategis bisnis di berbagai negara. Maka tata-kelola informasi dan intelijen adalah faktor penentu daya-saing dan keberhasilan perusahan-perusahan global. (Fleisher, 2000:14)

Sejak akhir abad 20, teknologi informasi menyediakan informasi skala besar, cepat, dan tepat-waktu. Perubahan bisnis global sangat dipicu dan dipacu oleh aliran informasi.

Tren revolusi informasi skala global awal abad 21 juga melahirkan kompetisi, agresi, dan ekspansi bisnis skala global. Dua kebutuhan baru pun lahir yakni intelijen daya-saing untuk strategi bisnis dan pembuatan keputusan. (Shaker, et al., 1999:18; West, 2001:28)

Interaksi orang dengan teknologi dan informasi melahirkan era baru: big data di sekitar kita dan tiap negara. Big data berisi data dengan volume skala besar, unsur kejujuran dan kebenaran data dengan waktu data (velocity).

Namun, data set semacam ini tidak serta-merta menghasilkan intelijen daya-saing. Sebab melekat pada big data ialah masalah validity, veracity (jenis data), value, variability (perubahan), venue (lokasi), vocabulary, dan vagueness (ketidak-jelasan) data (Tsai et al., 2015:1-32) hingga ketersediaan dan keamanan data (pribadi).

Big data kini hadir di sekitar kita dan tiap negara  dan sumber-sumber sering otonom  misalnya sensor lingkungan dan tubuh, perangkat seluler, data klaim administratif, media sosial, email, studi laboratorium, catatan medis elektronik, internet, transaksi bisnis, perangkat dan sensor geospasial, data pendidikan, perawatan kesehatan, teknik, manajemen operasi, genomik, penelitian biomedis, dan lain-lain.

Banyak negara telah menerapkan kebijakan publik intelijen daya-saing. Pemerintah Kanada, Belgia, dan Swiss memelopori kebijakan publik intelijen daya-saing khusus usaha-kecil-menengah. Sejak 1994, Perancis menetapkan kebijakan publik intelijen-daya saing mendukung kinerja UKM. 

Sinergi dan kinerja para pemangku kepentingan usaha, khususnya UKM atau UMKM hendak diciptakan dan didukung melalui kebijakan publik intelijen daya-saing di Perancis. Pemerintah Inggris merilis kebijakan intelijen daya saing  melalui konsep “building the knowledge economy”.

Jepang adalah negara pionir yang memadukan intelijen daya-saing pemerintah dan perusahan. Pada tahun-tahun awal pasca Perang Dunia II, Jepang mengembangkan kultur intelijen daya-saing (Kahaner, 1996:16).

Jepang melibatkan agen-agen sangat terlatih dari badan-badan pemerintah dan perusahan-perusahan swasta, khususnya perusahan dagang untuk mengumpulkan dan melaporkan kondisi-kondisi khusus dari seluruh dunia. Informasi ini dianalisa dan diseminasi ke pimpinan bisnis di seluruh Jepang. (Kahaner, 1996:17)

Sekitar 500 perusahan global tahun 2000 memiliki divisi intelijen daya saing. Perusahan-perusahan ini mempekerjakan tenaga-tenaga terlatih badan intelijen pemerintah guna membangun intelijen daya-saing.

Perusahan-perusahan global asal AS melibatkan mantan tenaga intelijen Pentagon (departemen pertahanan AS), dinas intelijen Central Intelligence Agency (CIA), dan Federal Bureau of Investigation (FBI) guna membangun dan mengembangkan divisi intelijen daya-saing perusahan. Intelijen CIA menyediakan informasi intelijen daya-saing tentang perusahan kompetitor negara lain. (Kahaner 1996: 18)

Kita lihat, Tiongkok dan Korea Selatan telah memiliki kebijakan publik intelijen daya-saing. Tiongkok juga telah memiliki model big data (National Big Data Guizhou) 20 ribu perusahan, fiber optik 8.900 administrasi desa, 20.700 basis stasiun 5G, dan pelatihan SDM. (Xinhua, 2021)

Awal abad 21, Jepang telah memiliki dan menerapkan strategi IT, open data, e-government, peringatan dini bencana, privasi dan keamanan data berbasis big data.

Kita juga melihat penguatan big data pada banyak sektor bisnis, bangsa dan negara misalnya keamanan negara  dan keamanan siber; intelijen strategis; aplikasi big data sektor pemerintah; teknologi big data; HAM dan keamanan big data; intelijen ekonomi; pelayanan publik; mega-sains (iptek); antisipasi dan cegah krisis; peringatan dini; dan mendukung pembuatan keputusan.

Pilihan bangsa Indonesia tentu berbasis filosofi bahwa negara adalah sesuatu yang bernyawa menurut Prof Dr Soepomo dan dasar negara Pancasila; sedangkan pilihan model intelijen ilmiah ialah meraih cita-cita perlindungan segenap bangsa dan seluruh tumpah-darah, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan menciptakan ketertiban dunia sesuai amanat alinea 4 Pembukaan UUD 1945.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com