MAYORITAS dari kita besar dengan budaya populer. Bahkan mungkin sejak kecil, banyak dari kita yang sudah akrab dengan budaya populer dan berinteraksi hingga hari ini. Mendengar musik, membaca buku cerita, menonton film dan iklan, datang ke suatu event, itu semua masuk ke dalam budaya populer.
Secara sadar atau tidak, kita pun terkonstruksi oleh produk-produk budaya populer. Saputra (2021) menjelaskan bahwa budaya populer adalah suatu kebudayaan yang diciptakan oleh media massa.
Budaya populer - pendeknya budaya pop - selalu berubah dan muncul secara unik di berbagai tempat dan waktu. Budaya pop membentuk arus dan pusaran, dan mewakili suatu perspektif interdependent-mutual yang kompleks dan nilai-nilai yang memengaruhi masyarakat dan lembaga-lembaganya dengan berbagai cara.
Baca juga: Anak Muda dan Budaya Populer Jadi Kunci Keberhasilan Pembentukan Kota Kreatif
Tak ada unsur sejati dalam satu produk yang dapat menjelaskan suatu budaya populer. Sifatnya dinamis. Saat ini sesuatu produk budaya dapat termasuk dalam budaya pop, namun belum tentu di kemudian hari berstatus sama, tergantung konteks ruang dan waktunya.
Secara umum, budaya pop mudah diakses, menarik perhatian orang banyak, relatif murah untuk diproduksi, tidak butuh tingkat kecerdasan luar biasa untuk menikmatinya (ringan), mudah disebarkan, direproduksi, dan diinterpretasi ulang.
Budaya populer yang sudah dikenal sejak lama dan selalu dekat dengan kehidupan kita, hari ini menjadi semakin mudah diakses dengan munculnya konvergensi media hari ini. Henry Jenkins secara umum menjelaskan tentang konvergensi media yaitu: tempatnya media lama dan baru bertabrakan, media akar rumput dan korporat bersinggungan, kekuatan produsen media dan kekuatan konsumen media berinteraksi dengan cara yang tak terduga.
Budaya populer sudah terkonvergensi hari ini seperti misalnya menikmati film produksi Marvel hari ini dapat dilakukan di bioskop, jika kita tidak sabar untuk menonton, tapi juga dapat dinikmati di layanan streaming Disney Hotstar, kurang lebih sekitar satu atau dua bulan setelah tayang di bioskop.
Namun tidak berhenti di situ, terutama dalam hal distribusi informasi. Film terbaru keluaran Marvel biasanya sudah ada yang membicarakannya, bahkan kadang ada ‘bocoran’-nya.
Itu dapat terjadi karena masyarakat jaringan yang sudah terjadi dari dulu hingga hari ini. Definisi masyarakat jaringan yang diberikan Manuel Castells (2004) adalah masyarakat dengan struktur sosial, terdiri dari jaringan yang didukung oleh teknologi informasi dan komunikasi berbasis mikro-elektronik.
Seperti yang ditunjukkan Castells dalam bukunya, secara historis, selalu ada jaringan sosial. Faktor kunci yang membedakan network society adalah bahwa penggunaan teknologi informasi dan komunikasi membantu menciptakan dan mempertahankan jaringan yang tersebar luas di mana jenis hubungan sosial baru diciptakan.
Seperti yang terjadi pada 2019 saat demonstrasi perubahan UU KPK dan KUHP. Saat itu dapat dilihat dari data bagaimana aktivitas dari masyarakat jaringan, yaitu pendemo di jalanan dan juga masyarakat daring, khususnya media sosial. Data menunjukkan bahwa aktivitas demonstrasi di jalanan berkolerasi positif dengan keaktifan masyarakat di media sosial, terutama di Twitter.
Dari penjelasan di atas, saya punya satu pertanyaan yaitu apakah dengan konvergensi media dan masyarakat yang terhubung dalam jaringan, budaya pop akan semakin mudah disebarkan? Jika benar, Indonesia punya peluang untuk menyebarkan budaya pop ke mancanegara dan memberikan keuntungan baik dari segi politik, ekonomi, sosial dan budaya.
Korea Selatan adalah contoh paling mudah kita lihat saat ini dengan berbagai produk budaya populernya yang tersebar ke seluruh dunia. Bahkan gadis-gadis di negara Barat bisa sampai mengidolai sebuah band Korsel bernama BTS. Bukan hanya mengidolai tapi jika disaksikan di konser-konser BTS, para gadis ‘bule’ mengalami histeria massa.
Baca juga: Mengenang Revolusi Budaya Pop di Berlin Era 90an dalam Sebuah Sepatu
Suatu fenomena yang luar biasa karena sebuah kelompok musik dari Asia digandrungi dengan histeria seperti itu di dunia Barat.
Indonesia sudah menghasilkan banyak karya-karya budaya pop yang diakui dunia luar. Sudah banyak sekali film Indonesia yang masuk dalam platform streaming seperti Netflix, Disney, dan Amazon Prime.
Itu adalah platform streaming asing yang artinya mengakui kualitas film Indonesia dengan berani memberi izin film kita untuk diakses di platform mereka. Dari produk musik, ada fenomena seperti Voice of Baceprot, band aliran metal beranggotakan tiga gadis muda asal Garut, Jawa Barat, yang sekarang mendunia dan sudah melakukan tur ke luar negeri termasuk festival-festival Eropa.
Saya berpendapat bahwa dengan kondisi terkonvergensinya media serta semakin terkoneksinya manusia, budaya populer Indonesia relatif akan lebih membuka kemungkinan menjangkau pasar dunia.
Mengambil kasus kelompok musik rock asal Garut yaitu Voice of Baceprot, menarik untuk dicari tahu apa yang unik dari kelompok tersebut hingga dapat diterima di manca negara; apakah karena kualitas musiknya? Penampilannya? Cara komunikasi pemasaran, termasuk penggunaan media dalam hal promosinya, sehingga mereka dikenal banyak orang? Atau ada variabel lain yang mungkin saja tidak terlihat oleh pihak di luar kelompok tersebut?
Jika dapat menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tadi, harapannya secara perlahan dapat mengungkap bagaimana cara produk budaya pop Indonesia lainnya dapat dirancang untuk mendunia seperti mereka.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.