KOMPAS.com – Varian baru virus corona yakni Omicron XBB 1.5 belakangan ramai menjadi sorotan dunia.
Pasalnya, varian ini mendominasi kasus baru di Amerika Serikat dan meningkatkan kekhawatiran akan terjadinya gelombang infeksi di negara itu.
Dikutip dari Dailymail, XBB 1.5 ini memiliki julukan The Kraken, dan saat ini virus tersebut juga mulai banyak ditemukan di Inggris.
Baca juga: Booster Kedua, sampai Kapan Masyarakat Harus Vaksin Covid-19?
Lantas sebenarnya apa itu Omicron XBB 1.5?
XBB 1.5 adalah mutasi dari Omicron XBB yang merupakan strain yang pertama kali terdeteksi di India pada Agustus tahun lalu.
Strain induknya XBB, berasal dari penggabungan BA.2.10.1 dan BA.2.75 yang pernah menyebabkan kasus meningkat empat kali lipat di beberapa negara.
Adapun XBB 1.5 mendapatkan mutasi tambahan F486P yang membuatnya diperkirakan lebih mampu menangkal antibodi Covid-19 yang terbentuk usai vaksinasi maupun infeksi sebelumnya.
Baca juga: Kombinasi Vaksin Covid-19 Booster Kedua untuk Lansia, Apa Saja?
Baca juga: Penjelasan Kemenkes soal Vaksin Booster Kedua untuk Lansia
Dikutip dari BBC, ilmuwan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengonfirmasi bahwa XBB 1.5 memiliki keunggulan pertumbuhan dibandingkan semua subvarian yang terlihat sampai saat ini.
Meski demikian, mereka mengatakan tidak ada indikasi lebih berbahaya dibandingkan varian Omicron sebelumnya.
Akan tetapi, WHO mengatakan, mereka akan mencermati studi laboratorium dan data rumah sakit yang ada untuk lebih memahami terkait sub varian ini.
Baca juga: Lokasi Vaksin Covid-19 Booster Kedua untuk Lansia di Jakarta, Mana Saja?
Diketahui, kasus akibat variann Omicron XBB 1.5 sejauh ini juga terlihat meluas di AS.
Dikutip dari Time, pada 31 Desember 2022, XBB 1.5 menyumbang 40,5 persen dari kasus Covid-19 AS.
Adapun saat ini, menurut data dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) XBB 1.5 menyumbang sekitar 75 persen kasus baru.
Baca juga: Varian Covid-19 Omicron Merenggut Nyawa Anak-anak Sehat di Jepang
Belum diketahui pasti mengenai gejala XBB 1.5, namun sejumlah kasus menunjukkan gejala yang dialami mirip dengan strain Omicron sebelumnya.