Kelompok pertama adalah mereka yang hidup dengan teknologi Acheulean sebelumnya (seperti kapak tangan sederhana).
Kemudian, kelompok kedua adalah mereka yang hidup dengan teknologi Paleolitik Tengah kemudian (kapak dan parang yang lebih maju).
Baca juga: Sejarah dan Asal-Usul Nama Mekkah, Kota Kelahiran Nabi Muhammad SAW
Menurut pencatatan arkeolog, terjadi beberapa kali momen migrasi manusia terdahulu.
Groucutt menduga, banyaknya aktivitas migrasi itu karena padang gurun Arab yang gersang berubah menjadi padang rumput yang lebih ramah untuk hidup dengan datangnya curah hujan yang lebih teratur.
Artinya, dulunya jazirah Arab merupakan padang rumput yang rimbun.
Hal ini juga didukung adanya temuan artefak-artefak yang memberi tahu para ilmuwan bagaimana banyak kelompok manusia purba bermigrasi, membuat alat, dan mungkin berburu di jazirah Arab.
Baca juga: Lapisan Es di Dataran Tinggi Tibet Mencair, Ancaman Virus Purba Hantui Manusia
Dikutip dari Ancient Origins, (2/9/2021), penggalian arkeologi pada 2021 telah mengungkapkan setidaknya 5 ekspansi hominini ke semenanjung mulai sekitar 400.000 tahun hingga 55.000 tahun yang lalu.
Masing-masing bertepatan dengan munculnya curah hujan yang menyebabkan tumbuhan bermekaran atau disebut "jendela hijau".
Ini menunjukkan bahwa sebenarnya jazirah Arab dulu tidak gersang.
Bahkan, curah hujan yang intens yang menyebabkan pembentukan ribuan danau, kolam, oasis, lahan basah, dan sungai.
Sumber air itu terletak berselang-seling melintasi semenanjung Arab yang sebagian besar berpasir.
Di atasnya terbentuk jalur migrasi bagi manusia dan hewan, seperti kuda nil.
Baca juga: Kabah dan 5 Tempat yang Tak Boleh Dilalui Pesawat
Wilayah Nefud, misalnya, adalah padang rumput yang subur untuk jangka waktu sementara.
Sedangkan saat ini menjadi salah satu tempat yang paling tidak layak huni di bumi.
Kondisi ini yang kemudian membuat ilmuwan lain takjub dan tidak menyangka bahwa dulunya jazirah Arab merupakan wilayah yang hijau yang berkebalikan dengan kondisi sekarang.
"Luar biasa, setiap kali basah (hujan), orang-orang ada di sana. pekerjaan ini menempatkan Arab di peta global untuk prasejarah manusia," ujar pemimpin proyek Prof. Michael Petraglia, dari Max Planck Institute for the Science of Human History, Jerman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.